notes on international competition 5
Kompetisi Internasional 5: Sebuah Perjalanan Melalui Analisis dan Observasi
Pada Sabtu (11/8) di GoetheHaus, Goethe Institut Indonesien, Jakarta, ditayangkan program Kompetisi Internasional 5 yang bertema Penyusuran Afirmatif: Melewati Labirin-Labirin Kemasygulan Masa Lalu, Paranoia Puitik, dan Horor Masa Kini. Program ini yang dihadiri 18 penonton ini menghadirkan 3 filem, yaitu: “Dangsan” (2017, karya Geonhee Kim), “48 Years – Silent Dictator” (2018, karya Hiroshi Sunairi), dan “Sub Terrae” (2017, karya Nayra Sanz Fuentes). Walaupun ceritanya berbeda, semua filem yang ditayangkan mampu menciptakan perasaan goyah dan gelisah.
Filem pertama yang ditayangkan adalah “Dangsan” karya Geonhee Kim dari Korea Selatan. Goenhee Kim sendiri lahir di Dangsan, Seoul. “Dangsan” mengeksplorasi masa lalu Geonhee dan pertanyaan-pertanyaan yang menghatui ingatannya. Proyek ini memaksakan sang pembuat filem untuk kembali lagi ke kampung halamannya dan mencari tahu sumber kegelisahannya.
Tanpa dialog, Goenhee mampu berkomunikasi dengan penonton dengan bantuan teks dan visual. Goenhee melihat kembali kota kelahirannya dengan kacamata berbeda. Ia melihat Dangsan dengan mata yang penuh pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi dasar struktur cerita filem. Dangsan menjadi perjalanan pribadi bagi Goenhee untuk lebih memahami diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Yang kedua, “48 Years – Silent Dictator” karya Hiroshi Sunairi dari Jepang. Hiroshi sedang tinggal di New York ketika ia mendengar tentang kebebasan Iwao Hakamada. Ia menjadi tertarik dengan kasus ini ketika ia pelajari bahwa Iwao mempunyai psikosis penjara atau institutional psychosis akibat trauma yang dia dapatkan setelah 48 tahun dalam sel isolasi. Berbeda dengan media-media lain, Hiroshi ingin lebih fokus pada situasi gangguan mental Iwao yang mempengaruhi cara pandangnya terhadap dunia.
Dibagi dalam beberapa bab, Hiroshi mengajak diskusi Iwao dalam berbagai topik. Seperti selnya, kehidupannya sebelum masuk penjara, makanan yang diberikan, wanita, keharusan bertahan hidup. Berdurasi 74 menit dan diringin lagu yang meresahkan, “48 Years – Silent Dictator” adalah perpaduan berbagai kebingunan. Dengan jawaban yang tidak terlalu masuk akal, penonton diperkenalkan kepada dunia Iwao dan kompleksitas otak manusia.
Yang terakhir, “Sub Terrae” karya Narya Sanz Fuentes dari Spanyol, menunjukkan sebuah kuburan dipenuhi dengan burung-burung nasar. Tidak lama setelah itu, kamera membawa penonton ke tumpukan sampah yang sedang di pungut oleh orang-orang. Visual yang digunakan memberikan kesan kematian bagi semua umat. Sampah plastik membutuhkan kurang lebih 100 tahun untuk hancur dengan baik, melebihi umur manusia. “Sub Terrae” mengingatkan kembali kepada manusia terhadap kematian dan dampak yang akan ditinggalkan.
notes on international competition 5
International Competition 5: A Journey through Analysis and Observation
On Saturday (11/8) at GoetheHaus, Goethe Institut Indonesien, Jakarta, Affirmatory Tracing: Journey Through the Labyrinth of the Past Anxiety, Poetic Paranoia, and Present Horror was shown as a part of the International Competition. This program was attended by 18 audiences and consisted of 3 films: “Dangsan” (2017, dir. Geonhee Kim), “48 Years – Silent Dictator” (2018, dir. Hiroshi Sunairi), and “Sub Terrae” (2017, dir. Nayra Sanz Fuentes). Although the stories are different, all these films were able to create a sense of unease and anxiety.
The first film was Dangsan by Geonhee Kim from South Korea. Geonhee Kim was born in Dangsan, Seoul. Dangsan explores Geonhee’s past childhood and the questions that haunt her memories. This project forces the filmmaker to come back to her childhood home to find the source of her anxieties.
The second film was “48 Years – Silent Dictator” by Hiroshi Sunairi form Japan. Hiroshi was living in New York when he heard Iwao Hakamada has been released. He became interested with this case after he learned that Iwao developed prison psychosis or also called institutional psychosis due to the trauma he developed after 48 years in isolation prison. As oppose to other mainstream media, Hiroshi wanted to focus more on this psychosis and how it had affected Iwao’s views on the world.
Divided into different chapters, Hiroshi discusses different topics with Iwao, such as his cell, his life before going to jail, the food he was given, women and survival, to name a few. For 74 minutes, accompanied by unsettling music, 48 Years – Silent Dictator is a mixture of confusions. With answers that might not always make sense and keep dragging on, the audience is introduced to the world of Iwao and the complexity of the human mind.
The last one, “Sub Terrae” by Narya Sanz Fuentes from Spain, shows a graveyard filled with vultures. The camera takes the audiences to look around until it finally shows a mountain of garbage that is being collected by people. The visual in the film gives the impression of death. Plastic garbages take about 100 years to decomposes, longer than the average lifespan of the average human being. Sub Terrae is a reminder for the audience of their mortality and the effects they leave which might linger even longer.