Cheap Ambien Canada Zolpidem Cheapest Order Zolpidem Online Uk Order Ambien Cr Online Cheapest Zolpidem Tartrate

Milisifilem Collective: Proyek Minke
Milisifilem Collective: The Minke Project

Host Otty Widasari

1 October 2023 – 16.00

Kali ini adalah tentang Minke, seorang bangsawan kecil Jawa yang hidup di masa kolonialisme Hindia Belanda. Ia adalah cerminan dari Raden Mas Tirto Adhi Soerjo, seorang tokoh pergerakan pada masa kolonial Hindia Belanda yang mendirikan organisasi Sarekat Prijaji. Dia juga seorang pelopor jurnalistik Indonesia, yang menerbitkan koran berbahasa Melayu pertama, Medan Prijaji. Kronikel perjalanan pemikiran Minke dan perjuangannya tersebut terjabarkan dalam dalam roman sejarah Tetralogi Buru. Empat buku ini adalah karya sastra yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer dalam masa penahanan politiknya di Pulau Buru. Sebuah mahakarya yang menggambarkan detail-detail kolonialisme dalam bentuk pemikiran-pemikiran dan pertemuan-pertemuan orang-orang.

Ketiga filem yang ada di dalam program ini adalah bagian dari Proyek Minke, sebuah proyek membaca Tetralogi Buru dan menjadikannya sebagai inspirasi dalam memproduksi filem. Ketiga karya tersebut adalah: Pipit dalam Badai, karya Van Luber Parensen; Peta Gula, karya Ali Satri Effendi; dan Kulihat Kau Lihat Dia, karya Helmi Yusron, adalah tiga filem yang diproduksi dalam periode akhir pembelajaran kelas MILISIFILEM angkatan ke 6 (angkatan Edelweiss).

MILISIFILEM merupakan platform yang dibentuk Forum Lenteng pada September 2017 yang secara khusus mendalami praktik-praktik produksi visual, baik secara teknis maupun konteks yang terkait dengan persoalan sosial budaya terkini. Secara reguler, MILISIFILEM menyelenggarakan pelatihan tentang dasar-dasar visual secara lintas disiplin, menggunakan pendekatan yang partisipatoris dan kolaboratif. Para partisipan menjelajahi berbagai kemungkinan eksperimentasi visual, serta membangun kedisiplinan kolektif dalam memproduksi karya-karya visual. MILISIFILEM secara khusus melibatkan partisipan untuk mendalami aktivisme seni dan budaya dalam rangka menghadapi tantangan perubahan zaman.

This is about Minke, a Javanese minor nobleman who lived during the Dutch East Indies colonialism. He is a reflection of Raden Mas Tirto Adhi Soerjo, a movement figure during the Dutch East Indies colonial period who founded the Sarekat Prijaji organization. He was also a pioneer of Indonesian journalism, publishing the first Malay-language newspaper, Medan Prijaji. The chronicle of Minke’s journey of thought and struggle is described in the historical romance Buru Quartet. These four books are literary works written by Pramoedya Ananta Toer during his political incarceration on Buru Island. A masterpiece that describes the details of colonialism in the form of thoughts and encounters of people.

The three films in this program are part of the Minke Project, a project to read the Buru Quartet and use it as inspiration to produce films. The three works are: Pipit dalam Badai, by Van Luber Parensen; Peta Gula, by Ali Satri Effendi; and Kulihat Kau Lihat Dia, by Helmi Yusron, are the three films produced in the final period of study of the 6th batch of MILISIFILEM class (Edelweiss batch).

MILISIFILEM is a platform established by Forum Lenteng in September 2017 that specifically explores visual production practices, both technically and in contexts related to current socio-cultural issues. Regularly, MILISIFILEM organizes training on visual fundamentals in an interdisciplinary manner, using a participatory and collaborative approach. Participants explore the possibilities of visual experimentation and build collective discipline in producing visual works. MILISIFILEM specifically engages participants to explore art and cultural activism in order to face the challenges of changing times.

Film List

still-peta-gula

Peta Gula
Sugar Map

Filmmaker Ali Satri Efendi
Country of Production Indonesia
Language Bahasa Indonesia
Subtitle English

15 min, Stereo, Black & White, 2023

Sistem Glebagan lahir untuk menuntut petani melakukan rotasi penanaman dan mengalihfungsikan sebagian tanahnya dari tanaman pokok sehari-hari menjadi bahan baku industri. Sistem ini mengubah wajah pertanian dan membentuk peta gula di berbagai daerah di Indonesia. Dengan pendekatan dokumenter observasional, filem ini menunjukkan lanskap peta gula di sebuah desa di kawasan Krembung, menyusuri setapak demi setapak perkebunan tebu yang menghimpit sawah-sawah petani. Sebuah penelusuran tentang siklus yang berulang, diselingi rekaman arsip lampau tentang tebu, gula, dan pergerakan-pergerakan.

The Glebagan system was born to require farmers to rotate crops and convert some of their land from daily staple crops to industrial raw materials. This system changed the face of agriculture and shaped the sugar map in various regions in Indonesia. Using an observational documentary approach, the film shows the landscape of the sugar map in a village in the Krembung region, tracing step by step the sugarcane plantations that choke farmers’ rice fields. It is an exploration of repeating cycles, interspersed with past archival footage of sugar cane, sugar, and movements.

Ali Satri Efendi lahir di Karawang, saat ini tinggal di Bekasi. Ia bekerja sebagai dosen di sebuah kampus politeknik. Sebagai pembuat film, film-filmnya telah diputar di berbagai festival film, seperti ARKIPEL: Jakarta International Experimental & Documentary Film Festival, Images Forum (Jepang), Festival Film Dokumenter (FFD), Minikino: Bali International Short Film Festival, dan juga Monitor 15, sebuah program tur yang diadakan oleh SAVAC (South Asian Visual Art Center). Saat ini ia sedang mempelajari eksperimentasi seni visual di Milisifilem Collective.

Ali Satri Efendi was born in Karawang, currently lives in Bekasi. He works as a lecturer in a polytechnic campus. As a filmmaker, his films were screened at various film festivals, such as ARKIPEL: Jakarta International Experimental & Documentary Film Festival, Images Forum (Japan), Festival Film Dokumenter (FFD), Minikino: Bali International Short Film Festival, as well as Monitor 15, a tour program conducted by SAVAC (South Asian Visual Art Center). He is currently studying visual art experimentations at Milisifilem Collective.

still-helmi

Kulihat Kau Lihat Dia
I Watch You Watch Them

Filmmaker Helmi Yusron
Country of Production Indonesia
Language Indonesia
Subtitle English

18 min, Stereo, Black & White, 2023

Seorang perempuan mencari jejak pengawasan dari ruang-ruang kota di sekelilingnya, ia menggunakan kamera dan memotret hal-hal yang menurutnya berpotensi menjadi letak pengawasan, namun perempuan tersebut untuk lebih paham tentang hal yang ia lakukan, ia juga memposisikan dirinya sebagai pengawas dengan memotret orang-orang, di tengah perjalanannya, sang perempuan tersadar bahwa ia diikuti oleh seorang lelaki yang membawa kamera berlensa panjang.

A woman looks for traces of surveillance from the urban spaces around her, she uses a camera and takes pictures of things that she thinks are potential surveillance sites, but to understand more about what she is doing, she also positions herself as a surveillance by taking pictures of people, in the middle of her journey, the woman realizes that she is being followed by a man carrying a long lens camera.

Helmi Yusron (lahir 2001) adalah mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini ia sedang belajar di Milisifilem, salah satu program yang dijalankan oleh Forum Lenteng.

Helmi Yusron (born 2001) is a student of History and Islamic Civilization at Syarif Hidayatullah Islamic University Jakarta. He is currently studying at Milisifilem, one of the programs run by Forum Lenteng.

still-luber-2

Pipit Di Tengah Badai
Sparrow in a Storm

Filmmaker Van Luber Parensen
Country of Production Indonesia
Language Bahasa Indonesia
Subtitle English

22 min, Stereo, Black & White, 2023

Serangkaian suara dari surat dari Miriam de la Croix meliputi kehidupan seorang ahli botani dan tiga orang anaknya. Isi surat tersebut berisikan keibaan Miriam de la Croix kepada nasib bangsa Hindia Belanda di bawah penjajahan kolonial Eropa, khususnya Belanda. Isi surat tersebut menjadi latar suara dalam kegiatan seorang botanist dalam melakukan kerja-kerja modern dan ilmu pengetahuan bersama ketiga anaknya hari itu, yang mana modernitas dan ilmu pengetahuannya di Hindia justru datang bersamaan dengan kolonialisme Eropa.

The voice of Miriam de la Croix’s letter covers the life of a botanist and her three children. The letter contains Miriam de la Croix’s compassion for the plight of the Dutch East Indies under European colonial rule, especially the Netherlands. The content of the letter became the background sound in the activities of a botanist in doing modern work and science with her three children that day, where modernity and science in the Indies actually came together with European colonialism.

Van Luber Parensen, lahir di Sumatera Barat, 23 April 1987, adalah seniman yang tinggal di Jakarta. Saat ini, ia berpartisipasi dalam kolektif Milisifilem yang diprakarsai oleh Forum Lenteng, sebuah organisasi nirlaba di Jakarta. Ia berkarya dalam berbagai medium, seperti musik, lukisan, sketsa, kolase, dan saat ini fokus pada pembuatan film.

Van Luber Parensen, born in West Sumatra April 23 1987, is Jakarta-based artist. Currently, he is participating in the Milisifilem collective initiated by Forum Lenteng, a non-profit organization in Jakarta. He works in various mediums, such music, painting, sketching, collage, and currently focuses on filmmaking.

About the Curator

Otty Widasari

Otty Widasari (Balikpapan, 1973) adalah seorang seniman, pembuat film, pegiat media, salah satu pendiri Forum Lenteng, dan Direktur Program Pemberdayaan Media Berbasis Komunitas (AKUMASSA) di Forum Lenteng. Ia lulus dari jurusan Seni Rupa Murni di Institut Kesenian Jakarta pada tahun 2013.

Otty Widasari

Otty Widasari (Balikpapan, 1973) is an artist, filmmaker, media activist, one of the founders of Forum Lenteng, and Director of Community-Based Media Empowerment Program (AKUMASSA) at Forum Lenteng. She graduated Fine Arts at the Institut Kesenian Jakarta in 2013.

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Not readable? Change text. captcha txt

Start typing and press Enter to search

X