CP SOUTH ASIA 1 / MON. 15 SEP, 13.00 / KINEFORUM
[divider type=”space” height=”40″ no_border=”1″ /] [column type=”1/3″ last=”0″ class=””]18+
Country of production India
Language Hindi
Subtitle English
92 min, Color, 1985
Filem ini berbeda dengan tradisi Sinema Ketiga. Mani Kaul mengembangkan bahasa baru untuk berbicara mengenai resistensi melalui jejak-jejak India kuno yang lestari oleh kerajinan tanah liat. Dia mencoba mengeksplorasi identitas lokal yang masih murni dan tidak terbentuk oleh kolonialisme. Bercerita tentang bagaimana segumpal tanah liat menjadi sebuah jejak kebudayaan. Adegan awal filem ini mengajak penonton ke sebuah desa kecil penghasil gerabah di saat matahari mulai tampak. Hadirnya orang bersepeda mengesankan bahwa latar waktu filem berada di masa sekarang. Lalu, potongan montase antara latar masa sekarang dan ukiran tanah liat menandakan keberadaan tradisi kerajinan tanah liat yang sudah dilakukan puluhan abad silam. Dari desa ini, nantinya, beberapa kisah tentang tanah liat yang diceritakan oleh Mani Kaul dimulai.
— Bunga Siagian & Afrian Purnama
[/column] [column type=”1/3″ last=”1″ class=””]This film itself is different in Third Cinema tradition. Mani Kaul promote the new language of film to approach the discourse of resistance through the traces of ancient India which were preserved by clay craftsmanship. He explored the pure local identity that was not shaped by colonialism. Tells the story of how a lump of clay come into a cultural trace. The scenes at the beginning of this film invite us to a small village of pottery producer when the sun began to appear. The appearance of a man cycling impresses us as if the story is nowadays. And then the montage between the present and the carving clay signify the existence of the tradition of clay handicraft which had existed for decades of the last century. From that village, later on, some of the clay story was told by Mani Kaul began.
— Bunga Siagian & Afrian Purnama
[/column]