august, 2017
Details
At the Festival Forum 2017, ARKIPEL Penal Colony - 5th International Documentary and Experimental Film Festival presents FANG-TZE SHU as the Keynote Speaker. At the opening day of the forum,
Details
At the Festival Forum 2017, ARKIPEL Penal Colony – 5th International Documentary and Experimental Film Festival presents FANG-TZE SHU as the Keynote Speaker. At the opening day of the forum, Fang-Tze Hsu will present her paper, “When Dead Labor Speaks: Subjectivity, Subjugation, and Meta-Cinema”.
“Cinema has often functioned as a critical point of entry for the reflection and critique of subject formation; in particular, the concurrent development of neocolonial discourse and nation-building regimes that have been naturalized by the Cold War geopolitics in post-War World II Asia. However, to what extent can the media of the moving image—including documentaries, feature films, experimental shorts, and so forth—also be understood to help enunciate historical realities beyond the grand narratives of dominance? Or, to follow up with late film scholar Paul Willemen’s proposal, how can one decipher and retrieve that “image-discourses, and thus the technologies associated with them, provide a particularly propitious terrain for narrations venting the tensions associated with the dead labor issue”? This presentation is a comparative analysis of the way certain moving image works have sought to map the historical continuum, from colonial rule to Cold War Asian post-colonialism, while attending to the way that self-representation, in accordance with self-reflexiveness, allows for the rediscovering of multiple selves in the process of defining the cinematic forms of subjugation. The artistic practitioners and works I examine are Masao Adachi’s A.K.A. Serial Killer (1969), Takemine Go’s Okinawan Dream Show (1974), Nick Deocampo’s Oliver (1983), and Nguyen Trinh Thi’s Eleven Men (2016). All films, however, exceed generic classification, whether formal, national, or historiographical. In other words, by adopting the concept of meta-cinema, I argue how these films criticize the oppressors’ apparatus of cinema. My analysis takes two parts: First, I am interested in how these artists render their works as a process of delinking, with such an affective attachment that constitutes our homogenous relation with the process of modernization. Second, my reading focuses on how these artists’ unique techniques of moving image-making can be considered as a persistent attempt to ground their multiple selves in the lived experiences of their collective past in a mode of memory work. By engaging in the shared reflexive tendency of the above mentioned works, they also show how subject formation in the long shadow of the Cold War nation-building process practically and allegorically embodies the structural violence imprinted upon oneself.”
(Abstract from “When Dead Labor Speaks: Subjectivity, Subjugation, and Meta-Cinema” by Fang-Tze Hsu).
–
Pada Forum Festival 2017, ARKIPEL Penal Colony – 5th International Documentary and Experimental Film Festival menghadirkan Fang-Tze Hsu sebagai Pembicara Kunci. Di acara pembukaan forum, Fang-Tze Hsu akan menyampaikan makalahnya yang berjudul “When Dead Labor Speaks: Subjectiviti, Subjugation, and Meta-Cinema”.
“Sinema telah sering berfungsi sebagai titik masuk kritis bagi refleksi dan kritik terhadap formasi subjek; khususnya, perkembangan yang terjadi secara bersamaan dari wacana neokolonial dan rezim pembangunan bangsa yang telah dinaturalisasi oleh geopolitik Perang Dingin era pasca Perang Dunia II Asia. Akan tetapi, sampai sejauh mana media gambar bergerak—termasuk dokumenter, filem layar lebar, eksperimental, dan sebagainya—juga bisa dipahami untuk membantu melafalkan realitas historis di luar narasi besar kekuasaan? Atau, untuk menindaklanjutinya dengan pandangan seorang sarjana filem, Paul Willemen, bagaimana seseorang bisa menguraikan dan mengambil kembali bahwa “wacana image itu, dan juga teknologi yang terkait dengannya, memberikan medan yang sangat menguntungkan untuk narasi yang melampiaskan ketegangan yang terkait dengan masalah dead labor“? Presentasi ini adalah sebuah analisis komparatif mengenai cara karya gambar bergerak tertentu yang berusaha memetakan rangkaian kesatuan historis, mulai dari pemerintahan kolonial sampai paskolonialisme Perang Dingin Asia, sambil memperhatikan bagaimana representasi-diri, sesuai dengan refleksivitas-diri, memungkinkan penemuan kembali aneka diri dalam proses mendefinisikan bentuk sinematik dari penindasan. Praktisi artistik dan karya-karya yang saya teliti adalah A.K.A. Serial Killer (1969) karya Masao Adachi, Okinawan Dream Show (1974) karya Takemine Go, Oliver (1983) karya Nick Deocampo (1983), dan Eleven Men (2016) karya Nguyen Trinh Thi. Semua filem, bagaimanapun, melebihi klasifikasi generik, baik formal, nasional, atau historiografis. Dengan kata lain, dengan mengadopsi konsep meta-sinema, saya memaparkan bagaimana filem-filem ini mengkritik aparatus sinema para penindas. Analisis saya mengambil dua bagian: Pertama, saya tertarik pada bagaimana para seniman ini menjadikan karya mereka sebagai proses delinking, dengan keterikatan afektif seperti itu yang membentuk hubungan homogen kita dengan proses modernisasi. Kedua, bacaan saya berfokus pada bagaimana teknik-teknik unik dari pembuatan gambar bergerak para seniman ini dapat dianggap sebagai upaya terus-menerus untuk mendasarkan diri mereka pada pengalaman hidup masa lalu kolektif mereka dalam sebuah mode kerja memori. Dengan terlibat dalam kecenderungan refleksif bersama dari karya-karya yang disebutkan di atas, mereka juga menunjukkan bagaimana formasi subjek dalam bayangan panjang proses pembangunan bangsa Perang Dingin secara praktis dan alegoris mewujudkan kekerasan struktural yang tercetak pada diri sendiri.
(Abstrak dari “When Dead Labor Speaks: Subjectivity, Subjugation, and Meta-Cinema” oleh Fang-Tze Hsu).
Time
(Friday) 09:00 - 10:00 UTC+7
Location
GoetheHaus
Sam Ratulangi 9-15, Jakarta - 10350
Organizer
ARKIPEL Penal Colony - 5th International Documentary and Experimental Film Festivalinfo@arkipel.org