Order Ambien Online Mastercard Ambien Online With Prescription Ambien Buy Online Uk Purchase Ambien Cr Ambien Uk Buy

august, 2017

2017sunday20august19:00sunday20:30Asian Young Curator 2CLOSURE19:00 - 20:30 UTC+7 kineforum, Jl. Cikini Raya 73, Jakarta - 10330Festival Program:Asian Young Curator

Details

Curated by
Song Jihyeon

Total Duration
84 minutes

Venue
Kineforum – TIM / 20 August 2017, 19.00


Film List

A Short History of Decay (Lin Shih-chieh, Taiwan/USA, 2014, 6 minutes)

A Short History of Decay terdiri dari imageimage yang diambil dari sebuah filem propaganda tentara Amerika di tahun 1970-an. Filem propaganda tersebut, dengan maksud menggalakkan, mengagitasi, atau mencerahkan, ditafsir sebagai sebuah penanda politis dan sosial. Dengan mengambil alih image-image dari filem tentara Amerika dan menggabungkannya dalam sebuah mode yang baru, si seniman membuat sebuah filem dengan caranya sendiri. Dengan mendekontekstualisasi image-image tersebut, seniman membiarkan penanda dan petanda pada image-image itu menghilang, yang pada akhirnya membebaskan maknanya. Cara ini, pada saat yang sama, memungkinkan image ditafsirkan ulang. Seniman mengungkapkan dan menafsirkan bagaimana pemanfaatan image membuat dominasi psikologis itu menjadi dimungkinkan.

A Short History of Decay is made up of images taken from a propaganda film of the U.S Army in the 1970s. The propaganda film with the intention of promoting, agitating or enlightening is interpreted as a political and social signifier. By appropriating images from the film of the U.S. Army and combining them in a new fashion, the artist creates a new film of his own. By decontextualizing those images, the artist allows the signifiers and signified of the images to be lost, ultimately liberating the meanings of the images. This, at the same time, allows the images to be reinterpreted. The artist discloses and interprets how utilizing images make psychological domination possible.

Strategic Operations – Hyper Realistic (Park Min-ha, South Korea, 2015, 22 minutes)

Karya ini dibuat di sebuah pangkalan militer di Gurun Mojave, Kalifornia. Strategic Operations, sebuah perusahaan yang mengkhususkan diri dalam efek khusus filem, tampil dengan program tur komersial di mana Anda dapat mengalami simulasi perang. Sutradara memanfaatkan video yang direkam langsung olehnya, serta gambar dan suara yang disesuaikan dari iklan program tur tersebut. Sebuah pangkalan militer menjadi latar-seting untuk filem itu; tentara AD Amerika mensimulasikan perang untuk persiapan perang di Irak dan Afghanistan. Di sana, skenario ‘situasi kehidupan nyata’ diasumsikan; para aktor memerankan masyarakat lokal dan penonton menyaksikan bagaimana tentara dilatih sesuai skenario. Sutradara melihat kesamaan yang aneh antara fenomena fatamorgana yang disebabkan oleh tempat simulasi—dan sejumlah filem yang mengambil latar padang pasir. Ia meneliti hubungan antara realitas dan representasi, aktualitas dan virtualitas, dan juga visualitas aneh yang muncul dari mereka.

This film is set in a military base in the Mojave Desert, California, United States. Strategic Operations, a company specialized in film special effects, came up with a commercialized tour program in which you can experience a simulation of war. The artist created the work by making use of videos filmed directly by the artist, as well as images and sounds appropriated from the commercials of the tour program. In a military base, which is basically a movie set, U.S Army soldiers are to simulate a war, as they prepare for wars in Iraq and Afghanistan. In this place of simulation in which ‘real-life situation’ scenarios are assumed, actors play a role of local people and audiences watch how soldiers are trained according to the scenarios. The artist pays attention to the bizarre similarities between mirage phenomena caused by the simulated place and numerous movies staged in deserts. The artist examines the relationships between reality and representation, actuality and virtuality, and also the peculiar visuality emerged from them.

Long Live (Yao Jui-chung, Taiwan, 2011, 6 minutes)

Dalam filem hitam-putih ini, cerita berkembang sebagai narasi otobiografi. Long Live dimulai di Kabupaten Kinmen, perbatasan terdepan dalam Revolusi Xinhai. Tempat yang dilanda perang itu hancur total. Tidak ada manusia yang dapat ditemukan di lanskap yang dingin dan berangin di dalam filem itu, sementara gema sorakan dari seseorang tak henti-hentinya berulang kali terdengar dari awal hingga akhir melalui loudspeaker. Gema sorak sorai, di tengah keheningan yang luas, karena sebuah kekaisaran abadi meninggalkan kita dengan suatu rasa gema.

In this black-and-white film, the story develops as an autobiographical narrative. Long Live begins in Kinmen County, the foremost frontier of the Xinhai Revolution. The place ravaged by the war is in complete ruin. No human can be found in the cold, windy landscape of the film, while the incessant echo of ‘Hurrah’ is repeatedly heard from the beginning to the end through a loudspeaker. The echo of cheers, amid vast silence, for an eternal empire leaves us with a sense of reverberation.

Scrumped (Seoungho Cho, Korea/USA, 2016, 18 minutes)

Scrumped mengangkat masalah agama, yang oleh orang-orang mungkin dianggap sebagai fondasi esensial dalam mendominasi pikiran-pikiran manusia secara psikologis. Filem ini memperlihatkan sebuah montase yang cepat dari adegan di kuil Budha orang Korea. Himne dan doa biarawan membuat image-image yang menyertainya tampak ritmis dan berirama; mengundang kita ke dunia asketisisme para biksu, yang pada akhirnya menuntun kita ke lokasi yang terlupakan dengan membuat pikiran kita terkonvergensi di suatu tempat entah di mana.

Scrumped deals with the matter of religion, which one may say to be the essential foundation in psychologically dominating human minds. It shows a speedy montage of scenes taking place in Korean Buddhist temples. Buddhist monks’ hymns and prayers make the accompanying images look rhythmic and cadenced. It seems to invite us to the world of monk’s asceticism, eventually leading us to a place of oblivion by making our minds converged upon somewhere.

Proximity of Longing (Sejin Kim, South Korea, 2016, 19 minutes)

Proximity of Longing adalah sebuah seri yang terdiri dari tiga video, The Twelve Chairs, Angel Island, dan Tortilleria Chinantla, yang semuanya berhubungan dengan kehidupan para migran yang tersebar di seluruh dunia. Filem ini menunjukkan fenomena migrasi, yang terjadi di Amerika, Eropa, dan Meksiko, dan menunjukkan lapisan-lapisan cara di mana sistem di negara maju mengelola negara-negara berkembang. Pada saat yang sama, filem ini menyajikan narasi visual tentang kekosongan dan ketiadaan, yang tersembunyi di balik apa yang kita anggap sebagai negara atau kota utopis.

Proximity of Longing is a series consisting of three video episodes, The Twelve Chairs, Angel Island, and Tortilleria Chinantla, which all deal with the lives of the migrants scattered around the world. It reveals the phenomena of migration, taking place in the U.S., Europe, and Mexico, and shows layers of ways in which systems in developed countries manage developing countries. At the same time, it presents a visual narrative of the emptiness and lack, hidden behind what we take to be utopian states or cities.

The Three Enchantments (Jon Lazam, Philippines, 2016, 13 minutes)

The Three Enchantments berkembang lewat sebuah suara orang asing imajiner yang datang untuk mengunjungi kolonisasi Amerika awal di Filipina. Filem ini adalah usaha untuk mengembalikan keadaan dari periode itu, yang dilihat dari sudut pandang orang asing. Suara orang asing itu menjelaskan, dengan nada tenang dan dingin, seperti apa rasanya periode tersebut. Film ini, sebuah campuran dari tiga narasi yang mempertemukan orang asli Filipina, menyerang kita sebagai sebuah kisah tentang penjajah yang, untuk membangun sebuah koloni, mencoba memikat orang-orang yang terjajah.

The Three Enchantments unfolds through a voice of an imaginary foreigner who comes to visit the early American colonization in the Philippines. It is an attempt to restore the circumstances of that period, viewed from the perspective of the foreigner. The voice of the foreigner describes, in a calm and cold tone of voice, what it was like to be in the period. This film, a mixture of three narratives of encountering native people in the Philippines, strikes us as a story of the colonizer, in order to build a colony, trying to enchant the colonized.

Time

(Sunday) 19:00 - 20:30 UTC+7

Location

kineforum

Jl. Cikini Raya 73, Jakarta - 10330

Organizer

ARKIPEL Penal Colony - 5th International Documentary and Experimental Film Festivalinfo@arkipel.org

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Not readable? Change text. captcha txt

Start typing and press Enter to search

X