Buy Ambien Online Australia Buy Ambien Cr 12.5 Online Generic Ambien Online Cheap Where Can I Buy Ambien Uk Ambien Online Uk

Catch-22. Kebenaran yang paradoks. Pilihan yang kontradiktif dengan kesimpulan yang absolut. Yang waras berupaya menghindari perang dengan berpura-pura gila. Pihak yang lain tidak menyadari kegilaannya dan larut dalam peperangan. Aturan yang hanya bisa dilawan dengan cara mengikutinya, tetapi tetap dengan hasil yang sama. Aturan kontradiktif yang pada akhirnya tetap menerjunkan yang waras dan yang gila di tengah medan perang. Kondisi yang relevan dalam budaya digital, di mana platform-platform seolah menyediakan media dan ruang bagi kelompok marginal mewacanakan dirinya, tetapi di sisi lain juga merupakan komoditas bagi platform atau mungkin dirinya sendiri. Begitu seterusnya, ada sebuah sirkulasi dengan pilihan-pilihan, tetapi kesimpulannya tetap sama, yaitu turut dalam arus kapitalisme.

 

Dalam kerangka Catch-22, kesepakatan-kesepakatan besar yang mendasari peradaban manusia, sedang kembali ke putaran yang sama. Aturan main perdagangan regional yang mendasari hubungan trans-benua, berevolusi melewati kolonialisme, kebangkitan konsep negara-bangsa dan horor dua Perang Dunia, serta konflik ideologi yang memecah belah dunia. Eksperimen diplomatik global tersebut mengorbankan masyarakat di lokus masing-masing wilayah. Laju peradaban yang kendati selalu menghasilkan pergeseran paradigma ilmu kemanusiaan, sekali lagi sampai pada mobilisasi militer skala besar dan kecemasan yang mengiringinya.

 

Pandemi dan eskalasi konflik Eropa Timur hari ini menjadi pemicu untuk memikirkan ulang tidak hanya hubungan antar manusia dengan sistem aturan-aturan, tapi juga dengan materialitasnya sendiri. Sebagaimana tokoh Yosarian dalam novel Catch-22 karangan Joseph Heller, yang menginginkan untuk selamat dari perang dan ingin hidup untuk selamanya. Tetapi, Yossarian menyadari sesuatu dari peristiwa yang menimpa kawan-kawannya di medan perang, bahwa manusia itu materi yang rapuh. Imajinasi posthuman atau transhuman dalam narasi fiksi ilmiah belakangan menemukan wadah baru bagi manusia yang bisa membuatnya hidup abadi. Dunia-dunia fiksi ilmiah tersebut selalu dilatar belakangi oleh perang; perang terhadap mesin itu sendiri, birokrasi, atau manusia lain yang lebih tinggi, perang atas kontrol pangan dan energi, hasrat ekspansi dan perang terhadap suatu kekuasaan hegemonik. Perang selalu menjadi akar atau abadi dalam bagaimanapun kondisi manusia, baik itu rapuh atau transendental. Seperti argumen utama dalam kritik Catch-22 bahwa hanya ada pilihan paradoks yang berujung sama, tidak ada pilihan “selain perang”, dalam kondisi waras atau pun gila. Manusia hanya bisa bebas dari perang jika dan hanya jika berperang. Sebuah konstruksi dengan kesimpulan absolut.

 

ARKIPEL Catch-22 mencoba untuk menyelami spektrum yang mendasari konflik dan membongkar struktur yang memungkinkan eskalasinya. Dengan pemilihan Catch-22 sebagai titik berangkat dan menariknya ke wilayah sinematik, kita mungkin dapat membingkai fenomena global terkini dan memperlihatkan metode kerja di belakangnya serta memeriksa premis-premis yang membangunnya. Sepanjang sejarahnya, sinema selalu hadir untuk menjelajahi parit-parit yang luput dari tuntutan informasi atas peristiwa manusia terkini. Hasrat sinema mengendapkan peristiwa-peristiwa, merekayasanya balik dengan konstruksi puitik menuju suatu absolutisme atau keterbukaan. Tawaran yang merefleksikan dilema, rasionalisasi dan dampak dari keputusan-keputusan manusia di tengah konflik, dengan kesadaran atas perkembangan teknologi medium sinema. Catch-22 dapat menjadi sebuah preseden dalam memetakan di mana kita berdiri sekarang dan mengurai petunjuk-petunjuk di dalam lingkaran serba-paradoks ini untuk kemungkinan de-eskalasi.

Catch-22. Paradoxical truth. A contradictory choice with an absolute conclusion. The sane tries to avoid war by pretending to be insane. The other party didn’t realize their madness and was drawn into the war. A rule that can only be broken by following it, but still with the same result. Contradictory rules ultimately keep the sane and the insane on the battlefield. Conditions that are relevant in digital culture, where platforms seem to provide media and space for marginalized groups to talk about themselves, but on the other hand, are also commodities for the platform or perhaps themselves. And so on, there is a circulation with choices, but the conclusion remains the same, drown in the flow of capitalism.

Within the framework of Catch-22, the great conventions that underlie human civilization, are returning to the same loop. Regional trade rules that underlie trans-continental relations, evolved through colonialism, the rise of the nation-state concept and the horrors of the two World Wars, and the ideological conflicts that divided the world. The global diplomatic experiment sacrificed the people at the locus of each region. The pace of civilization, though always produces a paradigm shift in the human sciences, has once again resulted in large-scale military mobilization and the anxiety that accompanies it.

The pandemic and the escalation of the East European conflict today are triggers to rethink not only the relationship between humans and the system of rules but also their materiality. Like Yossarian, a character in Joseph Heller’s Catch-22, who wants to survive the war and wants to live forever. However, Yossarian realized something from the events that befell his comrades on the battlefield, that humans are fragile material. Posthuman or transhuman imagination in science fiction narratives has recently found a new container for humans that can make them live eternally. These sci-fi worlds are always set against the backdrop of war; war against the machine itself, bureaucracy, or other higher human beings, war over control of food and energy, desire for expansion and war against hegemonic power. War is always root or eternal in any human condition, be it fragile or transcendental. As the main argument in Catch-22‘s critique is that there are only paradoxical choices that end in the same, there is no choice “other than war,” whether sane or insane. Humans can only be free from war if and only if they fight. A construct with an absolute conclusion.

ARKIPEL Catch-22 attempts to dive into the underlying spectrum of conflict and dismantle the structures that allow for its escalation. By choosing Catch-22 as a point of departure and pulling it into the cinematic territory, we may be able to frame a recent global phenomenon and show the working methods behind it and examine the premises that build it. Throughout its history, cinema has always existed to explore the trenches that escape the rapid demands of information on current human events. The desire of cinema precipitate events and reverse-engineer them with poetic construction towards absolutism or openness. An offer that reflects the dilemma, rationalization, and impact of human decisions amid conflict, infused with the awareness of the cinema technological developments as a medium. Catch-22 can set a precedent in charting where we stand now and unravelling the clues in this paradoxical loop for possible de-escalation.

SUBMISSIONS DEADLINE
4th SEPTEMBER 2022, 18.00 GMT +7

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Not readable? Change text. captcha txt

Start typing and press Enter to search

X