Ambien Cr Purchase Buy Ambien Online From Usa Buying Ambien Order Ambien From India Generic Ambien Online
 In Arkipel 2023 Noli Me Tangere, Festival Stories, Festival Updates, International Competition

Catatan Kompetisi Internasional 06: Gambar Bergerak, Gambar Berkelana

ARKIPEL Noli Me Tangere – 10th Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival terus menayangkan filem kompetisi internasionalnya pada hari Rabu, 28 September, pukul 19.00 WIB. Kali ini seleksi tiga filem dipresentasikan oleh kurator Dini Adanurani dengan judul Gambar Bergerak, Gambar Keliling. Saat penonton sudah memenuhi tempat duduknya dan filem akan segera diputar, Dini membuka dengan kata pengantar tentang kuratorialnya. Ia menyatakan bahwa meskipun ketiga filem saat ini berbeda, namun dalam ketiga filem tersebut kita dapat melihat bagaimana gambar bergerak secara mekanis di bioskop, bagaimana gambar bergerak melintasi ruang dan waktu, bagaimana gambar menggerakkan ide, dan bagaimana gambar bergerak secara fisik melintasi dunia.

Filem pertama dari tiga filem adalah Esrever karya Heesue Kwon, filem yang menggunakan sudut pandang dari kamera yang berputar untuk merekam aktivitas sehari-hari di sebuah taman. Pergerakan kamera melambat, lalu mencepat, sampai hanya menyisakan jejak-jejak warna dari gambar orang dan benda yang ada dulunya. Gambar kemudian ditumpuk dengan gambar serupa, pada dasarnya menciptakan kolase dalam bentuk filem. Filem ini memberi penonton kesan tentang waktu dan ruang yang dimanipulasi sesuai keinginan pembuat filem, sehingga menciptakan kolase waktu.

Pemutaran filem dilanjutkan dengan The Death of an Extra karya Mikhail Zheleznikov, sebuah filem yang mengeksplorasi bagaimana gambar digunakan kembali dan didaur ulang melalui ruang dan waktu. Klip sangat pendek yang menggambarkan kematian seorang tentara Jerman selama perang di kota Stalingrad pada saat Perang Dunia II digunakan berulang kali, awalnya muncul dalam filem dokumenter, setelah itu dibuat ulang dalam filem aksi langsung, dan yang terbaru, dan video game dimana pemain yang menyebabkan kematiannya.

Filem terakhir yang dipilih adalah Kim’s Video oleh Michael Redmon & Ashley Sabin, yang mengikuti sang sutradara saat menceritakan perjalanan koleksi 55.000 filem langka di toko video Kim’s Video, sineas berupaya menyelamatkan filem-filem tersebut agar tidak hilang selamanya. Narator filem bercerita tentang bagaimana sebuah bisnis video yang pernah banyak peminat ditutup pada awal era streaming online, koleksi Kim’s Video dikirim ke sebuah kota kecil di Italia sebagai bagian dari rencana yang tidak pernah terwujud sepenuhnya, dan bagaimana dia mengembalikan koleksi tersebut ke tempat baru di New York. Kim’s Video adalah filem tentang sinema dan bagaimana gambar pada akhirnya mempunyai hidup sendirinya, dan memberi makna pada kehidupan penontonnya.

Pemutaran filem dilanjutkan dengan diskusi singkat dengan sutradara Esrever, Heesue Kwon dan dimoderatori oleh Dini Adanurani. Sutradara mengungkapkan bahwa niatnya dengan Esrever adalah untuk menangkap sudut pandang murni dari cahaya dan kamera dengan filemnya. Dia berbicara tentang bagaimana membuat narasi filemnya setelah mengambil gambar, dan bagaimana dia merekam filem tersebut dengan spinner yang dibuat sendiri.

Dini berbicara tentang bagaimana Esrever mengingatkannya pada Zoopraxiscope, dan mengatakan bahwa filem tersebut memecah gambar bergerak menjadi kolase potongan-potongan yang dimanipulasi oleh pembuat filem, menciptakan ritme yang benar-benar dapat dinikmati oleh penonton. Sutradara menanggapinya dengan mengatakan bahwa ritme adalah hal yang penting dari filem tersebut, dan menyatakan bahwa dia ingin menggabungkan sensasi melihat dan mendengarkan menjadi pengalaman indrawi bagi penonton.

Pertanyaan pertama dari penonton dilontarkan oleh Otty Widasari yang menanyakan apakah pengalaman indrawi itu tercipta saat produksi atau saat proses editing. Pembuat filem menjawab dengan mengatakan bahwa itu dibuat selama penyuntingan, dan bahwa narasi filem sebagian besar dibuat dengan menyisir cuplikan yang telah diambil dan membangunnya dari penyuntingan. Pertanyaan tersebut disusul dengan pertanyaan lain mengenai suara filem, yang dijawab oleh sutradara bahwa mikrofon dipasang pada spinner dan suara tersebut direkam selama produksi, dan seperti gambar filem, dimanipulasi selama pengeditan.

Pertanyaan kedua dan terakhir dari penonton datang dari seorang tamu festival dari Mesir, Ali Aladawy, yang meminta sutradara menjelaskan bagaimana filem tersebut menciptakan pertimbangan ulang waktu secara konsep. Sutradara menegaskan kembali bahwa Esrever berupaya menangkap sudut pandang murni cahaya dan kamera, dengan mengatakan bahwa cahaya dapat mengalami masa lalu, masa kini, dan masa depan dalam satu urutan, dan bahwa ia ingin merekonstruksi waktu dan ruang. Dia juga menunjukkan hubungannya Esrever dengan Kim’s Video, yang memampatkan sejarah filem selama bertahun-tahun menjadi satu filem, karena kedua filem tersebut berupaya merekonstruksi ruang dan waktu.

Notes on International Competition 06: Moving Image, Itinerant Image

ARKIPEL Noli Me Tangere – 10th Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival continues screening its international competition films on Wednesday, 28 September, at 19:00 pm. This time, the three films were presented by Dini Adanurani, entitled Moving Image, Itinerant Image. As the audiences filled their seats and the films were about to be played, Dini opened with a foreword about her curatorial. She states that while the three films today are different, in the three films we can see how images mechanically move in cinema, how images move across time and space, how images move ideas, and how images move physically across the world. 

The first of three films Esrever by Heesue Kwon, uses the point of view from a rotating camera to record the daily activities in a park. The movement of the camera slows down, and goes up, leaving only traces of colors from what once were images of people and objects. The images are then superimposed with similar images, essentially creating a collage in movie form. The film gives the viewers a sense of time and space being manipulated at a whim by the filmmaker, creating a collage of time. 

The screening continued with The Death of an Extra by Mikhail Zheleznikov, a film that explores how images are reused and recycled through space and time. A very short clip depicting the death of a German soldier during the Battle of Stalingrad during World War II is used again and again, appearing in documentaries, recreated in live action films, and most recently, a video game where the player that pulls the trigger causes his death. 

The final film selected is Kim’s Video by Michael Redmon & Ashley Sabin, which follows the filmmakers as they recount the journey of a collection of 55,000 rare films at video store Kim’s Video, the filmmakers attempt to save the films from being lost forever. The film’s narrator tells the story of how a once-popular video business closed down at the dawn of the online streaming era, Kim’s Videos collection was sent to a small town in Italy as part of a plan that never fully materialized, and how filmmakers returned the collection to its new home in New York. Kim’s Video is a movie about cinema and how images ultimately take on a life of their own, and give meaning to the lives of their viewers. 

The screening was followed by a short discussion with the director of Esrever, Heesue Kwon and moderated by Dini Adanurani. The director revealed that her intention with Esrever was to capture the pure point of view of light and camera. She talked about how to create the narrative of her movie after shooting, and how she shot the movie with a self-made spinner. 

Dini talked about how Esrever reminded her of Zoopraxiscope, and said that the film breaks down the moving image into a collage of pieces that the filmmaker manipulates, creating a rhythm that the audience can really enjoy. The director responded by saying that the rhythm is what is important about the film, and stated that she wanted to combine the sensations of seeing and hearing into a sensory experience for the audience. 

The first question from the audience was from Otty Widasari who asked whether the sensory experience was created during production or during the editing process. The filmmaker responded by saying that it was created during editing, and that the film’s narrative was largely created by combing through the footage that had been shot and building it up from the editing. This was followed by another question regarding the sound of the movie, to which the director answered that microphones were attached to the spinner and that the sound was recorded during production, and like the movie images, manipulated during editing. 

The second and final question was from a festival guest from Egypt, Ali Aladawy, who asked the director to explain how the film conceptually reconsiders time. The director reiterated that Esrever seeks to capture the pure point of view of light and camera, saying that light can experience the past, present, and future in one sequence, and that she wants to reconstruct time and space. She also pointed out Esrever’s connection with Kim’s Video, which compresses years of film history into one movie, as both films seek to reconstruct time and space.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Not readable? Change text. captcha txt

Start typing and press Enter to search

X