Online Ambien Discount Ambien Online Buy Ambien Online Usa Zolpidem Online Paypal Zolpidem Buy Online India Online Zolpidem

august, 2017

2017saturday19august13:00saturday14:30Festival Forum - Panel V“Mediated Film”: [Con]text[ure] and Afterthought13:00 - 14:30 UTC+7 GoetheHaus, Sam Ratulangi 9-15, Jakarta - 10350Festival Program:Forum Festival

Details

Pembicara:
Zhang Wenjie (SGIFF, Singapura)
Mahardika Yudha (ARKIPEL, Indonesia)
Andres Denegri (BIM, Argentina)

Moderator:
Otty Widasari (ARKIPEL, Indonesia)


An Indonesian film theorist and historian, Ugeng T. Moetidjo, in 2015 once wrote: “The possibility will be the same if we suppose that everyone’s communication gadgets work unbounded by time and space. Today, the light of the other world of reality is not projected from behind anymore…, it’s straight from the front in a less tangible form.” Slowly but surely, the discoveries in the history of media technology has been altering the conditions of availability, necessity and form of the medium used for creating visual content. It can’t be denied that it also affects how an image construction (both moving-image and still-image) is then perceived by people; the way how we watch film now has been different, as well as the mode of its production and distribution. Even though the remnants of conventional way of watching film in a dark room will probably continue to exist until the unpredictable time, unavoidable customisations and modifications resulting from the usage of digital technology tools—and of course, today, of new media technology—change essentially the nature of cinema.

Furthermore, this circumstance also correlates with the way the capital maintains its status quo in society. In the 90s, the phenomenon of P2P and file sharing shook the mechanism of information distribution (including the visual one). Then in 2000s, the market system muffled such chaos by offering video-on-demand (VOD) mechanism. Since 2009, the motivation in producing film have begun to be influenced by experimental will to present film works specifically on mobile screen. Less than five years later, due to the massive supply of electronic devices by big production companies which endlessly offer innovations, the emergence of films that “require” the utilisation of second screen technology (especially with applications from smartphones) enhance our experience of watching; the interactivity has been becoming a part of cinematic construction.

However, the impact of computer-internet-mediated communication technology is irrefutable, while “mediated film” is a very logical consequence. “Mobile cinema” seems to become one of today’s characteristics; or at least, the online-streaming reality that we face everyday opens up a wider imagination of different cinematic experiences. The new mode of content production-distribution, as well as the new kind of audience engagement, have become a necessity.

Seorang pakar sejarah dan teori filem di Indonesia, Ugeng T. Moetidjo, di tahun 2015 pernah menulis: “… Kemungkinan yang sama saat kita mengandaikan beroperasinya alat komunikasi di tangan semua orang tanpa batas tempat dan waktu. Saat ini, cahaya dari dunia lain kenyataan itu tidak terpancar dari belakang…, melainkan langsung dari depan, dalam wujud yang kurang kasatmata lagi.” Penemuan-penemuan dalam sejarah teknologi media, secara perlahan tapi pasti, mengubah kondisi ketersediaan, kebutuhan, dan bentuk dari medium penciptaan konten visual. Tak dapat dipungkiri bahwa hal itu juga berdampak pada bagaimana suatu konstruksi gambar (baik yang bergerak maupun diam) kemudian dicerap oleh masyarakat: situasi menonton telah berbeda, demikian juga modus-modus produksi dan distribusi filemnya. Meskipun sisa-sisa dari tradisi menonton konvensional di ruang gelap barangkali akan tetap bertahan sampai waktu yang belum bisa diprediksi, adanya kustomisasi dan modifikasi yang tak terhindarkan akibat penggunaan perangkat teknologi digital—dan tentu saja hari ini, teknologi media baru—pada dasarnya telah mengubah kodrat sinema.

Lebih jauh, situasi ini pun juga memengaruhi cara pandang kapital dalam mempertahankan status quo-nya di masyarakat. Tatkala di era ’90-an, fenomena P2P dan file sharing mengguncang mekanisme distribusi informasi (termasuk yang visual), lantas tahun 2000-an sistem pasar mengimbangi situasi chaotic itu dengan mekanisme video-on-demand (VOD). Sejak tahun 2009, motif dalam memproduksi filem telah mulai difaktori oleh kehendak eksperimental untuk menghadirkan filem secara khusus di layar genggam. Tak sampai lima tahun kemudian, akibat desakan perangkat elektronis yang diluncurkan perusahaan-perusahaan produsen besar yang tak henti-hentinya menawarkan inovasi, kemunculan filem yang “mengharuskan” pemanfaatan teknologi second screen (terutama dengan menggunakan aplikasi di perangkat mobile) pun menambah aspek baru dalam pengalaman menonton: interaktivitas menjadi bagian dari konstruksi sinematik.

Bagaimanapun, dampak teknologi komunikasi yang dimediasi dengan basis komputer dan internet adalah sesuatu yang tak terbantahkan, sementara “filem yang termediasikan” adalah sebuah konsekuensi yang teramat logis. “Sinema mobile” agaknya telah menjadi salah satu karakteristik hari ini; atau setidaknya, realitas online streaming yang kita hadapi sehari-hari membuka lebih lebar imajinasi tentang pengalaman sinematik yang berbeda, karena modus baru dari produksi-distribusi konten, dan jenis baru dari keterlibatan penonton, sudah menjadi suatu keniscayaan.

Time

(Saturday) 13:00 - 14:30 UTC+7

Location

GoetheHaus

Sam Ratulangi 9-15, Jakarta - 10350

Organizer

ARKIPEL Penal Colony - 5th International Documentary and Experimental Film Festivalinfo@arkipel.org

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Not readable? Change text. captcha txt

Start typing and press Enter to search

X