{"id":5446,"date":"2016-08-03T14:09:33","date_gmt":"2016-08-03T07:09:33","guid":{"rendered":"http:\/\/arkipel.org\/?p=5446"},"modified":"2017-08-02T19:36:59","modified_gmt":"2017-08-02T12:36:59","slug":"arkipel-socialkapital-international-competition-lineup","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/arkipel.org\/arkipel-socialkapital-international-competition-lineup\/","title":{"rendered":"ARKIPEL social\/kapital: International Competition Lineup"},"content":{"rendered":"[vc_row][vc_column][vc_column_text]Sinema adalah tindakan bermetode dengan berbagai kemampuan taktis untuk membela zamannya terhadap masa lampau maupun masa depan. Masing-masing lingkup punya tanggungjawab dan konsekuensi bahasa, lingkungan, dan kemasyarakatan sejalan konteks yang dipilihnya. Menimbang dan mengagendakan suatu konteks menentukan karakter sebuah filem untuk menawarkan akses-akses tersebut kepada publiknya. 25 filem dalam Seleksi Kompetisi berikut ini menggemakan sinyal-sinyal akan pernyataan itu.<\/p>\n
Cinema is an action with method, with a variety of tactical ability to defend his time to the past or future. Each scope has the responsibility and consequences of language, milieu, and social in line with the context of its choice. Considering and setting up the agenda of a context will determine the character of a film in offering the accesses for the public. 25 films selected into the competition as follows, they echo the signals of the statement.<\/span><\/p>\n \u2014<\/span>\u00a0Ugeng T. Moetidjo<\/strong>, Chief of the ARKIPEL Selection Committee<\/em><\/p>\n[\/vc_column_text][mk_divider style=”thin_solid” thin_single_color=”#dddddd” margin_top=”40″ margin_bottom=”80″][vc_column_text]<\/p>\n Bahasa merupakan jalan individu memasuki dunia bermasyarakat. Seorang penerjemah, individu yang mencoba untuk menjembatani gap antar bahasa, memiliki tanggung jawab untuk mengalihbahasakan kultur dan ideologi asal ke target bahasanya. Cakrawala perbedaan bahasa dan budaya sendiri dihadirkan melalui bidikan properti pribadi sang penerjemah sekaligus penutur filem seperti tulisan-tulisan tangan dari bahasa Ukraina dan Rusia, mesin ketik, mesin fotokopi, gambar-gambar cetak, dan lukisan.<\/p>\n Lahir pada tahun 1983, Giovanni Giaretta<\/strong> adalah seorang seniman dan pembuat filem. Ia mendapatkan pendidikan Desain Produksi Seni Visual dan mengantongi gelar sarjana dalam Didaktika Seni. Karyanya telah dipamerkan ke berbagai tempat di Eropa. Saat ini Giaretta tinggal dan bekerja di Amsterdam.<\/em><\/p>\n Language is a way for individual to enter a society. An interpreter, an individual who attempts to bridge the language gap, holds the responsibility to interpret source culture and ideology to the target language. The horizon of language and cultural differences itself is presented through shots on personal properties of the interpreter who is also the film narrator, such as handwriting in Ukrainian and Russian, typewriter, photocopy machine, printed images, and paintings. <\/span><\/p>\n Giovanni Giaretta<\/strong>, born in 1983, is an artist and a filmmaker. He was educated in Visual Arts Production Design in Venice and holds a BA in Didactics of Arts. His work has been exhibited throughout Europe. Giaretta lives and works in Amsterdam.<\/span><\/em><\/p>\n –<\/p>\n <\/strong><\/p>\n Perempuan-perempuan baya menuturkan identitasnya, sejarahnya, dan kepercayaannya pada Saida Manouba, perempuan dari 700 tahun yang lalu. Keteguhan untuk menyerahkan hidupnya pada ritus, pada bangunan keramat pusat roda sosial dan perekonomian bagi para perempuan baya ini menyebabkan mereka berhadapan dengan politik garis keras yang pernah membakar bangunan tersebut. Figur lelaki hanya ditampilkan samar, tak mendapat tempat \u2018tuk bicara dalam filem.<\/p>\n Soumaya Bouallegui<\/strong> adalah pembuat filem dokumenter dan sutradara teater yang lahir di tahun 1979. Ia secara aktif tergabung dan berpartisipasi dalam berbagai forum sinema dan teater. Karya-karyanya telah dipamerkan ke berbagai tempat di Eropa dan Timur Tengah, seperti Tunisia, Denmark, dan Yordania.<\/em><\/p>\n Middle-aged women explain their identities, histories, and their beliefs to Saida Manouba, a woman from 700 years ago. The persistence to surrender their lives to the rites, the sacred building center of social and economic wheels for these middle-aged women had led them against the hard line politics that once burned the building. The men figures were depicted only vaguely, with no place to speak in the film. <\/span><\/p>\n Soumaya Bouallegui<\/strong> is a documentary filmmaker and theater director, was born in 1979. She has involved and participated in various theater and cinema forums. Her works are exhibited through out Europe and Middle East, namely Tunisia, Denmark and Jordan.<\/span><\/em><\/p>\n –<\/p>\n <\/strong><\/p>\n Ingatan terbentuk dari perjalanan, dari tempat singgah sementara, dari monolog seorang perempuan di kamar remang-remang, dan dari jendela kereta yang melintasi pabrik serta jalanan asing namun dekat. Memori tersebut terjalin sebagai penanda satu hal: “Sejarah Eropa dan relasinya dengan sekarang”. Jalinan puisi yang dibenturkan dengan cuplikan Octobre<\/em>-nya Eisenstein dan J’Accuse<\/em>-nya Abel Gance, yang menyiratkan kepedihan.<\/p>\n Nicolas Azalbert<\/strong> adalah pembuat filem berdomisili di Paris. Ia adalah kritikus filem di majalah Cahier du Cinema sejak tahun 2000, dan pada 2009 ia menjadi tim redaksi di majalah tersebut. Berbagai filem karya Azalbert terpilih di banyak festival filem internasional, seperti Festival Film Wina dan Cali.<\/em><\/p>\n Memories formed from journeys, from temporary resting places, from the monologue of a woman in a dim-lit room, and from the train window passing through a factory and the strange but close streets. The memories are entwined as a symbol of one thing: “History of Europe and its current relation.” A weave of poetry is pitted against the clips of Eisenstein’s Octobre and Abel Gance’s J’Accuse reflecting misery. Nicolas Azalbert<\/strong> is Paris-based filmmaker. He works as film critic in Cahiers du Cin\u00e9ma since 2000, and serves as editorial board in 2009.\u00a0Several of his films such have been selected in many international film festivals, such Vienna Film Festival and Cali Film Festival.<\/span><\/em><\/p>\n –<\/p>\n <\/strong><\/p>\n Para pemukim kota menjalani kehidupan mereka bersama kerumunan. Tanpa saling kenal. Tanpa saling sapa. Seperti sosok di billboard-billboard<\/em> iklan. Kebersamaan yang mengasingkan setiap orang, ketika di setiap menitnya, ruang-ruang survival melulu memenjara dan cuma menawarkan kesepian yang menekan. Beberapa orang mungkin punya sedikit ide pelarian meski sangsi, sebab, itu sekadar jeda singkat untuk kembali masuk ke dalam perangkap yang mengucilkan setiap pribadi. Satu elegi tentang kejenuhan dan rasa tak nyaman warga atas tekanan sosial dan kota mereka, yang selamanya hanya bisa mereka lalui dalam kerutinan dan kerutinan yang mendistorsi kehendak, emosi, impian, dan kehadiran diri. Mereka tak ubahnya sekawanan burung atau sedahan reranting yang menggetas.<\/p>\n Cristina Picchi <\/strong>adalah adalah seniman dan pembuat filem asal Italia yang memenangkan banyak penghargaan. Karya-karyanya banyak ditampilkan di berbagai galeri dan festival seperti Locarno, Clermont-Ferrand dan Thessaloniki. Ia mendapatkan gelar master pada bidang filem produksi filem dokumenter dari Universitas London Goldsmith.<\/em><\/p>\n The townspeople live their lives along in the crowd. Without knowing each other. Without greeting in each other. Like the figure in advertising billboards. A togetherness that was alienating everyone, when in every minute, survival spaces merely imprison and only offer an oppressive loneliness. Some people might have a little idea to escape despite shillyshally, because, it was just a brief respite to get back into the trap which alienates the individual. It’s one elegy about boredom and discomfort of citizens on social pressures and their city, which they can only ever go through in routine and regularity that distort the will, emotions, dreams, and the presence of self. They were like a flock of birds or fragile twigs.<\/span><\/p>\n Cristina Picchi<\/strong> is an award winning Italian filmmaker, writer and visual artist based in London.\u00a0Her films have been screened in festivals and galleries worldwide, winning prizes in festivals such as Locarno, Clermont-Ferrand and Thessaloniki. She holds a master’s degree in Screen Documentary from Goldsmiths University of London.<\/em> <\/span><\/p>\n –<\/p>\n <\/strong><\/p>\n Empat anak muda Paris menyeberang ke benua demi menyambangi sebuah toko lab filem Kodak terakhir yang bakal tutup, nun di kota kecil Parsons, Kansas. Mereka merekam romansa perjalanan itu dengan Kodachrome langka yang berhasil mereka miliki. Konsekuensinya, citra-citra dari bidikan diari petualangan mereka ibarat menyusuri secara terbalik, lorong waktu dari lampau ke kini, lewat teknologi dan bahan baku lawas dari salah satu produsen pionir gambar bergerak yang sekarang bangkrut. Filem pintar yang mengasyikkan ini mengaju cakap bagaimana dunia analogia merefleksikan dunia digitalia sebagai materi visual yang khas, selain merupakan dokumen sosial yang dihidupkan secara personal di masa yang berbeda sekarang.<\/p>\n K-14<\/strong> berdiri atas inisiatif penulis-penulis yang bertemu di Brussel. K-14 berusaha terus melakukan eksperimen terhadap film-film buatannya dan berusaha untuk tidak terpaku pada berbagai genre yang konvensional dalam dunia sinema. Bahasa filem yang ditawarkan K-14 adalah ekspresi paling intim dari setiap anggotanya.<\/em><\/p>\n Four Parisian young guys crossed to the continent for the sake of visiting the last Kodak filmlab store that was going to be closed, far away in the small town of Parsons, Kansas. They recorded the romance of the traveling with a rare Kodachrome that was successful they had. Consequently, the images of diary footages of their adventure explored in reverse, a passage of time from past to present, through a technology and old raw material of one of the bankrupt pioneer producer of moving image. This smart but exciting film invites a conversation on how analogia world reflect digitalia world as a distinctive visual material, besides it’s also as a social document turned on personally in a different time, now.<\/span><\/p>\n K-14 <\/strong>is authors-initiative collectives created in Brussels. They try to experiment with new methods in presenting films and distance from conventional genres in cinema. Its language in film is intimate expression from each author.<\/span><\/em><\/p>\n –<\/p>\n <\/strong><\/p>\n Gaya filem ini merupakan proyeksi ganda seluloid 8mm yang secara fisik menghasilkan efek multiple exposure<\/em> dari dua atau lebih citra yang bergantian saling mengisi, bertolakan, melatar, atau memfokus, kadang tanpa simetrikal sehingga bidang representasi terasa diperbarui. Kesan yang muncul adalah jukstaposisi silangan oleh relasi diametral terus-menerus antar bidang dan gambar dari sejumlah footage<\/em> temuan. Bias naratif yang baru dikesan bersama tempo dan kemunculan kerjap cahaya, warna, guratan, noktah lebar dari rusakan filem, yang lebur sebagai getaran visual beragam momen\u2014fiksi entah dokumenter\u2014yang menerbitkan sugesti tertentu akan tragik mengenai seseorang, sebuah keluarga atau entah siapa. Sebuah filem dengan jejak tradisi eksperimental.<\/p>\n Brice Bowman<\/strong> (1951) adalah seorang pembuat filem eksperimental berpengalaman. Karya-karyanya telah dipamerkan di berbagai negara bagian di Amerika dan juga di banyak negara Eropa.<\/em><\/p>\n The style of this film is a double projection of 8mm celluloid that physically produce a ‘multiple exposure’ effect of two or more images, which are alternately complement, conflict, underlie or focus, sometimes without symetrical so that the field of its representation was felt updated. The impression that emerges then is a kind of\u00a0 cruciferous juxtaposition by the diametrically continuous relation between the field and the image of a number of findings footage. The new refraction narrative was impressed together with the tempo and the emergence of light, color, strokes, large nodes of the damaged film, melting as a visual vibration of various moments, whether fiction or documentary, that bring out a particular suggestion about tragic of a person, a family or whoever. It’s a film with a trace of experimental tradition.<\/span><\/p>\n Brice Bowman<\/strong><\/span>, born 1951, is experienced American experimental filmmaker. His works had been exhibited through out United States of America and mainly in various countries of Europe.<\/span><\/em><\/p>\n –<\/p>\n <\/strong><\/p>\n Suatu tangkapan konsensual tentang struktur dan jarak pada situasi biner dari eksistensi terbingkai dua subjek. Prinsipnya, orientasi kamera membiarkan tafsir selalu terposisi \u2018observasional\u2019 terhadap detil kehadiran tubuh pada setiap tarikan, helaan, kedipan, sebagai batas rasional kedua potret boleh dipahami. Masing-masing wajah tak sedang mengekstroversi diri tapi menatap ke titik lain di luar frame<\/em>, di luar pemandang. Sejumlah gerak halus subjek serentak merupakan respon permukaan dan internalisasi menggantikan verbalitas dan menuntut renungan tentang kekuatan dasar sekaligus ambiguitas fotografi dan sinema. Tak ada sesuatu di luar bingkai, melainkan segenap tanda yang mengirim dirinya sebagai pesan: apakah persona dalam kepenuhan identifikasinya?<\/p>\n Pascal Robitaille <\/strong>(1981) adalah pembuat filem eksperimental yang berbasis di Montreal. Karya-karyanya telah dipamerkan di berbagai festival filem internasional dan memenangkan beberapa penghargaan. Filemnya yang berjudul Dogme 41: Lonely Child (2005) adalah filem Kanada pertama yang memiliki sertifikasi Dogme \u201995.<\/em><\/p>\n Matthew Wolkow <\/strong>telah membuat banyak essei mengenai film sejak 2010. Sebagai sinematografer, ia banyak berkolaborasi dengan berbagai proyek pembuatan filem dokumenter. Karya terbarunya Maintenant tout est possible : Tout va bien terdaftar dalam\u00a0 kompetisi Rendez-Vous du Cin\u00e9ma qu\u00e9becois 2016.<\/em><\/p>\n A consensual catchment about structures and distance in the binary situation of the framed existence of two subjects. In principle, the orientation of the camera\u2014letting commentators always be being positioned ‘observational’ to the detail of presence of the body on each inhalation, a sigh, flicker, as the rational limit of both portrait\u2014might be understood. Each face is not being extroverting themselves but staring into another point outside the frame, outside of the spectator. A number of subjects’ smooth motion is simultaneously a surface response and internalization, replacing the verbality, and demanding reflections on both basic strength and ambiguity of photography and cinema. There is nothing beyond the frame but every mark that sends itself as a message: what is persona in the fullness of its identification?<\/span><\/p>\n Pascal Robitaille <\/strong>(b. 1981) is an experimental filmmaker based in Montreal His work has been exhibited widely at international film festivals, and has won numerous awards. His film Dogme 41: Lonely Child (2005) is the first Canadian film to be certified by Dogme ’95.<\/span> Matthew\u00a0Wolkow\u00a0<\/strong>has been making essay films since 2010. As a cinematographer, he has also collaborated on various documentary films for friends and colleagues. His latest film, Maintenant tout est possible : Tout va bien (14mins) \u00a0has been part of the 2016 Rendez-Vous du Cin\u00e9ma qu\u00e9becois Competition.<\/span><\/em><\/p>\n –<\/p>\n <\/strong><\/p>\n Alur kematraan pada arsitektur suatu ruang, dengan aneka relung dan lorong, lekuk dan ceruk, juga infografis dan sistem otomat internalnya, telah menyusun suatu konfigurasi sosial di lingkup sektoral dan menata perilaku orang-orang di dalamnya. Tapi setiap orang adalah objek dalam pengaturan itu. Perjumpaan antar sesama di situ bersifat non interaksional karena setiap orang adalah bagian dari kawanan migrator temporer dalam layout<\/em> sebuah tempat dari lokasi proyek global. Suatu tangkapan dokumenter yang mengena tentang secuil komunitas zaman kita yang menjelmakan satu puisi indeksikal yang memisalkan ruang publik sebagai ragam unsur geometrik dan mobilitas orang-orang selaku konjungsi grafik transaksional.<\/p>\n Luca Ferri<\/strong> lahir di Bergamo, Italia, pada tahun 1976. Karyanya telah diputar di berbagai tempat dan terpilih di beberapa festival filem seperti Festival Film Torino. Pada tahun 2012, ia terpilih sebagai peserta lokakarya filem yang diasuh oleh Ben Rivers dan Michelangelo Frammartino.<\/em><\/p>\n A dimensionality groove on the architecture of a space, with various niches and hallways, curve and nook, as well as infographics and internal automatic systems, has developed a social configuration in the sectoral scope of and organize the behavior of people in it. But every man is the object in that setting. The encounter between the members is non interactional because everyone is part of a temporary migratory flock in the layout of a place of the global project site. A striking documentary catchment on a piece of community of our times who embody an indexical poetry, letting the public space as a variety of geometric elements and movement of people as conjunctions of transactional graphics.<\/span><\/p>\n Luca Ferri<\/strong> was born in Bergamo, Italy, in 1976. His works are screened and selected in various festivals such Torino Film Festival. In 2012, he was selected to participate in filmmaker workshop held by Ben Rivers, Michelangelo Frammartino.\u2028<\/span><\/em><\/p>\n –<\/p>\n <\/strong><\/p>\n Bidikan kehidupan jalanan di Kamboja menjadi pemantik pencarian seorang anak jalanan. Satu per satu menceritakan ulang pertemuan dan kisah berdasarkan foto-foto 10 tahun yang lampau. Tuturan subjek dalam filem dan metafora dalam tiap gambarnya membuat filem ini jauh dari kesan mengadili kehidupan jalanan Dunia Ketiga yang sekaligus menjadi rumah bagi subjek penceritanya.<\/p>\n Mikel Aristegi<\/strong> adalah pembuat filem yang berdomisili di Catalonia. Ia telah memenangkan banyak penghargaan untuk karya-karya fotografi maupun filem. Aristegi memiliki latar belakang pendidikan jurnalisme dan juga fotografi.<\/em><\/p>\n Jos\u00e9 Bautista<\/strong> adalah musisi yang menggabungkan unsur visual dalam karyanya. Ia juga seorang perancang suara, seniman video, dan penyunting multimedia. Ia mendirikan KanseiSounds dan Altamar Films.<\/em><\/p>\n A shot of street life in Cambodia became a trigger for the search of a street kid. One by one re-telling the stories of the meeting and backstories of 10 years a go The subject narrative in the film and the metaphora in each of the frames make this film far from the impression of judging the street life in Third World Countries that is also the home of its narrative subject.<\/span><\/p>\n Mikel Aristegi<\/strong> is a filmmaker who live in Catalonia, has won many awards for works of photography and film. Aristegi has the educational background of journalism and photography.<\/span><\/em><\/p>\n Jos\u00e9 Bautista<\/strong> is a Visual Musician, Sound Designer, Video Artist and Multimedia Editor. He\u2019s also the founder of KanseiSounds and Altamar Films co-founder.<\/span><\/em><\/p>\n –<\/p>\n <\/strong><\/p>\n Ketika beragam individu dengan latar belakang berbeda dipertemukan dalam Proyek Gesu, penggunaan bangunan bekas sekolah Jesuit sebagai rumah bagi pendatang yang gelandangan, warga tanpa rumah, dan tanpa ekonomi mapan, intensitas perebutan ruang tercipta. Proses peleburan identitas, negosiasi dari pertemuan masing-masing nasionalisme yang telah menubuh dan kerelaan untuk menghapus batas negara, ditunjukkan melalui gambar-gambar intim; hasil dari kemampuan kamera yang memasuki ruang privat para penghuni sekaligus mengikuti diskusi untuk menciptakan kesepakatan dan survival yang sama.\u00a0 Meskipun telah bersepakat dan sistem baru terbentuk, tantangan untuk menghadapi sistem dominan lewat aparatusnya menjadi hantu bagi pembentukan kampung komunal global ini.<\/p>\n Farzad Moloudi<\/strong> (Iran, 1960) adalah pengungsi politik. Tahun 2012, dia lulus dari RITS Film Academy di Brussels. Selama tinggal di G\u00e9su, dia membuat dokumenter pertamanya, Zone Zero.<\/em><\/p>\n When various individuals with different background are brought together by the Gesu Project, the use of a former Jesuit school building as a home for settler who are homeless, refugee, and without stable economy, an intense of competition for space rises. The process of identity merge, negotiation of each nationalism that have been embodied and the willingness to erase national borders, are shown through intimate images; the results of the camera ability to enter private rooms of the residents and simultaneously following discussions to create consensus and equal survival.\u00a0 Despite having a consensus and an established new system, the challenge to address the dominant system through the apparatus becomes a ghost haunting the formation of this global communal village. <\/span><\/p>\n Farzad Moloudi<\/strong>, was born in 1960 in Iran, is a political refugee. In 2012, he graduated from the documentary department at the RITS film academy in Brussels. While living in G\u00e9su, he made his first long documentary film, Zone Zero.<\/span><\/em><\/p>\n –<\/p>\n <\/strong><\/p>\n Sisa dari migrasi klandenstin nyatanya tak hanya kisah keberhasilan penyeberangan, tetapi juga objek-objek yang meminta untuk dipanggil kembali (reenactment<\/em>). Lautan menjadi altar, menjadi pengingat, menjadi penanda. Objek temuan, seperti sepatu yang mengambang di lautan dibidik dengan zoom-in<\/em> ekstrem, sepatu instalatif bergelantungan di tepian: tak menyisakan kelegaan.<\/p>\n Markus Keim<\/strong> lahir di Italia pada tahun 1969. Ia belajar sejarah dan ilmu politik di Universitas Innsbruck dan studi teater ia peroleh di Universitas Bologna. Pada tahun 1999 hingga 2005, Kein adalah seorang aktor dari grup teater mandiri \u2019theatercombinat wien\u2019. Saat ini ia bekerja dan tinggal di Wina.<\/em><\/p>\n Beate Hecher<\/strong> lahir di Austria pada tahun 1972. Hecher mempelajari seni patung di Akademi Seni Murni, Wina. Kerja berkeseniannya tidak hanya pada seni patung, tapi juga sebagai desainer grafis dan animasi\/filem. Ia tinggal dan bekerja di Wina.<\/em><\/p>\n The remains of the clandestine migration actually not just the story of a successful crossing, but also objects that requires reenactment. The sea becomes an altar, becomes a reminder, becomes a symbol. Found objects, such as shoes floating in the sea are shot with extreme zoom-in, the installative shoes that hung in the edges: does not leave behind a relieve. <\/span><\/p>\n Markus Keim<\/strong> was born in Italy in 1969. He studied history and political science at the University Innsbruck and theater studies at the University of Bologna. From 1999 to 2005 he was an actor in the independent theater group “theatercombinat wien”. He lives and works in Vienna.<\/span><\/em><\/p>\n Beate Hecher<\/strong> was born in Austria in 1972. She studied sculpture at the Academy of Fine Arts in Vienna. In addition to her artistic activity, she works as a motion and graphic designer. She lives and works in Vienna.<\/span><\/em><\/p>\n – <\/strong><\/p>\n Tr\u00eave adalah filem pasca perang, yang berarti filem ini berusaha mengungkap beberapa fakta dan emosi yang terkandung beberapa tahun setelah perang Libanon. Fokus utama filem ini adalah seorang veteran perang bernama Riad El Hajj. Tr\u00eave tidak memiliki tempo cepat namun sepanjang filem, pengakuan dari Riad dan beberapa veteran lainnya membuat filem ini memacu keingintahuan penonton tentang apa yang terjadi saat perang berlangsung. Pengakuan tersebut sesungguhnya juga memperlihatkan api dendam yang masih tersimpan, dan di konfrontir langsung oleh pembuat filemnya.<\/p>\n Lahir di Beirut, Lebanon, pada tahun 1983, Myriam el Hajj<\/strong> mempelajari sinema di Lebanon dan mendapatkan gelar Master dalam studi pembuatan filem di Paris. Filem pendek terbarunya, Off War Beirut, diproduksi di Paris dan telah terpilih untuk diputar di berbagai festival. Myriam mengajar studi sinema di Akademi Seni Murni Lebanon.<\/em><\/p>\n Tr\u00eave is a post-war film, meaning the film attempts to reveal several facts and emotions contained in the years after the Lebanon war. The film main focus is a war veteran named Riad El Hajj. Tr\u00eave does not have a fast tempo but throughout the film, the testimonies of Riad and several other veterans have the film spurring the audience’s curiosity on what happened during the war. The testimonies actually also reveals the buried amber of grudges, and it is directly confronted by the film maker.\u00a0 <\/span><\/p>\n Born in Beirut, Lebanon in 1983, Myriam el Hajj<\/strong> did her cinema studies in Lebanon and master\u2019s degree in filmmaking in Paris. Her latest short film, Off War Beirut, was produced in France and selected in several festivals. Myriam teaches cinema at the Lebanese academy of fine arts (ALBA).<\/span><\/em><\/p>\n –<\/p>\n <\/strong><\/p>\n Sajak dan bait puisi dinapaskan tidak hanya dalam bisikan-bisikan teks dan suara, tetapi juga menggunakan butir-butir pasir yang dibentuk indah menggunakan jari-jemari pemain. Kita melihat pemandangan kota pada akhir September, ketika angin musim dingin mulai berhembus dan tangan-tangan yang dihangatkan oleh api jalanan. Walaupun diiringi dengan visualisasi, pertunjukan, dan bait indah dari puisi Jalaluddin Rumi, namun filem ini bicara banyak tentang problematika kontemporer di Iran.<\/p>\n Maryam Takafory<\/strong> (lahir di Iran) adalah seorang seniman yang tinggal bekerja di London. Ia menggunakan bahasa-bahasa alegoris, monolog, dan berbagai motif simbolis serta tekstual dalam karya-karya visualnya. Filem-filem Tafakory telah diputar di berbagai festival filem internasional seperti di Rotterdam, Edinburgh, dan Zurich.<\/em><\/p>\n Poetic rhymes and verses are breathed not only in the whispers of texts and voice, but also through grains of sand beautifully shaped by the fingers of the player. We see city landscape at the end of September, when winter wind begins to blow and hands are kept warm at the fire in the streets. Despite being accompanied by visualization, performances, and beautiful verse from Jalaluddin Rumi’s poem, the film speaks a volume of contemporary problems in Iran. <\/span><\/p>\n Maryam Tafakory<\/strong> (b. Iran) is an artist living and working in London.She explores allegorical forms of visual narrative, inner monologues and storytelling in her part-documentary work, using abstracted, symbolic and textual motifs and their on-screen representation.Her work is screened internationally including, Rotterdam International Film Festival, Edinburgh International Film Festival.<\/span><\/em><\/p>\n –<\/p>\n <\/strong><\/p>\n Cerita adalah salah satu penampang utama dalam filem naratif. Namun dalam So Long, cerita di distorsikan dengan gambar-gambar bertumpuk, namun saling berkaitan. Distorsi ini, menciptakan efek lain semacam ingatan atau dunia pararel dari kisah sentimentil yang berusaha diucapkan, sehingga penonton akan mengalami beberapa kisah dari karakter filem hanya dari satu frame<\/em> saja.<\/p>\n Maria Berns<\/strong> adalah seorang penulis dan pembuat filem. Filem-filem pendeknya telah diputar di beberapa festival di Amerika Serikat dan berbagai negara Eropa, seperti Festival Filem Dresden dan Berlin. Ia memenangkan penghargaan bergengsi Kodak Award untuk filemnya yang berjudul The Bride.<\/em><\/p>\n Story is one of the main surfaces of a narrative film. Yet in So Long, the story is distorted by overlapping yet interrelated images. The distortion created a different effect like memories or a parallel world from the sentimental story that seeked to be told, that the audience will experience several stories of the film character only in a single frame.\u00a0 <\/span><\/p>\n Maria Berns<\/em><\/strong> is a filmmaker and writer. Her short films have been shown at festivals in the United States and Europe including the Dresden Film Festival and the Berlin Film Festival. Her awards include the prestigious Kodak Award for her film The Bride.<\/em><\/span><\/p>\n – <\/strong><\/p>\n Berdasarkan novel El Filibusterismo<\/em>-nya Jose Rizal di akhir abad ke-19, drama sinematik ini termakna sebagai pencarian kembali hakikat negara-bangsa pada situasi pasca nasionalisme, kala gagasan dan konsep berbangsa dari para perintis pemersatu, kenyataannya kini menjelang punah. Mengekspose sekuen-sekuen panjang dalam kanvas lebar-lebar, filem ini membentangkan cakrawala pengembaraan revolusioner tiga sejawat nasionalis-intelektual serta jejak-jejak liberte<\/em>, egalite<\/em>, fraternite<\/em> mereka yang coba digapai juga lewat puisi, seni, dan sinema. Kolonialisme sebagai narasi traumatik tidak merupakan romansa yang surut di negeri-negeri bekas terjajah, dengan Filipina sebagai ranah fantasmagori revolusi lewat figur-figur nasional, bayang-bayang rakyat, pendirian pribadi, manusia, alam, dan kemerdekaan, juga fatalisme dan konsekuensi akan semua itu.<\/p>\n Lav Diaz<\/strong> adalah sutradara kelahiran Mindanao, Filipina. Telah membuat filem dalam dua puluh tahun terakhir dan memenangkan beberapa penghargaan, seperti dari Venice Film Festifal dan Toronto Film Festival. Film terbarunya, A Lullaby to the Sorrowful Mystery mendapat penghargaan Silver Bear Alfred Bauer Prize, Berlin International Film Festival tahun 2016.<\/em><\/p>\n Based on the Jose Rizal’s El Filibusterismo in the late 19th century, this cinematic drama is interpreted as retrieval of the nature of the nation-state in the aftermath of nationalism, when the ideas and concepts of the pioneers of unifying the nation, the reality is now approaching extinction. Exposing long sequences within wide canvas, the film stretches the horizon of revolutionary odyssey of three nationalist-intellectuals colleagues as well as the traces of their liberte, egalite and fraternite that were also tried to be reached through poetry, art and cinema. Colonialism as a narrative of the traumatic was not a romance subsiding in the ex-colonized, with the Philippines as the realm of revolution fantasmagorie through figures of national, the shadow of people, the establishment of a personal, human, natural, and independence, as well as fatalism and the consequences of them all.<\/span><\/p>\n Lav Diaz<\/strong> is a Filipino filmmaker, born in Mindanao. He has been making films in twenty years and won several international awards, among others are from the Venice Film Festival and the Toronto Film Festival. His recent film, A Lullaby to the Sorrowful Mystery got Silver Bear Alfred Bauer Prize from Berlin International Film Festival 2016.<\/span><\/em><\/p>\n –<\/p>\n <\/strong><\/p>\n Beberapa sekuen gambar yang membentuk hubungan naratif dan hubungan puitis untuk mengukur sejauh mana hubungan horizontal dari sebuah jukstaposisi image<\/em>. Beberapa adegan filem ini dipandu oleh sebuah permulaan tentang awal hubungan gambar yang liner, namun satu objek, gambar seolah dicacah menjadi banyak sudut bidang dengan sekuen gambar yang dipercepat. Seperti hubungan diakoronik dari struktur bahasa yang di belah secara horizontal, gambar-gambar yang dicacah secara geometri tersebut seakan membeberkan sisi suram dari sebuah ruang. Sampai kemudian sebuah footage dari ekspresionisme Jerman, yang memberikan pengaruh bidang dan ruang, juga memberikan sebuah horor tersendiri dari ungkapan batin manusia.<\/p>\nAn Inaccurate Distance<\/strong> (Giovanni Giaretta, Italy, 2015, 16mins)<\/h3>\n
Saida Despite The Ashes <\/strong>(Soumaya Bouallegui, Tunisia, 2016, 52mins)<\/h3>\n
The Ember of The Ashes <\/strong>(Nicolas Azalbert, France, 2015, 63mins)<\/h3>\n
\n<\/strong><\/span><\/p>\nChamp Des Possibles <\/strong>(Cristina Picchi, Canada\/Sweden\/Italy, 2015, 14mins)<\/h3>\n
Kodachrome <\/strong>(K-14 [Agatha Corniquet, Julien Doigny, Nicolas Lebecque, Thyl Mariage, Lydie Whishaupt-Claudel]<\/em>, Belgium, 2013, 63mins)<\/h3>\n
Sand <\/strong>(Brice Bowman, USA, 2015, 9mins)<\/h3>\n
Men From Montreal In November <\/strong>(Grigorie Jacob, Marc-Antoine Sinibaldi, Pascal Robitaille, Matthew Wolkow, Canada, 2015, 6mins)<\/h3>\n
\n<\/strong><\/em><\/p>\nUna Societa\u0300 di Servizi (Luca Ferri, Italia, 2015, 30mins)<\/h3>\n
Break In <\/strong>(Mikel Aristregi & Jose Bautista, Spain, 2015, 25mins)<\/h3>\n
Zone Zero <\/strong>(Farzad Moloudi, Belgium, 2015, 105mins)<\/h3>\n
Mare Mediterraneum <\/strong>(Markus Keim & Beate Hecher, Austria, 2016, 10mins)<\/h3>\n
\n<\/em><\/p>\nTr\u00eave <\/strong>(Myriam el Hajj, Lebanon, 2016, 67mins)<\/h3>\n
Poem and Stone <\/strong>(Maryam Tafakory, Iran, 2015, 10mins)<\/h3>\n
So Long <\/strong>(Maria Berns, Mexico, 2016, 67mins)<\/h3>\n
\n<\/em><\/p>\nA Lullaby of The Sorrowful Mystery <\/strong>(Lav Diaz, Philippines, 2016, 485mins)<\/h3>\n
Something Horizontal <\/strong>(Blake Williams, Canada, 2015, 10mins)<\/h3>\n