Country of Production: Indonesia
Language: Javanese, Japanese, Bahasa Indonesia, English
Subtitles: English
22 min, Color, 2013
–
Agenda:
International Competition 8
25/08/2013
GoetheHaus
13.00
30/08/2013
kineforum
17.00
Kota Solo menjadi tempat bertemu sekelompok orang Jepang yang sedang mengunjungi keluarga jauhnya di Indonesia. Dua kelompok orang tersebut tidak saling mengerti bahasa satu sama lainnya. Penghubung mereka hanyalah seorang pria Jawa yang mampu berbahasa Jepang dan sebuah kamera. Visual minimalis dan konsep perekaman sebuah reuni dari orang-orang yang sebelumnya hanya kenal melalui cerita verbal tanpa pernah bertemu sebelumnya, membuat kita merasa canggung di rumah sendiri dan di tempat yang menyimpan kisah lama sejak puluhan tahun lalu. Filem ini adalah sebuah dokumenter tentang persinggungan dua budaya, dua sejarah, dan dua kebiasaan. Penonton akan dibawa mejadi bagian dari pertemuan yang membiarkan suara tertentu terdengar dan membiarkan suara lainnya tetap diam.
–Yuki Aditya
The city of Solo becomes a meeting point of a group of Japanese who were away to visit their family in Indonesia. Those two groups are not mutually understand each other language. What and who connects them are a Javanese man who speaks Japanese and a camera recorder. Visual minimalism and the concept of recording a reunion of people who previously only known through verbal stories without ever having met before, made us feel awkward in our own home and at a place that holds old stories since many years ago. This film is a documentary about the intersection of two cultures, two histories, and two traditions. The audience will take part in the meeting which allows certain voice to be heard and let the others remain silent.
–Yuki Aditya