{"id":4822,"date":"2015-08-31T12:41:58","date_gmt":"2015-08-31T05:41:58","guid":{"rendered":"http:\/\/arkipel.org\/?p=4822"},"modified":"2017-08-02T19:50:04","modified_gmt":"2017-08-02T12:50:04","slug":"arkipel-grand-illusion-awards","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/arkipel.org\/arkipel-grand-illusion-awards\/","title":{"rendered":"ARKIPEL: Grand Illusion Awards"},"content":{"rendered":"
Penghargaan ARKIPEL: Grand Illusion \n<\/strong><\/h1>\n
Perhelatan ARKIPEL Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival 2015 dengan tema Grand Illusion resmi ditutup pada malam penghargaan di Goethehaus tanggal 29 Agustus 2015. Tidak kurang sebanyak 130 judul film dari 30 negara diputar sejak festival film ARKIPEL dibuka tanggal 19 Agustus 2015.<\/p>\n
Malam penghargaan dihadiri oleh kurator-kurator undangan antara lain Shai Heredia (Experimenta, India), Amy Fung (Images Festival, Kanada), Philip Widmann (Jerman), Koyo Yamashita (Image Forum, Jepang), Siew-wai Kok (Malaysia), Merv Espina (Filipina), dan Jangwook Lee (Space Cell, Korea Selatan). Tamu-tamu dari komunitas film dan penyelenggaran festival film yang diundang untuk program publik forum festival dari berbagai daerah di Indonesia juga turut hadir.<\/p>\n
Empat kategori penghargaan dibacakan oleh perwakilan dewan Juri yang terdiri dari Jon Jost (Amerika Serikat), May Adadol Ingawanij (Thailand), David Teh (Singapura), Ronny Agustinus (Indonesia) dan Hafiz (Indonesia). Empat penghargaan tersebut adalah:<\/p>\n
Peransi Award<\/strong><\/h3>\n
Peransi Award diberikan kepada karya sinematik yang secara istimewa dan segar mengeksperimentasikan berbagai kemungkinan pendekatan pada aspek-aspek kemediuman dan sosial. Secara khusus, kategori ini difokuskan kepada pembuat filem berusia muda di bawah 31 tahun. Penghargaan terbaik dalam kategori ini terilham dari nama David Albert Peransi (1939\u20131993), seniman, kritisi, guru, dan tokoh penganjur modernitas dalam dunia senirupa dan sinema dokumenter dan eksperimental di Indonesia.<\/p>\n
Peransi Award<\/strong> jatuh kepada What Day is Today?<\/strong><\/em> Disutradarai oleh Colectivo Fotograma 24<\/strong> dari Portugal. Penghargaan ini disertai dengan hadiah uang sebesar Rp 5.000.000,-.<\/p>\n
What Day is Today?<\/em>, Collectivo Fotograma 24<\/p><\/div>\n
Film ini dibuat oleh sebuah kolektif anak muda berusia antara 11-19 tahun di Matemoros, Portugal, filem yang menawan, serius ini, merangkum empat dekade sejarah kontemporer Portugal, mulai masa kediktatoran Salazar hingga kejatuhannya, Revolusi April, dan sampai krisis finansial saat ini.<\/p>\n
Menggunakan teknik stop-motion yang cerdas dan apik, filem ini diungkap melalui arsip-arsip foto dan membawanya pada kenyataan melalui analisis kepada penonton yang melewati ketidakpastian sejarah dengan cara yang informatif dan menyenangkan. Filem ini menyimpulkan bahwa kita semua bertanggung jawab atas sejarah kita sendiri; baik atau buruknya, tanpa perlu terjebak dengan menyalahkan pihak lain. Ia menempatkan kita bagai melihat ke cermin. Secara teknis dan semangat kreatifitas filem ini paling berhak untuk mendapat Peransi Award yang diperuntukkan bagi pembuat filem muda.<\/p>\n
Jury Award \n<\/strong><\/h3>\n
Jury Award<\/strong> diberikan kepada filem terbaik versi pilihan dewan juri dengan pertimbangan, bahwa terdapat kesegaran dan keunikan bahasa sinemanya yang mencapai kematangan personal dalam menyingkapkan dan mengkomunikasikan pengalaman estetis dan pergulatan atas konten. Sangat mungkin, tawaran nilai-nilai dalam filem terbaik untuk kategori ini semata-mata bersifat individual oleh karena isu dan pendekatannya tidak selalu berlaku secara umum di beragam konteks budaya dan sosial. Penghargaan ini disertai dengan hadiah uang sebesar Rp 10.000.000,-.<\/p>\n
Jury Award <\/strong>jatuh ke Between Here and There<\/strong><\/em>, disutradarai oleh Alexia Bonta<\/strong> asal Belgia.<\/p>\n
Between Here And There<\/em>, Alexia Bonta<\/p><\/div>\n
Dengan kesederhanaan, film ini secara cerdas dan penuh kasih membedah esensi perempuan-perempuan yang tinggal di panti jompo. Framing yang intim menyorot para perempuan ini saat dipotong rambutnya. Ada gairah manusia, sukacita, dan tragedi kehidupan yang singkat dibuat nyata dengan cara yang minimal.<\/p>\n
Secara luar biasa karya sederhana ini menyingkap humor maupun kepiluan dalam kehidupan karakter-karakternya. Filem ini meninggalkan ruang yang cukup bagi pikiran kita sendiri memaknai kehidupan. Lembut, indah dan dibuat dengan elegan, film ini adalah contoh diktum kesederhanaan yang baik dan mempesona.<\/p>\n
Forum Lenteng Award<\/strong><\/h3>\n
Selain tiga penghargaan yang dipilih oleh Dewan Jury, Forum Lenteng Award dipilih oleh perwakilan anggota Forum Lenteng. Kategori merefleksikan posisi pembacaan dan sikap kritis kami atas perkembangan karya-karya visual sinematik pada tataran estetika dan konteks melalui filem-filem yang lolos seleksi ARKIPEL.<\/p>\n
Penghargaan untuk kategori ini diberikan kepada filem yang dianggap paling terbuka dalam menawarkan nilai-nilai komunikatif, baik dari segi artistik maupun konten, yang memberikan peluang bagi pendekatan sosial seni secara berbeda dan lebih leluasa bagi kemungkinan ekperimentasi.<\/p>\n
Penghargaan ini diberikan kepada Landscape with Broken Dog<\/strong><\/em> karya Orazio Leogrande<\/strong> asal Italia. Penghargaan ini disertai dengan hadiah sebesar Rp 5.000.000,-.<\/p>\n
Landscape With Broken Dog<\/em>, Orazio Leogrande<\/p><\/div>\n
Filem ini dengan rapi mengkontekstualisasikan visual dari aktivitas penjelajahan manusia dengan efek visual dari praktik-praktik saintifik dan mekanistik. Hal itu dilakukan dengan menyelaraskan setiap bentuk yang terepresentasi dalam arsip-arsip visual yang ia pilih. Kami menganggap, ini adalah satu cara untuk mendekati memori peradaban atas penemuan-penemuan yang telah menggugah keyakinan dan kelaziman pada masanya, yang dalam keadaan tertentu, masih mengandung suatu trauma yang membuatnya layak untuk dipertanyakan secara terus-menerus.<\/p>\n
Arsip yang dipilihnya menjadikan filem ini penting, dan perspektif baru yang diterapkan terhadap arsip itu memancing makna-makna di luar lingkup sistem yang mapan. Setiap adegan besertaan dengan penempatannya di dalam konstruksi tersebut mewakili sebuah landasan berpikir yang dapat dijelajahi tolak ukur dan alasannya di dalam kerangka sinema. Pendekatan sinematik, oleh filem ini, menegaskan bahwa dunia representasi yang kita saksikan sesungguhnya bukanlah suatu kejadian sebagaimana aslinya yang kita alami.<\/p>\n
Arkipel Award \n<\/strong><\/h3>\n
ARKIPEL Award diberikan kepada filem terbaik utama secara umum yang dalam penilaian dewan juri memiliki pencapaian artistik yang tinggi disertai kekuatan potensialnya dalam memaknai pilihan perpektif kontekstualnya. Melalui kontennya, segenap aspek tersebut dalam bahasa visualnya berhasil mengajukan suatu pandangan dunia kontemporer terbaru bagi kita sebagai wacana yang menantang cara pandang umum atas situasi tertentu yang diungkapkan subyek-subyeknya. Penghargaan ini disertai dengan hadiah uang sebesar Rp 10.000.000,-.<\/p>\n
ARKIPEL Award jatuh ke I Am the People<\/strong><\/em> karya Anna Roussillon<\/strong> asal Prancis. Kekuatan filem ini adalah bagaimana hubungan antara pembuat filem dengan subyek-subyeknya. Kita bisa melihat bagaimana pembuat filem terlibat dalam perbincangan tentang politik dan media. Filem ini adalah potret yang tidak rumit tentang agen-agen politik, tetapi menggambarkan pembacaan yang kompleks tentang situasi politik di Mesir. Filem ini tidak hanya menampilkan sosok kelompok petani yang spesifik berasal dari Mesir dan berbeda dengan petani-petani dari negara lain. Bahkan petani-petani dari negara dunia ketiga sama seperti mereka, mereka adalah agen-agen politik dan pelaku pasar yang selama ini dikonsepsikan oleh kelas menengah dan perkotaan sebagai kampungan.<\/p>\n
I Am The People<\/em>, Anna Roussillon<\/p><\/div>\n
Filem ini tenang, menghanyutkan, penuh gairah dengan makna yang indah, namun tidak menyederhanakan persoalan subyeknya. Sebuah filem yang bagus dan anggun berbicara lingkup yang lebih luas dari sekedar desa tempat filem ini direkam.<\/p>\n
Kegembiraan malam penghargaan ARKIPEL: Grand Illusion ditutup dengan penampilan dari grup band matajiwa<\/strong> yang sekaligus menutup perhelatan ARKIPEL: Grand Illusion. Sampai jumpa di ARKIPEL 2016.<\/p>\n
–<\/p>\n
ARKIPEL Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival 2015 \u2013 Grand Illusion was officially closed at Goethehaus, Jakarta on 29 August 2015. Not less than 130 films from 30 countries were screened during the festival which was opened on 19 August 2015.<\/span><\/p>\n
The awarding night was attended by guest curators; Shai Heredia (Experimenta, India), Amy Fung (Images Festival, Canada), Philip Widmann (Germany), Koyo Yamashita (Image Forum, Japan), Siew-wai Kok (Malaysia), Merv Espina (Philippines), Jonathan Manullang (Indonesia), and Jangwook Lee (South Korea). The guests from local communities and festival organizers invited for the festival forum from several locations in Indonesia were also attending.<\/span><\/p>\n
Four categories of award were announced by the members of jury which are Jon Jost (USA), May Adadol Ingawanij (Thailand), David Teh (Singapore), Ronny Agustinus (Indonesia), and Hafiz (Indonesia). Those awards are:<\/span><\/p>\n
Peransi Award \n<\/strong><\/span><\/h3>\n
Peransi Award<\/strong> is given to a special cinematic work and fresh in experimenting various possible approaches to aspects of social and medium-ness. In particular, this category focuses on young filmmaker below 31 years old. This category is inspired from David Albert Peransi (1939-1993), artist, critic, teacher, and advocate of modernity in fine arts and documentary and experimental cinema in Indonesia.<\/span><\/p>\n
Peransi Award is given to What Day is Today?<\/strong><\/em> Directed by Colectivo Fotograma 24<\/strong> from Portugal. The winner receives Rp 5.000.000,-.<\/span><\/p>\n
Made by a youth collective of kids 11-19 years in Matemoros, Portugal, This film is a charming, serious work, covering\u00a0 four decades of\u00a0 recent Portuguese history, from the Salazar years of dictatorship to his fall, the April revolution and onto today’s current financial crisis.\u00a0<\/span><\/p>\n
Utilizing a clever and well-executed stop motion technique, the film unfolds old newspaper fotos, bringing them to life, with a gentle analysis leading the spectator through the ups and downs of history in a delightful and informative manner.\u00a0<\/span><\/p>\n
It concludes with the assertion that we are all responsible for our own history, for better and worse.\u00a0 In doing so it carefully avoids the easy pleasures of a blame-game, and places us squarely before the mirror.\u00a0 Technically and creatively a lovely film most deserving of the Peransi Award reserved for young filmmakers.<\/span><\/p>\n
Jury Award<\/strong><\/span><\/h3>\n
Jury Award<\/strong> is given to the best film according to the members of jury in consideration, that there is freshness and uniqueness of the language of expression that reaches personal maturity in revealing and communicating the maker\u2019s aesthetic experience, struggle over the content, as well as subjective exploration of text \/ context into its current representation. Very likely, values offered in the best film in this category is individual solely because of the issue and the approach does not always apply in general in diverse cultural and social contexts. The winner receives Rp 10.000.000,-.<\/span><\/p>\n
The award goes to Between Here and There<\/strong><\/em>, directed by Alexia Bonta<\/strong> from Belgium.<\/span><\/p>\n
Using a severe formal simplicity, this film is intelligently and compassionately dissects the essence of a sequence of women living in an old person’s home.\u00a0 Despite the near-clinical framing of these people as they are given haircuts, the human passion, joy, and tragedy of life are succinctly made tangible with the most minimal of means.\u00a0<\/span><\/p>\n
In an uncanny manner this simple work unzips the full panoply of the lives of its characters, making for a work both funny and sad, and leaving ample space for us to meander with our own thoughts on life’s nature and meaning.\u00a0 Tender, respectful, beautifully shot and edited, this film is a good example of the dictum that sometimes “less is more.”<\/span><\/p>\n
Forum Lenteng Award<\/strong><\/span><\/h3>\n
ARKIPEL also gives an award to a film selected by representatives of Forum Lenteng members. This category reflects our reading position or critical attitude toward the development of cinematic visual works at an aesthetic and contextual level through the films selected by ARKIPEL.<\/span><\/p>\n
The award for this category is given to the film deemed the most open in offering communicative values, whether based on the artistry and content, providing a chance for a different social approach on art and wider experimental possibilities.<\/span><\/p>\n
The award goes to Landscape with Broken Dog<\/strong><\/em> directed by Orazio Leogrande<\/strong> from Italy. The winner also receives Rp 5,000,000.<\/span><\/p>\n
It contextualizes visual of human exploration activities with visual effect produced by mechanical and scientific practices. It was shown by the way the film harmonizing every forms represented in the chosen visual archives. We consider that this film approach is a way to unfold memories of civilization on discoveries and inventions that moved believes and norms in an era, which is in certain way, remains some traumatic experiences that lead it to be questioned again and again.<\/span><\/p>\n
The visual archives he chose make this film significant, and its new perspective implemented to it, can bring new meanings outside the system. Every scenes and the way the director constructs each of them represent a basic framework which can be traced its reasons and references in cinema platform. Cinematic approach by this film insists that the representation world we see on screen is actually not a thing as real as we experiences in our world.<\/span><\/p>\n
ARKIPEL Award \n<\/strong><\/span><\/h3>\n
ARKIPEL Award<\/strong> is given to the best film in general based on the members of jury\u2019s assessment, which has high artistic achievement with potential strength in sensing the choice of its contextual perspective. Through its content, all these aspects in its visual language successfully proposed a new representation on view of our contemporary world, as counter-discourse towards common perspective on particular circumstance disclosed by its subject matter.<\/span><\/p>\n
The best film in this category, in particular, considerably represents ARKIPEL statement of values offered by enthusiasm and reason of zeitgeist, inspiring the aesthetic invention on world view, which on one side has been generally agreed, but on the other side demands to always be defined and redefined. The winner receives Rp 10,000,000.<\/span><\/p>\n
ARKIPEL Award goes to I Am the People<\/strong><\/em> directed by Anna Roussillon<\/strong> from France.<\/span><\/p>\n
The film gets lots of its energy from the relation between the filmmaker and its subjects. We can see that she engages in proper conversation about politics and media. An uncomplicated portrait of political agency, but shows complicated reading of political situation.<\/span><\/p>\n
This film is not portraying a group of peasants specifically in Egypt and differ from other group of peasants in other countries. Actually the peasants in third world country are just like this, they are the political agents and market entrepreneur whom this whole time in the conception of the middle-class and urban society reduced as powerless villagers.<\/span><\/p>\n
This film <\/em>is a quiet, discreet and compassionate film which while itself is done with a graceful simplicity of means, does not stoop to simplifying its subject.\u00a0 A beautiful and beautifully realized work which expands far beyond the village in which it is set.<\/span><\/p>\n
The awarding night was closed by a performance by matajiwa<\/strong>, See you at ARKIPEL 2016!<\/span><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"
Four categories of award were announced by the members of jury which are Jon Jost (USA), May Adadol Ingawanij (Thailand), David Teh (Singapore), Ronny Agustinus (Indonesia), and Hafiz (Indonesia). Those awards are:<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":4837,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"_jetpack_memberships_contains_paid_content":false,"footnotes":"","jetpack_publicize_message":"[NEWS] ARKIPEL: Grand Illusion Awards, Goes To...","jetpack_publicize_feature_enabled":true,"jetpack_social_post_already_shared":true,"jetpack_social_options":{"image_generator_settings":{"template":"highway","enabled":false},"version":2}},"categories":[309,368],"tags":[229,282,228],"jetpack_publicize_connections":[],"yoast_head":"\n
ARKIPEL: Grand Illusion Awards — ARKIPEL<\/title>\n\n\n\n\n\n\n\n\n\n\n\n\n\n\t\n\t\n\t\n\n\n\n\n\n\t\n\t\n\t\n