rangkuman pameran keliling kultursinema di bandung
Memulai Pameran Keliling Kultursinema dari Bandung
Kamis, 7 Maret 2019 menjadi hari dibukanya Pameran Keliling Kultursinema di Bandung. Pembukaan pameran ini tidak diawali dengan peresmian seremonial seperti pameran pada umumnya, sehingga pengunjung bisa langsung datang ke lokasi pameran, yaitu di Orbital Dago pada saat pameran mulai dibuka jam 10 pagi. Pameran arsip ini menampilkan arsip-arsip yang pernah hadir sebelumnya pada perhelatan Kultursinema 1 hingga 5. Arsip yang ditampilkan itu, tidak mesti berbentuk sama dengan yang dulu dihadirkan, namun dibuat berkorelasi dengan arsip-arsip yang ditampilkan lainnya.
Hari pertama pameran juga diisi dengan diskusi berjudul Ruang Ruang Menonton dan Arsip Filem yang juga berlokasi di pendopo bawah di Orbital Dago. Awalnya, diskusi dimulai pada jam 4, namun agak molor sedikit, sekitar 20 menitan karena informasi beberapa peserta masih terjebak hujan dan macet. Menjadi pembicara pada diskusi tersebut adalah Yustinus Kristianto (Pemogram, Bahasinema), Damar Bagaskoro (Kurator, Ganesha Film Festival), Fausto Axel (Kepala Bidang, Bioskop Kampus Liga Film Mahasiswa Institut Teknologi Bandung), Carda & Yopie (Sunday Screen). Masing-masing pembicara mempresentasikan lembaga yang digawanginya dengan bantuan proyektor dan layar besar. Dipandu oleh moderator Mahardika Yudha.
Diskusi ini membahas tentang situasi sinema alternatif di Bandung yang diwakili oleh pembicara. Diskusi lalu mengerucut pada identitas filem Bandung itu sendiri dan upaya pencarian bahasa sinematik Bandung, dan membandingkannya dengan regional lain.
Tidak seperti hari pertama, pada hari kedua, pengunjung yang datang banyak dari tamu restoran Orbital itu sendiri. Kebanyakan dari mereka masuk galeri dengan rasa ingin tahu terhadap apa yang sedang dipamerkan. Sebagian tertarik dengan bendera Ganefo berwarna-warni cerah di muka pameran dan menjadikan bendera itu sebagai latar swafoto ataupun foto bersama. Keasyikan pengunjung menikmati pameran, terlepas dari apapun intensinya, adalah pengalaman tersendiri ketika sedang mengelola pameran.
Hari kedua memang tidak ada diskusi ataupun pemutaran yang diselenggarakan oleh Kultursinema. Hal ini mungkin juga adalah penyebab mengapa tidak begitu banyak orang yang hadir ke Orbital Dago dengan niat untuk mendatangi pameran, lagipula ini adalah resiko menyelenggarakan pameran di tempat multifungsi seperti Orbital Dago. Akan tetapi, strategi ini bisa dilihat sebagai siasat untuk memperluas ide terhadap apa itu Kultursinema kepada khalayak yang mungkin saja tidak memiliki ketertarikan tehadap sinema yang dipresentasikan dalam bentuk lain juga ketidaktertarikan terhadap konten yang ditampilkan. Yang terpenting dalam sebuah pameran adalah mampu memberikan kedalaman, baik itu bentuk maupun kontennya, sehingga pengunjung melihat tidak hanya kulitnya saja, tapi juga bisa mendapat pilihan untuk menyelam ke dalamnya.
Pameran Kelililng Kultursinema di Bandung pada hari ketiga diisi dengan diskusi menarik berjudul Penulisan Sejarah dari Arsip Filem yang diisi oleh Mahardika Yudha (Kurator, kultursinema) dan Gorivana Ageza (Penulis dan pemogram, Bahasinema) dan dimoderatori oleh Luthfan Nur Rochman. Seharusnya ada satu lagi pembicara yaitu Tanti Restiasih Skober, S.S., M.Hum (Peneliti, Dosen Sejarah UNPAD), namun beliau tidak bisa hadir karena harus pergi ke Universitas Indonesia di Depok. Pada diskusi ini, Mahardika Yudha menceritakan sinema Indonesia dalam konteks kesejarahan. Mulai dari masuknya tayangan pertama oleh, hingga relevansinya membaca peta sejarah itu saat ini. Sementara Gorovina Ageza memaparkan program-program dan kegiatan Bahasinema, sebagai platform alternatif tentang kajian dan penayangan filem di Bandung. Sesi diskusi lalu berlanjut pada pertanyaan seputar seberapa penting kita memahami sejarah dan arsip itu sendiri, dan apa yang harus dilakukan mengenai berbagai kebaruan terhadap sejarah yang didapat dari bermacam sumber arsip.
Pada hari keempat, Pameran Keliling Kultursinema mengadakan eksebisi penayangan filem. Dua filem yang ditayangkan adalah AWAL: Nasib Manusia yang disutradarai oleh Gilang Bayu Santoso, dan 9009 dengan sutradara Zanetta Auriel. Awalnya, Gilang Bayu Santoso merencanakan hadir untuk mengikuti diskusi setelah penayangan, namun yang bersangkutan berhalangan, sehingga hanya Zanetta Aurel saja yang hadir dan membicarakan filemnya. Bagi Zanetta Aurel, filem 9009 mulanya ditujukan sebagai dokumenter internal bagi kalangan LFM saja, namun ternyata cukup banyak yang tertarik untuk melihat filem ini dan membaca konteks sosial-sejarahnya. Pembahasan lalu berlanjut ke arah pengarsipan di wilayah LFM itu sendiri dan bagaimana arsip itu sendiri bisa dibaca kembali oleh generasi LFM lain.
Hari kelima menjadi hari terakhir Pameran Keliling Kultursinema di Bandung. Beberapa orang yang belum sempat menikmati pameran menyempatkan diri untuk datang. Pengunjung lantas juga menunggu hingga jam 4 untuk ambil bagian dalam diskusi yang berjudul Reproduksi dan Representasi Arsip Filem. Sebagai pembicara adalah Yusuf Ismail (Seniman), Afrian Purnama (Kurator dan penulis, kultursinema), dan Taufiqurrahman (Seniman dan Desainer Grafis, milisifilem). Diskusi ini memperbincangkan olah bentuk arsip, dan upaya transformasi arsip tersebut dalam mencapai subjektifitas artistiknya. Bagi Yusuf Ismail, karater maya bernama “Fluxcup” dibuatnya sebagai jawaban atas keresahan dan kejenuhan budaya pop di Indonesia yang menurutnya sangat banal. Sementara Afrian Purnama memaparkan tentang upaya Kultursinema mengkomposisikan ulang arsip untuk kebutuhan pameran Kultursinema, yang sudah berlangsung sejak tahun 2013. Sementara Taufiqurrahman menceritakan proses serta hasil dari upaya penggambaran ulang filem Bicycle Thieves karya Vittorio De Sica menjadi interpretasi subjektif menggunakan tinta cina dan kertas. Taufiqurrahman juga menjelaskan Milisifilem sebagai sebuah kolektif yang selalu memproduksi berbagai karya khususnya karya visual.
Pameran Keliling Kultursinema di Orbital Dago, Bandung adalah rangkaian awal dari empat rangkaian Pameran Keliling yang sudah direncanakan. Setelah ini Pameran Keliling Kultursinema akan ada di kota Jogjakarta, Surabaya, dan Semarang.
notes on pameran keliling kultursinema
Kultursinema Traveling Exhibition has begun from Bandung
Thursday, March 7th, 2019 was the opening event of Kultursinema Traveling Exhibition in Bandung. The opening wasn’t preceded with formal ceremonial like any other exhibitions as usual so that the visitors could go directly to Orbital Dago, where the exhibition is located, at 10 am when the door started to open. This Exhibition was displaying the archives that had been exhibited since the 1st Exhibition of Kultursinema until the 5th exhibition. The exhibited archives were not in the same form with the ones that had been exhibited, yet it was made correlated with the context.
In the first day, there’s a discussion program “Ruang-Ruang Menonton and Arsip Filem” located at the downside of Orbital Dago Hall. The discussion was scheduled at 4 PM but delayed about 20 minutes because there was heavy rain and some participant were trapped in traffic. This discussion invites Yustinus Kristianto (Bahasinema Programmer), Damar Bagaskoro (Curator of Ganesha Film Festival), Fausto Axel (Head of Bioskop Kampus Liga Film Mahasiswa, Bandung Institute of Technology), Carda & Yopie (Sunday Screen), as speakers. Every speaker was presenting their institutions through the light of the projector on the wide screen with the help of Mahardika Yudha as moderator.
They were discussing the situations of alternatives cinema in Bandung, represented by the speakers, that leads into the search of cinematic language and film identity of Bandung itself and comparing it with other regions.
The second day was different, many of the exhibition visitors came from Orbital Dago Restaurant itself. They were visiting the gallery because they were curious about the object displayed in the exhibition. Half of them seemed interested with the colorful flags of GANEFO at the entry door and made it as a background of their selfies or wefies. Seeing the visitors enjoying the exhibition, regardless of their intentions, was a special experience while organizing an exhibition.
There were no discussions or film screenings by Kultursiema on the second day. It might be the reason why there were not much visitors came to see the exhibition. Moreover, it was such a consequence when we organized an exhibition inside multifunctional space like Orbital Dago. But, we can see it as a strategy to broaden the idea of what Kultursinema is to the public who didn’t have any interest with cinema that was presented in another form and its content. The most important things in an exhibition are its capability to provide a depth content and context so that the visitors not only see the surface, but they’re able to dive into the depth.
The third day of Kultursinema Traveling Exhibition in Bandung was scheduled with interesting discussion program, “History Writing and Film Archives” with Mahardika Yudha (Curator of Kultursinema) and Gorivana Ageza (Writer and Programmer, Bahasinema) as the speakers, moderated by Luthfan Nur Rochman. There should be one more speaker, Tanti Restiasih Skober, S.S, M.Hum (Researcher and History Lecturer, UNPAD), but she was unable to come because she had to go to Universitas Indonesia in Depok. In that discussion, Mahardika Yudha talked about Indonesian cinema and its historical context. Starting with the invasion of the first film screening until its relevance to read our historical maps this time. While Gorivana Ageza explained Bahasinema’s programs and activities as an alternative platform about screening and film studies in Bandung. The discussion also followed with Q&A session about how important we understand history and archive itself, and what kind of response we should give towards such a historical novelty from a variable source of archives.
In the fourth day, Kultursinema Traveling Exhibition held a film screening. Two films which were screened are AWAL: Nasib Manusia directed bt Gilang Bayu Santoso, and 9009 directed by Zanetta Auriel. Bayu Gilang Santoso was planned to attend after screenings discussion, but he was unable to come. So only Zanetta Aurel who talked about her film. For Zanetta Auriel, 9009, in the beginning, was aimed to be a documentary film for internal institution purpose, but it turned out there were many people interested to discuss and interpret the film related to its social-historical context. Discussion continued to archive methods that were applied in LFM itself and how the archives could be accessible by other generations of LFM who wants to read it.
The fifth day was the last day of Kultursinema Traveling Exhibition in Bandung. Some people who had not gotten the chance to come took their chance to enjoy the exhibition. Then, the visitors were waiting until four o’clock to join the last discussion program about “Reproduction and Representation of Film Archives”. The speakers were Yusuf Ismail (Artist), Afrian Purnama (Curator dan Writer, Kultursinema), and Taufiqurrahman (artist and graphic designer, Milisifilem). They discussed how to manage and transform archives in any forms to make something new to achieve its artistic subjectivity. For Yusuf Ismail, he makes a virtual character named “Fluxcup” as an answer to shallow excessive pop culture in Indonesia. While Afrian Purnama explained the effort of Kultursinema on recomposing the archives of the former Kultursinema exhibition since 2013. Taufiqurrahman told the audience about the process and its results of reimagining Bicycle Thieves from Vittorio De Sica from a subjective interpretation of every Milisifilem participants through Chinese ink on paper. Taufiqurrahman also explained Milisifilem as a collective that consistently producing visual arts.
Kultursinema Traveling Exhibition in Orbital Dago, Bandung is the beginning of a traveling exhibition series that will be held in Yogyakarta, Surabaya and Semarang.