Where Can I Buy Ambien Uk Buying Ambien Online Safe Buy Cheap Zolpidem Uk Order Ambien Buy Ambien Uk Zolpidem Buy Online Australia
 In ARKIPEL 2024 - Garden of Earthy Delights, ARKIPEL Garden of Earthly Delights, Festival Stories, Festival Updates, Opening Night

Malam Pembukaan ARKIPEL: Memperluas Taman Sosial dan Budaya

Pada tanggal 24 Agustus 2024, ARKIPEL Garden of Earthly Delights – 11th Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival resmi dibuka di Forum Lenteng, Jakarta, menandai perayaan tahunan yang sangat dinantikan oleh para seniman, penggiat film, dan intelektual kritis, baik dari Indonesia maupun internasional. Festival ini telah menjadi ajang penting dalam persebaran dan perkembangan sinema eksperimental serta dokumenter di Indonesia. Dengan tema “Garden of Earthly Delights”, pada tahun ini, ARKIPEL tidak hanya menghadirkan kemewahan visual yang memukau, tetapi juga menggugah pemikiran kritis mengenai isu-isu sosial dan geopolitik kontemporer yang relevan dengan situasi global saat ini.

Luthfan Nur Rochman, yang bertindak sebagai direktur festival, menjelaskan bahwa ARKIPEL tahun ini dirancang untuk menawarkan sebuah pengalaman sinematik yang tidak hanya menyentuh indera, tetapi juga membuka ruang bagi dialog kritis di masyarakat. Menurutnya, film-film yang dikurasi khusus untuk festival ini memberikan pengalaman yang mendalam dan penuh refleksi, terutama dalam menyoroti bagaimana teknologi media dan sinema dapat membentuk dan mempengaruhi persepsi kita terhadap dunia di sekitar kita.

Contoh nyata dari kekuatan sinema eksperimental ini bisa dilihat dari film kuratorial hari pertama yang ditayangkan pada acara pembukaan. Film-film ini berhasil memberikan kesan yang kuat dengan penggunaan unsur horor yang sangat jelas, ditambah dengan intensitas visual yang menggetarkan. Suara dan gambar yang ditampilkan dalam Kuratorial ini dirangkai dengan cara yang mampu memicu imajinasi penonton, menciptakan atmosfer yang mampu menyentuh dan merangsang semua indera kita. Ini menunjukkan potensi besar sinema eksperimental dalam menyampaikan narasi yang kompleks dan penuh makna, memperlihatkan bagaimana sinema bisa menjadi alat yang efektif untuk mengajak penonton merenung dan berpikir kritis.

Selain itu, ARKIPEL juga menjadi ajang yang penting bagi sinema Indonesia untuk bersanding dengan karya-karya internasional. Festival ini memberikan kesempatan bagi sineas lokal untuk memanfaatkan dan mengadaptasi medium sinema dalam menjawab berbagai tantangan kontemporer. Sebagai bagian dari festival, pameran seni yang digelar secara bersamaan menampilkan karya-karya dari maestro seni lukis Indonesia, seperti Soedjojono, Nashar, Rastika, dan Soedibio, yang dipadukan dengan film-film terpilih dari berbagai edisi ARKIPEL sebelumnya dan beberapa karya terkini. Penggabungan ini tidak hanya memperkaya tema sensori yang diusung, tetapi juga menambah kedalaman makna, dengan menunjukkan bagaimana seni rupa dan sinema dapat saling melengkapi untuk menciptakan pengalaman inderawi yang lebih kaya dan kompleks.

Dalam konteks global, ARKIPEL juga memperkuat jaringannya dengan berkolaborasi bersama institusi-institusi internasional seperti Videotage dari Hong Kong dan Taiwan Docs. Kolaborasi ini memperkaya perspektif festival, memungkinkan diskusi yang lebih luas tentang bagaimana tubuh dan lanskap sosial dipengaruhi oleh dinamika geopolitik, baik di tingkat lokal maupun global. Program-program ini menegaskan pentingnya sinema sebagai alat yang ampuh untuk memahami dan merespons isu-isu yang sedang dihadapi oleh masyarakat dunia.

Dengan dukungan dari berbagai institusi nasional, seperti Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, serta LPDP, ARKIPEL terus menunjukkan komitmennya untuk menjadi platform yang memperkuat wacana kritis dan menjaga integritas budaya di tengah arus globalisasi yang semakin cepat. Festival ini tidak hanya sekadar ajang pemutaran film, tetapi juga menjadi ruang yang memupuk solidaritas dan dialog kritis lintas batas, menjadikan ARKIPEL sebagai salah satu festival film terpenting di Asia.

Yuki Aditya, selaku direktur artistik, menyoroti proses transisi kepemimpinan dari dirinya (yang selama sepuluh tahun menjadi direktur festival) ke Luthfan sebagai momen penting bagi ARKIPEL. Ia menyebutkan bahwa perubahan ini menunjukkan dinamika regenerasi yang sehat dengan adanya pemimpin yang lebih muda dan bersemangat. Yuki juga menggarisbawahi bahwa Indonesia dan Asia pada umumnya menghadapi berbagai bentuk manipulasi yang dirancang untuk mengendalikan cara berpikir warga negaranya. Dalam konteks ini, Forum Lenteng memiliki peran penting sebagai wadah yang memungkinkan berbagai sikap dan pandangan berkembang, membantu masyarakat untuk berpikir secara kritis dan mandiri.

Lebih lanjut, Yuki menjelaskan bahwa salah satu tujuan utama Forum Lenteng dan ARKIPEL adalah menciptakan ruang di mana kita dapat merasakan pengalaman bersama, agar tetap bersatu dan kritis dalam menghadapi tantangan-tantangan global. Ia mengingatkan bahwa taman-taman sosial dan budaya kita tidak boleh dibatasi oleh apa pun, dan menekankan pentingnya menjaga persaudaraan dan solidaritas di tengah masyarakat. Dengan demikian, ARKIPEL bukan hanya festival film, tetapi juga sebuah gerakan yang bertujuan untuk melindungi dan memperkuat kebebasan berpikir dan berekspresi, baik di Indonesia maupun di dunia.

Setelah layar menutup, riuh tepuk tangan merayakan selesainya penayangan, suasana berangsur hangat oleh denting nostalgia dari lagu-lagu Asia Tenggara yang diputar. Setiap nada membangkitkan kenangan, membawa para hadirin menelusuri lorong waktu, mulai dari era 60-an hingga 80-an. Kaki-kaki yang semula tenang kini mulai bergerak, mengikuti alunan musik yang kian menggugah.

Indonesia, Kamboja, Thailand, dan Vietnam berbicara dalam satu musik. Taman-taman berpadu dalam tarian, setiap langkah mengekspresikan sukacita dan kerinduan yang tersimpan. Hingga akhirnya, ketika malam kian menua, terdengar alunan yang dikenal baik oleh tanah ini, “Sintren”. Nada-nada magisnya menyusup ke dalam jiwa, mengakhiri pesta dengan kesyahduan. Setiap orang bergerak seakan digerakkan oleh kekuatan yang tak terlihat, menyatu dalam khusyuk, meresapi setiap detik dalam harmoni. Sebuah penutup yang sempurna, menegaskan bahwa seni adalah jembatan lintas waktu dan ruang.

ARKIPEL Opening Night: Expanding the Social and Cultural Garden

On August 24, 2024, ARKIPEL Garden of Earthly Delights – 11th Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival officially opened at Forum Lenteng, Jakarta, celebrating a highly anticipated annual event for artists, film activists, and critical intellectuals, both Indonesian and international. The festival has become an important event in the dissemination and development of experimental and documentary cinema in Indonesia. With the theme “Garden of Earthly Delights”, this year, ARKIPEL brings not only stunning visual extravagance, but also critical thinking on contemporary social and geopolitical issues which are relevant to the current global situation.

Luthfan Nur Rochman, the festival director, explained that this year’s ARKIPEL is designed to offer a cinematic experience that not only touches the senses, but also opens up spaces for critical dialog in society. According to him, the films specially curated for the festival provide deep and reflective experiences, mainly in highlighting how media technology and cinema can shape and influence our perception of the world around us.

A clear example of the strength of experimental cinema could be seen in the first day’s curatorial films shown at the opening ceremony. These films managed to make a compelling impression with their clear use of horror elements, along with electrifying visual intensity. The sounds and images featured in this curatorial were assembled in a way that triggered the audiences’ imagination, creating an atmosphere that touched and stimulated all of our senses. This demonstrated the great potential of experimental cinema in conveying complex and meaningful narratives, showing how cinema can be an effective tool to engage the audiences in contemplation and critical thinking.

In addition, ARKIPEL is also an important event for Indonesian films to compete with international films. The festival provides an opportunity for local filmmakers to utilize and adapt the medium of cinema in response to contemporary challenges. As part of the festival, the art exhibition concurrently shows works by Indonesian painting maestros, such as Soedjojono, Nashar, Rastika, and Soedibio, combined with selected films from previous editions of ARKIPEL and some recent works. This combination not only enriches the sensory theme, but also adds depth of meaning, by showing how fine art and cinema can complement each other to create a richer and more complex sensory experience.

In a global context, ARKIPEL also strengthens its network by collaborating with international institutions such as Videotage from Hong Kong and Taiwan Docs. These collaborations enrich the festival’s perspective, enabling broader discussions on how bodies and social landscapes are affected by geopolitical dynamics, both locally and globally. These programs affirm the importance of cinema as a powerful tool for understanding and responding to issues that are being faced by the world community.

With the support of various national institutions, such as the Ministry of Education, Culture, Research, and Technology of the Republic of Indonesia, as well as LPDP, ARKIPEL continues to demonstrate its commitment to become a platform that strengthens critical discourse and maintains cultural integrity in the midst of accelerating globalization. The festival is not just a screening event, but also a space that fosters solidarity and critical dialogue across borders, making ARKIPEL one of the most important film festivals in Asia.

Yuki Aditya, the artistic director, highlighted the transition of leadership from himself (who had been the festival’s director for ten years) to Luthfan as an important moment for ARKIPEL. He mentioned that this change indicates a positive dynamic of regeneration with a younger and more energetic leader. He further underlined that Indonesia and Asia in general face various forms of manipulation designed to control the way of thinking of its citizens. In this context, Forum Lenteng plays an important role as a platform that allows different attitudes and views to flourish, helping people to think critically and independently.

Furthermore, Yuki explained that one of the main goals of Forum Lenteng and ARKIPEL is to create a space where we can experience together, in order to remain united and critical in facing global challenges. He reminded us that our social and cultural gardens should not be limited by anything, and emphasized the importance of maintaining comradeship and solidarity in society. Thus, ARKIPEL is not just a film festival, but also a movement that aims to protect and strengthen freedom of thought and expression, both in Indonesia and the world.

As the screen closed and the applause celebrated the completion of the screening, the atmosphere was warmed by the nostalgic tones of the Southeast Asian songs that were played. Each note evoked memories, taking the crowd through a passage of time, from the ’60s to the ’80s. The feet that were previously calm began to move, following the increasingly evocative music.

Indonesia, Cambodia, Thailand and Vietnam all spoke in unison. The gardens blended into the dance, each step expressing joy and longing. Until finally, as the night wore on, a familiar melody from this land, “Sintren”, was played. Its magical tones penetrated into the soul, ending the feast with solemnity. Everyone moved as if driven by an unseen force, united in a trance, soaking up every second in harmony. A perfect finale, confirming that art is a bridge beyond time and space.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Not readable? Change text. captcha txt

Start typing and press Enter to search

X