{"id":10995,"date":"2021-11-25T19:20:39","date_gmt":"2021-11-25T12:20:39","guid":{"rendered":"https:\/\/arkipel.org\/?p=10995"},"modified":"2021-11-25T19:20:39","modified_gmt":"2021-11-25T12:20:39","slug":"indifferent-surface-pendulum-movement","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/arkipel.org\/indifferent-surface-pendulum-movement\/","title":{"rendered":"Indifferent Surface, Pendulum Movement"},"content":{"rendered":"[vc_row][vc_column][vc_column_text css=”.vc_custom_1637839817881{margin-bottom: 0px !important;}”]\n
Curator: Kim Eunhee<\/strong><\/p>\n December 5th – December 11th, 2021 | festival.arkipel.org Ketika kita terbangun dari tidur dan membuka mata, jika sinar mentari di langit-langit terpantul di retina, kita akan terbangun dari tempat tidur, mengira bahwa pagi sudah ada sebelum kita bangun. Tentu saja, kata \u201cpagi\u201d hanyalah sebuah isyarat waktu yang berhubungan dengan kecepatan rotasi Bumi. Dengan kata lain, relasi antara arus waktu abstrak yang diciptakan oleh putaran Bumi dan kesadaran manusia adalah sebuah kemitraan, dan waktu dalam wujud fisiknya dapat dianggap sebagai khazanah abstrak di dalam kesadaran kita karena kita tidak dapat merasakan tubuh kita berlari mengikuti gerakan perputaran Bumi.<\/span><\/span><\/p>\n Sama seperti \u201cA World without Time\u201d<\/em> karya Kurt Friedrich G\u00f6del, adalah mustahil untuk mengubah suatu waktu lokal menjadi satu waktu yang global, sehingga waktu menjadi tidak lebih dari intuisi batin kita. Ketika kita tiba di suatu tempat dengan latar belakang historis tertentu dan memandang lanskap yang terbentang di depan mata kita, lanskap tersebut tidak menyatakan atau menjelaskan apa pun. Realita lanskap tersebut bisa jadi sebenarnya tidak ada atau ada sebagai representasi dari sejumlah relasi. Pemandangan ini, yang hanya kita lihat dengan mata pengamat murni tanpa mengintervensi sebisa mungkin, adalah seperti halnya permukaan yang tak acuh.<\/span><\/span><\/p>\n Sebuah adegan dalam filem yang menangkap momen pertemuan dengan lanskap karena kebetulan atau memunculkan cerita yang tak terlihat di balik lanskap akan memperoleh sudut pandang melalui keterbatasan bingkai dan montase. Ada sejumlah filem yang membiarkan kita membayangkan waktu intuitif dari seorang pengamat yang berdiri di sebuah dunia di mana lintasan waktu secara riil tidak ada, begitu pula dengan reaksi tubuhnya. Para filsuf matematika, seperti G\u00f6del, meyakini bahwa tubuh pengamat memiliki suatu indera khusus (beda dari panca indera) yang dapat dideteksi manusia di alam yang ideal. Tempat ini, secara khusus, meninggalkan riak gelombang dari alam abstrak melalui tubuh pengamat. Rasanya seolah-olah tubuh pengamat mendeteksi gelombang tak kasat mata melalui pendulum yang mendeteksi radiasi dan kantuk yang mendeteksi vena air. Getaran tak terlihat yang dideteksi oleh tubuh seniman melalui kamera menjadi sangat nyata dalam berbagai citra lanskap yang mewujud di dalam karya seniman gambar bergerak kontemporer.<\/span><\/span><\/p>\n Namun, tidak semua citra lanskap yang terekam mampu menyampaikan getaran dan riak gelombang dari momen pengambilan gambar. Hanya karya segelintir seniman yang mampu menangkap sinyal dari dunia tak dikenal yang menembus tubuh-tubuh mereka. Mereka menemukan titik di mana sulit untuk dibuktikan secara logis, tetapi mustahil untuk dibagi menjadi potongan-potongan objektif. Vena air terbentang luas, tetapi tidak di semua tempat, sehingga peran pendulum untuk mendeteksi gelombang vena air tetap esensial. Sinyal tak dikenal yang dikumpulkan oleh metodologi kohesi waktu subjektif milik sang seniman adalah selayaknya gerakan ruang di mana waktu telah lenyap. A. Einstein pernah berkata: \u201ckontinum empat dimensi kini tidak lagi dapat dipecahkan secara objektif menjadi potongan-potongan, mereka semua mengandung peristiwa yang terjadi serentak; kata \u2018kini\u2019 menjadi kehilangan makna objektifnya karena dunia yang meluas secara spasial.\u201d Menurutnya, dalam dunia yang meluas secara spasial, makna objektif dari \u201csekarang\u201d menjadi hilang.[1]<\/a><\/span><\/span><\/p>\n Program kuratorial ini menghadirkan karya-karya terbaru dari empat seniman gambar bergerak asal Korea. Keempat karya ini mengubah peristiwa masa lalu, masa kini, dan masa depan menjadi berlangsung secara serentak di ruang di mana waktu telah lenyap.<\/span><\/span><\/p>\n Filem terbaru Minjung Kim yang berjudul The Red Filter is Withdrawn<\/em> mengeksplorasi lanskap laut di Pulau Jeju, tempat terjadinya peristiwa \u2018Jeju 4.3,\u2019 pembantaian oleh pemerintah Korea Selatan sebagai akibat dari konflik ideologi yang berlangsung antara 1948 dan 1954 di Pulau Jeju. Eksplorasi ini menanyakan apa yang perlu dilihat dalam lanskap ini dengan intervensi dari ceramah Hollys Frampton dan filter merah. Karya penelitian Jaekyung Jung yang berjudul A Village<\/em> mengeksplorasi daerah residensial untuk pasien pengidap penyakit Hansen (atau yang dikenal dengan istilah kusta) sejak tahun 1960an. Filem ini merekam Desa Heonin, yang kini tinggal puing-puing karena wilayahnya telah dibangun kembali sejak awal tahun 2000. To the North for Nonexistence<\/em> karya Sejin Kim merefleksikan masa kini yang mengaburkan seluruh batasan ketika kisah S\u00e1mi, masyarakat adat Lapland, Arktik Eropa, menjadi tumpang tindih dengan lanskap yang terpecah-belah. Karya Ayoung Kim yang berjudul Porosity Valley 2: Tricksters\u2019 Plot<\/em> mereproduksi jalur migrasi makhluk mitos yang menjadi metafora bagi jalur pengungsi di ruang virtual fiksi ilmiah.<\/span><\/span><\/p>\n Di senjakala Bumi yang tengah menderita, mari kita rasakan getaran menit yang berhenti sejenak pada titik di mana pendulum diguncang oleh empat seniman Korea yang menangkap lanskap-lanskap serentak dari Bumi, atau bayangkan lanskap ruang yang meluas dari posisinya masing-masing atau selagi bergerak.<\/span><\/span><\/p>\n [1] A World without Time: The Forgotten Legacy of G\u00f6del and Einstein, Palle Yourgrau, Basic Books<\/em>, 2004, 81p. When we awake from sleep and open our eyes, if morning light shining on the ceiling is reflected in the retina, we would wake up from our bed, thinking that the morning exists before we wake up. Of course, the word \u201cmorning\u201d is only a sign of time related to the speed of Earth’s rotation. In other words, the relationship between the abstract flow of time created by the Earth’s spin and human consciousness is a partnership, and physical time can be left as an abstract realm in our consciousness because we cannot feel our body running with the movement of Earth rotation.<\/span><\/p>\n Just as Kurt Friedrich G\u00f6del’s “A World Without Time<\/em>“, it is impossible to make the selected local times into one global time, so time becomes nothing other than our inner intuition. When you arrive at a place with a specific historical background and look at the landscape unfolding before your eyes, the landscape does not dictate or explain anything. The reality of the landscape may not exist or may exist as a representation of multiple relationships. The scenery that you encounter only through the eyes of a pure observer without intervening as much as possible is like an indifferent and cold surface.<\/span><\/p>\n A scene in the film that captures the moment of a landscape encountered by chance or brings out unseen stories behind the landscape acquires a point of view through the limitations of the frame and montage. There are films that let you imagine the intuitive time of an observer standing in a world where the passage of real time does not exist and the reaction of his body. Some mathematical philosophers, such as G\u00f6del, believe that the observer’s body has a special sense (different from the five sensory organs) that humans can detect the ideal realm. The place, in particular, leaves the wavelength of the abstract realm through the body of the observer. It is as if the observer’s body detects invisible waves through a pendulum that detects radiation and a dozing that detects water veins. The invisible vibrations detected by the artist’s body through the camera are immanent in the multiple images of landscapes that appear in the works of contemporary moving image artists.<\/span><\/p>\n However, not all the recorded images of landscapes convey the vibration and wavelength of the moment of shooting. Only the works of a few artists capture signals from the unknown world that penetrated their bodies. They detect points where it is difficult to prove logically, but impossible to divide it into objective parts. The water veins are widespread, but not everywhere, so the role of the pendulum to detect the waves of the water veins is essential. The unknown signals collected by the artist’s methodology of cohesion of subjective time are like the movement of space where time has disappeared. A. Einstein said: \u201cThe four-dimensional continuum is now no longer resolvable objectively into sections, all of which contain simultaneous events; ‘now’ loses for the spatially extended world its objective meaning\u201d According to him, in a spatially extended world, the objective meaning of \u201cpresent\u201d is lost.[1]<\/span><\/a> <\/span><\/p>\n
\nFriday, December 3rd, 2021 | 19:30 | Forum Lenteng<\/p>\n[\/vc_column_text][vc_empty_space][\/vc_column][\/vc_row][vc_row][vc_column width=”1\/2″][vc_column_text css=”.vc_custom_1637840935025{margin-bottom: 0px !important;}”]Apakah dunia luar yang kita lihat lewat pandangan benar-benar nyata? Otak menafsirkan lanskap citraan yang tercermin pada retina dengan menarik banyak informasi dan isyarat. Ketika kita mencoba menangkap dunia luar secara visual, jika fenomena yang terjadi di dalam diri manusia sebagian besar merupakan respons sel saraf optik mikroskopis, maka penglihatan mungkin hanyalah reaksi atau refleksi terhadap stimulus eksternal sebelum tindakan. Namun, kita tidak dapat mendeteksi apakah perilaku manusia lebih dulu ada ketimbang lanskap yang terlihat (dunia luar) atau apakah dunia luar sudah ada sebelum itu semua.<\/span><\/span><\/p>\n
\n<\/span><\/span><\/a><\/span>[\/vc_column_text][\/vc_column][vc_column width=”1\/2″][vc_column_text css=”.vc_custom_1637840558906{margin-bottom: 0px !important;}”]Is the external world that we perceive through sight really real? The brain interprets the landscape of the image reflected on the retina by attracting a lot of information and signs. When visually grasping the external world, if the phenomena occurring inside a human being are primarily a response of microscopic optic nerve cells, the seeing may be merely a reaction or reflection to an external stimulus before an action. However, we cannot detect whether the behavior of the human being takes precedence over the visible landscape (the external world) or whether the external world exists prior to it.<\/span><\/p>\n