Awarding Night: Hantu-Hantu yang Bergentayangan di Malam Penutupan
Malam itu, acara penutupan ARKIPEL Noli Me Tangere – 10th International Documentary and Experimental Film Festival tidak hanya dipenuhi oleh hadirin dari sekitar Jakarta dan tamu-tamu spesial dari berbagai provinsi dan mancanegara, tapi juga dihadiri oleh hantu-hantu yang duduk di cabang-cabang pohon di sekitar Forum Lenteng, di pot-pot tanaman, di bawah kursi-kursi, dan melayang-layang mengisi atmosfer. Kehadiran mereka adalah bentuk dukungan terhadap filem yang dibintangi oleh salah satu kerabat mereka yang hidup di tanah rantau.
Salah satu hantu yang duduk di jendela sambil merokok mengakui, ia bangga pada filem yang dibintangi kerabatnya itu karena perannya tidak terjebak untuk menakut-nakuti, tidak juga peran untuk lucu-lucuan, tapi membawa isu-isu yang mereka saksikan sepanjang zaman. Dan ia merasa perlu untuk menyampaikannya lagi kepada manusia sebagai sesama makhluk yang tinggal di dunia. Pernyataan hantu ini disetujui oleh hantu lain yang tiba-tiba loncat dari dahan pohon. Hantu yang bersimpuh di kaki seorang penonton mengatakan, hal-hal yang dibahas dalam filem itu mengingatkannya pada masa lalu ketika ia bebas melompat dari satu pohon satu ke pohon lain. Sayangnya area itu sudah ditumbuhi pabrik.
Kegiatan gentayangan mereka di malam penutupan itu tidak sia-sia karena filem kolaborasi Belanda, Hong Kong dan Cina, An Asian Ghost Story (2023) karya Bo Wang berhasil memenangkan dua penghargaan sekaligus, yakni Arkipel Award dan Forum Lenteng Award (penghargaan yang tentukan oleh semua anggota Forum Lenteng). Mereka pun bersorak, sorak yang hanya bisa dirasakan oleh hadirin manusia melalui daun-daun yang bergoyang-goyang dan angin-angin tipis yang energinya agak memanas.
Dalam catatan juri untuk Arkipel Award, Laura Kloeckner, seorang kurator dan produser yang berbasis di Berlin mengatakan, “filem ini membahas dengan bijak karakter hantu perempuan–tema yang sangat populer dalam budaya populer filem-filem horor di Asia Tenggara–tetapi selama ini jarang dieksplorasi dengan serius dalam perspektif yang demikian. Pilihan cerdas untuk menyelipkan kisah hantu dalam konteks industri dan warisan Perang Dingin membawa pengalaman menonton yang mendalam dan merangsang pemikiran.”
Selain penghargaan tersebut, ARKIPEL Noli Me Tangere – 10th International Documentary and Experimental Film Festival juga memberikan penghargaan untuk Jury Award, Peransi Award, dan Honorary Mention.
Jury Award diberikan kepada filem dari Belgia, The Porters (2022) karya Sarah Vanagt. Dalam catatan penjurian, Hafiz Rancajale menyampaikan, “filem ini menggunakan pendekatan permainan sederhana untuk menghidupkan masa lalu dan arsip-arsip sejarah. Pendekatan ini membawa kita ke dalam sebuah pengalaman di mana periode kolonial menjadi sebuah objek yang dimainkan dengan cerdas, melalui sudut pandang subjek filem ini, yaitu para pemuda keturunan Afrika di Belgia.”
Sementara Peransi Award, sebuah penghargaan yang ditujukan untuk filemmaker muda diberikan kepada filem Will You Look At Me (2022) karya Shuli Huang dari Cina. Nama penghargaan ini terinspirasi dari David Albert Peransi (1939-1993), sosok seniman yang sangat penting dalam dunia sinema dokumenter dan eksperimental di Indonesia. Afrian Purnama, menyampaikan, “filem ini membawa kita pada perjalanan pribadi yang mendalam dan puitis yang mengungkapkan kegelisahan masyarakat yang tidak memberikan ruang bagi keragaman manusia.”
Untuk Honorary Mention, para juri memberikan penghargaan ini kepada dua filem dengan pendekatan berbeda, namun sama-sama memberikan atmosfer yang istimewa. Dua filem ini juga memantik berbagai diskusi terkait manusia dengan tantangan sosial. Filem-filem tersebut adalah Mangosteen (2022) asal Thailand, karya Tulapop Saenjaroen, dan filem kolaborasi Belgia, Qatar dan Palestina, R21 aka Restoring Solidarity arahan Mohanad Yaqoubi.
Yuki Aditya, direktur ARKIPEL Noli Me Tangere – 10th International Documentary and Experimental Film Festival mengatakan, pada penyelenggaraan dahulu, kita biasanya ada di panggung, sementara penonton ada di tempat duduk untuk audiens di bawah. Tapi dengan penyelenggaraan lebih intim ini, baik saya, kita semua ada di posisi berdiri yang sama. Selain penutupan festival dan pemberian penghargaan, malam itu menjadi acara penyambutan bagi tamu-tamu simposium Thinkwell yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia dan mancanegara. Simposium ini akan dilaksanakan setelah penutupan ARKIPEL.
Setelah acara malam itu selesai, berbagai perbincangan dan sesi karaoke berakhir, hantu-hantu yang hadir tidak lantas beristirahat atau tidur pulas layaknya manusia. Mereka tetap bergentayangan dan menyaksikan berbagai perubahan zaman, lalu menertawakan macam-macam tingkah manusia.
Awarding Night: The Ghosts that Roamed the Closing Night
That night, the closing ceremony of ARKIPEL Noli Me Tangere – 10th International Documentary and Experimental Film Festival was not only filled with attendees from around Jakarta and special guests from various provinces and abroad, but also attended by ghosts sitting on tree branches around Forum Lenteng, in plant containers, under chairs, and hovering around the atmosphere. Their presence was a form of support for the film starring one of their relatives living in the overseas land.
One of the ghosts sitting at the window and smoking admitted that he was proud of the film because his relative’s role was not stuck in scaring people, nor was it a role to be funny, but brought up issues that they had witnessed throughout the ages. And he felt the need to convey them again to humans as fellow creatures living in the world. This ghost’s statement was agreed to by another ghost who suddenly jumped from a tree branch. The ghost who knelt at the feet of an audience member said that the things discussed in the movie reminded him of the old days when he was free to jump from one tree to another. Unfortunately, the area has been overgrown with factories.
Their wandering activities on the closing night were not in vain because the Dutch, Hong Kong and Chinese collaboration film, An Asian Ghost Story (2023) directed by Bo Wang won two awards at once, namely the Arkipel Award and the Forum Lenteng Award (an award determined by all members of Forum Lenteng). They burst into cheers that could only be felt by the human audience through the swaying leaves and the thin wind with its slightly heated energy.
In the jury notes for the ARKIPEL Award, Laura Kloeckner, a Berlin-based curator and producer said, “the movie wisely addresses the character of female ghosts—very popular themes in the popular culture of Southeast Asian horror movies—but has rarely been seriously explored in this perspective. The smart choice to set the ghost story in the context of the industry and the legacy of the Cold War makes for an immersive and thought-provoking watching experience.”
In addition, ARKIPEL Noli Me Tangere – 10th International Documentary and Experimental Film Festival also awarded the Jury Award, Peransi Award, and Honorary Mention.
The Jury Award was given to the Belgian film, The Porters (2022) by Sarah Vanagt. In the judging notes, Hafiz Rancajale said, “The film utilises a simple game approach to bring the past and historical archives to life. The approach brings us into an experience where the colonial period becomes an object to be played wittily, seen through the eyes of the film’s subject, the Afrodecendent youth in Belgium.”
Meanwhile, the Peransi Award, an award aimed at young filmmakers, was given to Shuli Huang‘s Will You Look At Me (2022) from China. The name of the award is inspired by David Albert Peransi (1939-1993), a very important artist in the world of documentary and experimental cinema in Indonesia. Afrian Purnama, said, “the film takes us on a deep and poetic personal journey that reveals the malaise of a society that does not hold space for human diversity.”
For the Honorary Mention, the jury gave it to two films with different approaches, but both provided a special atmosphere. These two films also sparked various discussions related to humans with social challenges. The films are Mangosteen (2022) from Thailand, by Tulapop Saenjaroen, and a collaboration between Belgium, Qatar and Palestine, R21 aka Restoring Solidarity (2022) directed by Mohanad Yaqoubi.
Yuki Aditya, director of ARKIPEL Noli Me Tangere – 10th International Documentary and Experimental Film Festival said, in the past, we were usually on stage, while the audience was seated slightly below in front of us. But with this more intimate event, both I, and we are all in the same standing position. In addition to the closing of the festival and the presentation of awards, the evening was a welcome event for the Thinkwell symposium guests who came from various provinces in Indonesia and abroad. This symposium will be held after the closing of ARKIPEL.
After the closing event is over, as well as the conversations and karaoke session, the ghosts do not rest or sleep like humans. They were still hanging around and watching the changes of the times and laughing at all kinds of humanity.