{"id":2638,"date":"2014-09-11T23:59:35","date_gmt":"2014-09-11T16:59:35","guid":{"rendered":"http:\/\/arkipel.org\/?p=2638"},"modified":"2017-08-02T20:35:25","modified_gmt":"2017-08-02T13:35:25","slug":"sinema-sebagai-pengetahuan-adalah-pilihan-arkipel","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/arkipel.org\/sinema-sebagai-pengetahuan-adalah-pilihan-arkipel\/","title":{"rendered":"Sinema Sebagai Pengetahuan Adalah \u201cPilihan\u201d ARKIPEL"},"content":{"rendered":"
Jakarta, ARKIPEL \u2013 Forum Lenteng\u00a0\u2014 \u201cMenurutnya, katalog ARKIPEL ini seperti novel,\u201d ujar Makiko, menerjemahkan ucapan Kenji Murakami, yang kemudian disambut tawa oleh orang-orang yang saat itu duduk bersama di salah satu meja makan pujasera di Taman Ismail Marzuki (TIM). Mereka berdua datang dari Jepang, sebagai tamu istimewa Forum Lenteng pada perhelatan ARKIPEL Electoral Risk<\/em> \u2013 Jakarta International Documentary Film Festival 2014.<\/p>\n <\/a><\/p>\n Tahun ini, secara khusus ARKIPEL berkolaborasi dengan tiga lembaga festival internasional \u2014Images Festival (Kanada), Bangkok Experimental Film Festival (Bangkok), dan Yamagata International Documentary Film Festival (Jepang)\u2014 sebagai langkah strategis untuk membangun jaringan antarfestival filem, demi terbukanya akses produksi dan distribusi pengetahuan filem secara lebih luas.<\/p>\n \u201cYa, setiap tahun, Forum Lenteng akan \u2018menerbitkan\u2019 novel!\u201d seru Hafiz (Direktur Artistik ARKIPEL) dengan mantap dan senyum kebanggaan. Siang itu, selain Makiko Wakai (Koordinator Program New Asian Currents, Yamagata International Documentary Film Festival) dan Kenji Murakami (Sutradara filem Sound Hunting<\/em>), hadir pula tamu istimewa Forum Lenteng yang lain, yakni Scott Miller Berry (Direktur Images Festival) dan Hasumi Shiraki (Filmmaker<\/em>), yang akan menjadi fasilitator pada salah satu program ARKIPEL tahun ini, yakni lokakarya film processing<\/em>.<\/p>\n <\/a><\/p>\n Memang, salah satu perbincangan yang mengemuka di antara tamu-tamu tersebut dan para penyelenggara ARKIPEL ialah tentang tebal buku katalog ARKIPEL Electoral Risk<\/em> (+\/- 396 halaman) yang dua kali lebih tebal dari katalog tahun lalu. Ketakjuban ini pun juga muncul dalam pertanyaan salah seorang wartawan pada jumpa pers yang dilakukan sekitar 3 jam kemudian.<\/p>\n <\/a><\/p>\n Hafiz kemudian memaparkan bahwa Forum Lenteng, melalui ARKIPEL, ingin mulai membangun kembali tradisi perhelatan festival filem yang bukan sekadar perayaan, tetapi juga sebagai corong untuk menyebarluaskan pengetahuan filem kepada masyarakat umum, tidak terbatas pada lingkungan para pelaku filem saja. Untuk mencapai tujuan itu, ARKIPEL merancang program kuratorial yang berfungsi untuk mengemukakan perspektif (atau lebih tepatnya, standpoint<\/em>) tentang apa dan bagaimana filem dan sinema itu seharusnya. Melalui kuratorial-kuratorial ini \u2014(1) Asia Selatan; (2) The Uprising; <\/em>(3) Kluge; (4) Amerika Selatan; (5) Shinsuke Ogawa; dan (6) Jajahan Gambar Bergerak: Lumi\u00e8re\u2014 ARKIPEL memperdalam dan meluaskan kemungkinan-kemungkinan pembacaan atas isu sosial-politik kontemporer, baik dalam lingkup Indonesia maupun dunia, yang mana tema Electoral Risk<\/em> tidak hanya dapat dibaca melalui satu pintu tentang \u201cpilihan politik (praktis)\u201d, tetapi juga lebih jauh ke persoalan bagaimana seorang pelaku filem menentukan \u201cpilihan-pilihan\u201d estetika dan eksperimentasi dalam membahasakan gagasannya sehubungan dengan fenomena-fenomena yang berkembang saat ini.<\/p>\n ***<\/p>\n <\/a><\/p>\n Malam Pembukaan ARKIPEL Electoral Risk<\/em> berlangsung pada Kamis, 11 September, 2014, di GoetheHaus, Pusat Kebudayaan Jerman Goethe Institut Jakarta, Jalan Sam Ratulangi No. 9-15. Anggota Forum Lenteng telah berada di lokasi sejak siang hari. Beberapa orang sibuk mempersiapkan poster-poster dan meja penyambutan tamu sementara Hafiz dan Yuki Aditya (Direktur ARKIPEL) berbincang dengan para wartawan pada jumpa pers. Gedung tersebut mulai ramai ketika jam menunjukkan pukul tujuh lebih beberapa menit di malam hari.<\/p>\n <\/a><\/p>\n <\/a><\/p>\n Ketika gong pertama berbunyi, para tamu mulai dipersilahkan masuk ke aula GoetheHaus. Aula berkapasitas 301 kursi ini terisi penuh, bahkan ada beberapa orang yang rela duduk di tangga dan berdiri untuk menyaksikan acara pembukaan festival.<\/p>\n <\/a><\/p>\n Suara bising mereda ketika Yuki naik ke atas panggung, dan tanpa basa-basi mempersilahkan dua gadis muda, Dendang Belantara dan Sisilia Cellist Virgana, untuk tampil membawakan tiga buah lagu. Duet pianis dan celis cilik ini mengundang decak kagum hadirin, dan berhasil menjadi sajian pembuka acara yang meninggalkan kesan bahagia. Usai penampilan mereka, Yuki sebagai Direktur Festival mempersilahkan Irawan Karseno, Ketua Harian Dewan Kesenian Jakarta, untuk memberikan sambutan, kemudian dilanjutkan sambutan Hafiz sebagai Direktur Artistik ARKIPEL.<\/p>\n <\/a><\/p>\n Hafiz memberikan pemaparan yang tak jauh berbeda dengan penjelasaanya pada jumpa pers, bahwa ARKIPEL digagas sebagai \u2018ruang diskusi\u2019 dan ruang distribusi yang memberikan kesempatan kepada publik untuk mengakses beragam bahasa dan pengetahuan filem yang berbeda dari filem-filem yang biasa diakses oleh masyarakat di bioskop-bioskop komersil semacam 21. Hal ini yang menjadikan ARKIPEL penting karena dominasi \u2018pengetahuan tunggal\u2019 media arus utama telah menyebabkan masyarakat terkungkung pada ketersempitan cara pandang terhadap filem itu sendiri. \u201cARKIPEL hadir untuk memberikan pilihan yang berbeda,\u201d ujarnya.<\/p>\n