Materialitas gambar: ekstrapolasi dunia sebelum dan sesudah manusia
Materiality of Image: world extrapolation before and after human
Host I Gde Mika
Kamis, 28 Nov 2022 – 13:00
Materialitas gambar tidak dapat diukur sebatas massa, volume, atau kondisi lainnya yang dapat diraba. Gambar berada di persimpangan antara hal yang abstrak dan konkret. Kita bisa melihat contoh nyata persimpangan tersebut dalam interaksi sehari-hari: bandingkanlah seorang pelancong yang berkelana dan berjumpa dengan berbagai orang di belahan dunia, dengan orang yang diam di rumah tapi bertatap-tatapan dengan orang-orang di berbagai belahan dunia yang jumlahnya sama dengan pelancong tadi. Keduanya memiliki perbedaan sarana, yang satu dengan mobilitas fisik, yang satu melalui teknologi antarmuka (interface). Lalu, masihkah gagasan tentang petualangan mengacu pada mobilitas fisik sebagai ukuran utama? Gambar tidak menggantikan mobilitas fisik, melainkan ia menjadi perluasan untuk menjangkau lintasan dimensi yang belum terjamah oleh mobilitas fisik tersebut.
Dalam keseharian, kita semakin terbiasa berinteraksi dengan antarmuka. Moda interaksi ini membiasakan posisi yang saling berhadapan, sehingga salah satu pihak tak dapat merayap dari belakang untuk berjumpa, mengenali, apalagi menikam pihak lainnya dari belakang. Kita dapat menerapkan metafora ini ke dalam relasi antara latar depan (foreground) dan latar belakang (background) yang tampak jelas, namun kekuasaan yang melatari keduanya justru tidak terlihat. Ia tidak terletak atau mengambil tempat karena kemampuannya untuk menyelinap atau bersembunyi di balik gambar-gambar yang diproduksi. Melalui analisis terhadap cara sistem beroperasi, kita akan mampu mendefinisikan keterlibatan sistem melalui aparatus dan bentuk-bentuk manifestasinya. Jalan memutar inilah yang diambil oleh bahasa filem dan kuratorial program ini.
Kelima filem dalam program ini mengambil posisi yang berbeda-beda untuk mencari apa itu gambar: baik dari silsilahnya, mekanisme yang mendasarinya, hingga keterlibatan pihak luar di dalamnya. Ada pula spekulasi bahwa yang imajiner ini dapat menggantikan yang nyata, semacam mengambil bagian atau tempat dalam dunia. Mengandaikan alat sebagai suatu akses mudah untuk menjangkau dan menjelajah; sebagai perluasan dari citra. Filem-filem ini mencoba melihat penyusunan yang bersifat disposisional, yang digerakkan oleh jalinan antara pengguna, pelaku, hingga pengamat. Mekanisme sistem ini pun berperan dalam menempatkan suatu posisi dalam jaringan yang telah tersedia. Dengan kata lain, sistem menjadi penunjuk berbagai posisi lewat beragam keberperanan yang telah ditentukannya.
Filem Parasite Family (2022), The Film Factory (2022), dan Efficiency Exhibition (2022) mengejar silsilah gambar beserta mekanisme yang melandasinya. Parasite Family menjukstaposisi arsip foto-foto keluarga dengan wajah-wajah tanpa nama yang didistorsi menjadi berbagai macam bentuk kolase. The Film Factory melacak produksi gambar lewat rerentuhan bangunan pabrik penghasil bahan baku seluloid yang disandingkan dengan bekas peninggalan dari rezim yang memanfaatkannya. The Efficiency Exhibition melakukan analisis tentang mekanisme perangkat-perangkat lewat lintasan zaman Revolusi Industri, dari mekanisme Fordisme (perakitan barang dari bagian-bagian yang kemudian digabung menjadi keseluruhan) yang digabungkan dengan mekanisme biometrik dari perangkat digital. Titik tolak dari alat dalam sistem pengidentifikasian di mana setiap entitas yang menjadi masukan memerlukan semacam program untuk menguraikan mereka menjadi keluaran jenis tertentu.
The Efficiency Exhibition melihat relasi teknologi sebagai alat penaklukkan. Filem ini melakukan pelacakan kritis dari dan melalui gambar dengan menelusuri silsilah perangkat-perangkat tersebut beserta penggeraknya, yaitu lembaga-lembaga yang ada di baliknya. Filem ini merujuk pada metafora panoptikon, di mana menara pengawasan penjara yang menyinari bagian bawah menara secara terbatas mampu membuat orang-orang yang tidak terkena sinar tersebut merasa diawasi, sehingga mereka mengatur diri secara otomatis akibat suatu ancaman tanpa kekerasan fisik. Teknologi dalam sistem pengawasan membuat tubuh menjadi adaptif, dan kedua posisi itu terjalin asimetris; dari posisi yang dilihat oleh yang melihat segalanya. The Efficiency Exhibition menganalisis bagaimana sistem identifikasi menggunakan perangkat untuk mengekstrak tubuh biologis menjadi kumpulan-kumpulan data metrik yang mencirikan sistem sebagai sesuatu yang generatif, produktif, progenitif. Pergeseran ini membawa apa yang awalnya entitas biologis yang bersifat konkret menjadi entitas abstrak berupa angka, kemudian menjadi data murni biometrik. Perubahan ini ditelaah melalui berbagai peralatan yang tidak hanya menciptakan gambar, tapi juga korespondensi mekanisme dari alat dengan bagaimana tubuh dikontrol sekaligus diekstraksi.
Filem The Deep (2022) menggunakan distorsi dalam berbagai lapisan gambar yang acak, sedangkan filem Mova oborony (2022) menampilkan visual gerakan tubuh samar-samar di tengah hamparan padang pasir tak bernama. Kedua filem tersebut memperlihatkan fenomena hal yang maya: hilangnya titik yang statis, seperti posisi terbitnya matahari untuk memahami posisi di mana ia berada; tidak ada tenggara. Hal itu serupa dengan menurunnya indeksikalitas gambar pada filem ini akibat manipulasi digital yang mereduksi keserupaan antara gambar dengan dunia. Gambar pun menjadi bukan untuk siapa pun kecuali dirinya sendiri. Gambar menjadi objek simulatif, di mana realitas nyata takkan pernah hadir sepenuhnya, dan sisi inilah yang memungkinkan gambar untuk mendahului pengalaman di dunia. Pendahuluan ini menjadi suatu ekstrapolasi lewat spekulasi bahasa filemis, di mana kemungkinan apa pun dapat dipercepat melalui manipulasi digital.
Gambar pun menjauh dari apa yang telah ditetapkan oleh reproduksi mekanis, yang otomatis memberikan kesan kedekatan dengan dunia melalui kemiripannya. The Deep dan Mova oborony bukan sekadar parodi anakronistik, melainkan pelacakan terbentuknya dimensi gambar, yaitu asosiasi representasi dengan entitas selain gambar: hubungan sumbu horisontal-vertikal; sintagmatik-paradigmatik; hingga bias waktu oleh latar depan-latar belakang, secara tekstual. Aspek dua dimensionalitas yang terus teradopsi dan beradaptasi dengan beragam rupa dalam manifestasi konkretnya, yang juga bagian dari gambar. Persimpangan tadi pun menempatkan gambar dalam kemungkinan ekstrapolasi terhadap visi dunia lewat andaian bagaimana dunia sebelum manusia ada ataupun ketika manusia telah tiada–visi apokaliptik maupun kreasionis yang dapat disokong olehnya lewat pertemuan dimensi tadi.
The materiality of image is immeasurable in term of its mass, volume, or other tangible conditions. Images exist at the intersection of the abstract and the concrete. We can see real examples of this intersection in our daily interactions: compare a traveler who travels and meets various people in different parts of the world, with a person who stays at home but looks at the same amount of people in different parts of the world as that previous traveler. Both have different means: one through physical mobility and the other through interactions of technology interface. Then, does the idea of adventure still refer to physical mobility as its main measurement? Images do not replace physical mobility. It becomes an extension to reach dimensional trajectories that have not been touched by that physical mobility instead.
In daily life, we are getting used to interacting with interfaces. This mode of interaction makes the position of facing each other as our habit, so that one party cannot creep up from behind to meet, recognize, or backstab the other. We can apply this metaphor to the relationship between the foreground and background that is obvious, but the power underlying them is invisible. It is not located or taking any place, because of its ability to sneak in or hide behind the images it produces. Through an analysis of the way the system operates, we will be able to define the involvement of the system through its apparatus and forms of manifestation. It is this detour that the film language and curatorial of this program has taken.
The five films in this program take different positions to find the definition of an image: its genealogy, the mechanisms underlying it, and the involvement of outsiders in it. There is also speculation that this imaginary can replace the real, sort of taking part or place in the world. The consideration of tools as an easy access to reach and explore; as an extension of the image. These films try to see a dispositional arrangement, driven by the relationship between users, actors, and observers. This system’s mechanism also plays a role in placing a position in the existing network. In other words, the system becomes an indicator of various positions through the various roles it has determined.
The films Parasite Family (2022), The Film Factory (2022), and The Efficiency Exhibition (2022) trace the lineage of image and the mechanism underlying it. Parasite Family juxtaposes archives of family photos with anonymous distorted faces into various collage forms. The Film Factory traces film production through the ruins of a factory building for the production of celluloid raw materials juxtaposed with remnants from the regime that used it. The Efficiency Exhibition analyzes the mechanisms of devices through the trajectory of the Industrial Revolution, from the Fordism mechanism (assembly of goods from parts which are then combined into a whole) combined with the biometric mechanisms of digital devices. The starting point of the tool is in the identification system where each input entity requires some kind of program to decompose them into outputs of a certain type.
The Efficiency Exhibition sees technological relations as a means of conquest. This film conducts critical tracking from and through images by tracing the lineage of these devices and their drivers, namely the institutions behind them. This film refers to the panopticon metaphor, in which a prison’s control tower that limitedly illuminates the bottom of the tower is able to make those unexposed by light feel as if they were watched so that they organize themselves automatically due to a threat without physical violence. The technology in the surveillance system makes the body adaptive, and the two positions are asymmetrically intertwined; from the position seen by the all-seeing. The Efficiency Exhibition analyzes how identification systems use tools to extract biological bodies into sets of metric data that characterize systems as generative, productive, and progenitive. This shift brought what was originally a concrete biological entity to an abstract entity in the form of numbers, then to pure biometric data. These changes are examined through various tools that create not only images but also the correspondence of mechanisms of the tools with how the body is controlled as well as extracted.
The Deep (2022) uses distortion in various layers of random images, while Mova oborony (2022) presents a visual of the obscure movement of a body amidst a nameless desert. Both films show the virtual phenomena: the loss of a static point, such as the position of the rising sun to understand the position where it is located; at loss of directions. This is similar to the decreasing indexicality of images in this film due to digital manipulation which reduces the similarity between images and the world. The image belongs to none other than itself. Images become simulative objects, wherein reality is never fully present, and it allows the image to precede the experience in the world. This precedent becomes an extrapolation by means of speculation on filmic language, in which any possibility can be accelerated through digital manipulation.
The images also move away from what has been determined by mechanical reproduction, which automatically gives the impression of closeness to the world through its resemblance. The Deep and Mova oborony are not just an anachronistic parody. They are the tracking of the formation of image dimensions, namely the association of representations with entities other than images: the horizontal-vertical axis relationship; syntagmatic-paradigmatic; a time bias by foreground-background, textually. The aspect of two-dimensionality continues to adopt and adapt to various forms in its concrete manifestations, which are also part of the image. This intersection also places the image in the possibility of extrapolation to the world’s vision through assumptions about how the world was before humans existed or in the moment the humans were gone – apocalyptic or creationist visions that can be supported by this dimensional encounter.
Film List
The Efficiency Exhibition
Filmmaker Di Hu
Country of Production Ireland
Language English
Subtitle English
35 min, stereo, HD, color, 2022
Sebuah filem yang melacak macam-macam bentuk teknologi: dari analog yang menjadi penanda kemunculan mekanisme Fordisme (perakitan barang dari bagian-bagian yang kemudian digabung menjadi keseluruhan), hingga mekanisme digital di masa kini. Keduanya beriringan dalam perangkat yang menyokong suatu intensi dari sosok di baliknya, yang kemudian menjalar sampai membentuk jaringan kompleks yang pada akhirnya mengekstraksi tubuh ke dalam bentuk angka.
A film that tracks various forms of technology: from the analog which marks the emergence of the Fordism mechanism (the assembly of goods from parts that are then combined into a whole) to the digital mechanisms of today. Both of them are adjacent in a device that supports an intention from the figure behind it, which then spreads to form a complex network that in the end extracts the body into the form of the number.
Di Hu adalah seniman-peneliti berbasis Shanghai dan Dublin. Karyanya lintas film, video, dan fotografi; menyelidiki warisan sinema melalui interpretasi bentuk, kode, dan narasi film. Praktik artistiknya juga meneliti efek dari dominasi teknologi di masyarakat kita.
Di Hu is an artist-researcher based in Shanghai and Dublin. His work across film, video and photography investigates the legacy of the cinema through interpretation of forms, codes and narratives of films. His artistic practice also examines the effects of the dominance of technology in our society.
Mova oborony
Filmmaker Oleksandr Isaienko
Country of Production Ukraine
Language –
Subtitle –
12 min, stereo, 16:9, HD, color, 2021
Permainan audio-visual dengan manipulasi gambar digital yang menampilkan gerakan tubuh di tengah hamparan gurun tanpa nama, beriringan dengan ketukan dengan ritme konstan. Hubungan gambar dan audio kemudian membentuk komposisi antara gerak yang mandiri satu sama lainnya—dalam artian tidak berupaya untuk saling mengilustrasikan, melainkan muncul secara serempak dan berdampingan, memunculkan kesan motorik sekaligus sensorik.
An audio-visual play with digital image manipulation that displays body movements amidst a nameless desert, accompanied by a constant rhythmic beat. The relationship of image and audio forms a composition between movements that are independent of one another—in the sense that they do not attempt to illustrate each other, but appear simultaneously adjacent, giving rise to both motor and sensory impressions.
Oleksandr Isaienko lahir tahun 1976 di Izmail, UkrSSR. Ia adalah seniman Ukraina yang bekerja dengan berbagai media, termasuk fotografi, video, dan teks. Hidup dan bekerja di Odessa, Ukraina.
Oleksandr Isaienko was born in 1976 in Izmail, UkrSSR. He is a Ukrainian artist who works with various media, including photography, video, text. Lives and works in Odesa, Ukraine.
The Deep
Filmmaker Gavin Hipkins
Country of Production New Zealand
Language English
Subtitle English
10 min, stereo, 3:2, HD, color, 2022
Kumpulan citra-citra terdistorsi yang tak terikat satu sama lain, tanpa hubungan selain perubahan tekstural melalui berbagai lapisan warna, corak, dan motif. Distorsi ini mengaburkan apa yang hendak dilapisi atau berada di balik lapisan tadi. Filem ini diiringi narasi nan puitis lewat konfrontasi yang muncul saat kata-kata yang dibacakan oleh narator disusul dengan antonim-antonim mereka. Gambar filem terus berlanjut, sedangkan kata-kata yang berputar di lingkaran tadi menjadi pola yang tak terselesaikan.
A collection of distorted images that are independent of each other, with no connection other than textural changes through various layers of colors, patterns, and motifs. This distortion obscures what is to be covered or existed behind the layer. This film is accompanied by a poetic narrative through the confrontation that arises when the words recited by the narrator are followed by their antonyms. The film continued while the words that were spinning in the circle became an unfinished pattern.
Gavin Hipkins (lahir 1968, Auckland) meraih gelar Bachelor of Fine Arts dari University of Auckland dan Master of Fine Arts dari University of British Columbia, Vancouver. Dia saat ini adalah Associate Professor of Fine Arts di Elam School of Fine Arts di University of Auckland. Karya foto dan gambar bergeraknya menginterogasi bagaimana gambar menciptakan makna melalui fragmentasi dan sirkulasi. Karyanya mengeksplorasi negara bangsa, khususnya di negara-negara terjajah di era “reimagined community” dan ide-ide utopia sosial dan politik. Karya gambar bergeraknya melibatkan film sebagai seni sinematik yang mengaburkan genre film esai konvensional, dokumenter, dan struktur naratif eksperimental. Hipkins telah banyak berpameran di pameran dan festival internasional.
Gavin Hipkins (born 1968, Auckland) holds a Bachelor of Fine Arts from the University of Auckland and a Master of Fine Arts from the University of British Columbia, Vancouver. He is currently Associate Professor of Fine Arts at Elam School of Fine Arts at the University of Auckland. His photographs and moving image works interrogate how images create meaning through fragmentation and circulation. His work explores the nation state, particularly in colonized countries in an era of re-imagined communities and ideas of social and political utopia. His moving image works engage film as a cinematic art that blurs conventional genres of essay film, documentary and experimental narrative structures. Hipkins has exhibited extensively in international exhibitions and film festivals
Parasite Family
Filmaker Prapat Jiwarangsan
Country of production Thailand
Language –
Subtitles –
5 min, stereo, 16:9, HD, color, 2022
Sebuah filem yang menggunakan arsip foto keluarga yang kemudian disensor secara mandiri dan manual lewat permainan jukstaposisi. Tumpang-tindih lewat kotak hitam yang menutupi setiap wajah yang ada di dalam foto itu, tanpa nama. Motif dari gerak filem ini adalah menelusuri sekaligus menghancurkan foto-foto itu, menciptakan bentuk-bentuk, salah satunya kolase. Filem mencapai titik kulminasinya ketika foto-foto tadi menyatu bersama dan bergerak terus-menerus, beriringan dengan wajah-wajah yang turut berubah, menciptakan kesan dari gambar yang menyerupai karet. Seperti karet yang ditarik secara berkesinambungan untuk membentuk apapun yang diinginkan, asalkan telah menghancurkan bentuk sebelumnya–pembentukan dan penghancuran terjadi bersamaan.
A film that uses family photo archives which are then independently and manually censored through a play of juxtaposition. Overlapping through the black box that covers every face in the photo, nameless. The motive of this film’s movement is to trace and destroy the photographs, creating forms, one of which is a collage. The film reaches its culmination point when the photographs blend together and move continuously, in tandem with the changing faces, creating the impression of a rubber-like image. It is like rubber being stretched continuously to form whatever it wants, only if it has destroyed its previous form – formation and deformation that occur together.
Prapat Jiwarangsan adalah seniman rupa dan sutradara dari Thailand. Dalam eksplorasi kreatifnya, ia biasanya menggabungkan berbagai media, terutama fotografi, slide, dan video untuk menyelidiki dan merepresentasikan hubungan antara sejarah, ingatan, dan politik di Thailand—khususnya terkait dengan tema migrasi. Jiwarangsan lulus dari Royal College of Art (RCA) dan telah menghabiskan enam tahun terakhir meneliti dan membuat karya seni yang mengangkat isu-isu yang dihadapi pekerja migran di Asia Tenggara. Salah satu hasilnya adalah Ploy, yang terpilih pada tahun 2021 untuk Forum Expanded.
Prapat Jiwarangsan is a visual artist and film director from Thailand. In his creative explorations, he usually incorporates a variety of media, especially photography, slides, and videos to investigate and represent the relationships between history, memory, and politics in Thailand—particularly in relation to the theme of migration. Jiwarangsan graduated from the Royal College of Art (RCA) and has spent the last six years researching and making artwork that tackles the issues faced by migrant workers in Southeast Asia. One of the results is Ploy, selected in 2021 for Forum Expanded.
Tvornica filmova
English TitleThe Film Factory
Filmaker Silvestar Kolbas
Country of production Croatia
Language Croatian
Subtitles English
15 min, stereo, 16:9, HD, B/2, 2022
Filem ini melakukan pelacakan sejarah material seluloid lewat arsip foto pabrik-pabrik yang memproduksi bahan seluloid. Filem ini memperlihatkan puing-puing dan reruntuhannya, bekas-bekas yang menampilkan bahwa sisa pabrik sedang dilihat dari masa yang berbeda. “Kroasia, Samobor!” Suara-suara para pekerja fotokemika mengiringi gambar. Beberapa mantan pekerja telah bekerja di sana sejak awal 1950-an, beberapa tak disebutkan sama sekali, tapi mereka semua hadir tanpa wajah—hanya perbedaan kualitas atau warna suara yang terdengar, menandakan ada banyak pihak yang berbicara. Keterhubungan gambar-suara tidak untuk menjelaskan satu sama lain, namun tetap berjalan beriringan, bahkan terkesan terpisah secara ruang. Ini memberikan kesan puitis di setiap iringannya.
This film traces the history of celluloid material through photo archives of factories that produced celluloid. The film shows its ruins, where the traces show that they were being seen at different times. “Croatia, Samobor!” The voices of the photochemical workers accompany the picture. Several former workers had worked there since the early 1950s, some were not mentioned at all, but they all appeared faceless—only the difference in the quality or timbre of the voices was heard, indicating that there were many parties speaking. The image-sound connection is not meant to explain one another, but they still go hand in hand, even seeming to be spatially separated. It gives a poetic impression in every accompaniment.
Silvestar Kolbas (1956) adalah seorang sinematografer, fotografer, dan sutradara film Kroasia. Dia lulus dalam Kamera Film dan TV pada tahun 1982 di Akademi Seni Drama di Zagreb. Hari ini dia adalah pengajar tetap di sekolah yang sama. Sebagai seorang sinematografer ia telah membuat beberapa film layar lebar, film pendek dan TV, serial dan dokumenter. Sebagai sutradara film, ia bergulat khusus dalam film dokumenter dan film pendek eksperimental.
Silvestar Kolbas (1956) is a Croatian cinematographer, photographer and film director. He graduated in Film and TV Camera in 1982 at the Academy of Dramatic Art in Zagreb. Today he is a full professor at the same school. As a cinematographer he has made several feature, short and TV films, series and documentaries. As film director he specialized in documentary films and experimental short films.
About the Host
I Gde Mika (Mataram, 6 Desember 1999) adalah pekerja budaya yang sedang menempuh pendidikan di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) jurusan Kajian Sinema. Ia adalah salah satu anggota Forum Lenteng sekaligus partisipan Milisifilem Collective. Bergerak, berkolaborasi dalam pembuatan filem bersama kawan-kawan; sebagai kameramen di filem DOLO (2020) disutradarai Hafiz Rancajale, dan sebagai realisator bersama Yuki Aditya dalam filem Kelana Citra Jakarta (2021) dan Segudang Wajah Para Penantang Masa Depan (2022).
I Gde Mika (Mataram, 6 Desember 1999) is a cultural worker who is currently studying Film Studies in Jakarta Institute of Arts. He is one of the members of Forum Lenteng as well as a participant in Milisifilem Collective. He moves and collaborates with his friends: as a cameraman in DOLO (2022) director Hafiz Rancajale; and as realisators with Yuki Aditya in Kelana Citra Jakarta (2021) dan Segudang Wajah Para Penantang Masa Depan (The Myriad of Faces of the Future Challengers, 2022).