Malam Pembukaan Arkipel 2023 Noli Me Tangere – 10th Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival
Forum Lenteng kembali menyelenggarakan festival filem dokumenter dan eksperimental tahunannya yang ke-10, yaitu Arkipel. ARKIPEL Noli Me Tangere – 10th Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival, festival ini akan dilaksanakan selama delapan hari mulai dari tanggal 24 September hingga 1 Oktober 2023. Dengan mengkurasi 31 filem yang terpilih dalam program International Competition, festival ini juga akan memberikan hasil penjurian untuk filem-filem terbaik pada acara Awarding Night pada 1 Oktober 2023.
Malam pembukaan dilaksanakan pada hari Minggu, 24 September 2023 dan dipadati banyak pengunjung di Rumah Bata Forum Lenteng, Jagakarsa. Pada jam 19.00 WIB, malam pembukaan dimulai dengan beberapa sambutan dari para komite yang memberikan sumbangsihnya selama proses pelaksanaan Arkipel. Orang-orang membuat formasi melingkar sembari mendengarkan beberapa kata sambutan secara saksama.
Yuki Aditya selaku direktur festival memulai sambutannya dengan menjelaskan bagaimana Arkipel sebagai festival internasional dapat berkembang dan membangun jejaring pertemanan dengan para penikmat filem. Ditambah lagi Arkipel 2023 terasa lebih istimewa dari sebelumnya dikarenakan kolaborasinya dengan SAVVY Contemporary, sebuah kolektif berbasis di Jerman yang senantiasa membantu Arkipel terselenggara dengan baik dan akan berkolaborasi kembali dalam program-program selanjutnya. Selain itu, Arkipel tahun ini juga dimaksudkan untuk mendukung sebuah platform penayangan filem di Berlin bernama Sinema Transtopia yang sedang mengalami pasang surut.
Hafiz Rancajale selaku juri dan direktur artistik Arkipel 2023 juga mengungkapkan puji syukurnya atas terselenggaranya Arkipel Noli Me Tangere – 10th Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival. Hafiz memaparkan refleksinya dalam melihat seni kontemporer dan kerja-kerja yang dilakukannya sebagai proses belajar, begitu juga di dalam komunitas Forum Lenteng. Tahun ini, Arkipel mengusung tema Noli Me Tangere yang dikutip dari buku yang cukup fenomenal dari penulis asal Filipina, Jose Rizal. Noli Me Tangere yang berarti “jangan sentuh aku” yang rilis pada 136 tahun yang lalu nyatanya masih sangat relevan dengan perubahan dunia sekarang dengan berbagai fenomena yang terjadi, mulai dari COVID-19 hingga perang Ukraina-Rusia, sehingga menjadikannya tema yang selaras untuk Arkipel ke-10. Menjadikan Noli Me Tangere sebagai tema bagi Hafiz adalah sebuah tantangan yang cukup besar untuk membangun pernyataan politik kebudayaan di masa sekarang.
Kemudian sambutan terakhir ditutup dengan Risa Permanadeli selaku juri Arkipel. Ia menjabarkan secara singkat bahwa meskipun filem bukanlah bidang yang berkaitan dengannya, tapi filem juga adalah jembatan dalam membangun persahabatan. Persahabatan tersebut terbangun karena memiliki satu trayektori yang sama, yaitu menyukai filem sebagai suatu ekspresi humanitas.
Setelah kalimat sambutan usai, para penonton diarahkan menuju ruang penayangan untuk menonton filem pembuka Arkipel Noli Me Tangere – 10th Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival. Ruang tersebut dipadati sekitar 25 penonton dengan antusiasme yang tinggi dan kursi yang terisi penuh. Filem yang ditayangkan adalah Broken View karya sineas asal Belgia, Federico Hannes Verhoustraete yang dikuratori oleh Otty Widasari. Filem ini menjelaskan bagaimana sejarah kamera dan lensa ditemukan dan perkembangannya sebagai aparatus kolonialisme. Filem ini juga membangun pernyataan dimana bahasa kamera tidak akan terpisah dengan siapa yang ada di belakangnya. Filem berdurasi 72 menit ini ditayangkan dan diakhiri dengan tepuk tangan meriah oleh para penonton.
Begitu filem selesai, orang-orang berhamburan ke balkon Rumah Bata Forum Lenteng untuk menikmati lounge dengan hidangan dan minuman dingin sambil berbincang-bincang mengenai filem yang baru ditonton. Acara malam itu berakhir khidmat dan intim dengan para penikmat filem saling berkenalan dan bertegur sapa satu sama lain. Begitu juga dengan iringan musik 70-80an yang dikurasi oleh Bodas Rancajale yang menghidupi suasana dan kehangatan orang-orang untuk berdendang, menari bersama, bahkan juga bermain kartu.
Opening Night of Arkipel 2023 Noli Me Tangere - 10th Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival
Forum Lenteng is organizing its annual event, entitled ARKIPEL Noli Me Tangere – 10th Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival. The festival is being held in eight days starting from September 24 to October 1, 2023. By curating 31 films selected in the international competition category, this festival will choose the best film that will be announced at the awarding night on October 1, 2023.
The opening night was held on Sunday, September 24, 2023 at Forum Lenteng, Jagakarsa and was packed with visitors. At 7pm, this special event started with some speeches from the committees who contributed to the process of Arkipel. People made a circular formation while listening to those speeches carefully.
Yuki Aditya as the festival director started his speech by explaining how Arkipel as an international festival can grow and build a network with film lovers. In addition, Arkipel 2023 feels more special than ever due to its collaboration with SAVVY Contemporary, a German-based collective that has supported Arkipel and will collaborate again in the future program. This year’s Arkipel is also intended to support a film screening platform in Berlin called Sinema Transtopia which is experiencing ups and downs.
Hafiz Rancajale as the jury and artistic director of Arkipel 2023 also expressed his gratitude for the organization of Arkipel Noli Me Tangere – 10th Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival. He reflected on his experiences in seeing contemporary art and his works as a learning process, as well as activities within the Forum Lenteng community. This year, Arkipel carries the theme Noli Me Tangere, which is based on the phenomenal book by Filipino author Jose Rizal. The book, which uses Latin words meaning “don’t touch me” and was published 136 years ago, is in fact still very relevant to the various phenomena that have occurred in the world recently; from COVID-19 to the Ukraine-Russia war, making it a harmonious theme for the 10th Arkipel. For Hafiz, implementing Noli Me Tangere as a theme is quite a challenge to build a cultural political statement in the present.
Then the last speech was delivered by Risa Permanadeli as the Arkipel jury representative. She briefly explained that although film is not a field related to her, it has a role as a bridge in building friendship. This relationship is built because it has the same trajectory: film as an expression of humanity.
After the speeches, the audience was directed to the screening room to watch the opening film of Arkipel Noli Me Tangere – 10th Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival. The room was filled with about 25 enthusiastic people. The title of the film was Broken View by Belgian filmmaker Federico Hannes Verhoustraete, curated by Otty Widasari. The film depicts the history of the invention of camera and lens and its development as an apparatus of colonialism. The film also builds a statement that the language of the camera will not be separated from who is behind it. The 72-minute film was ended with a standing ovation from the audience.
After the screening, people were invited to the balcony of Forum Lenteng to enjoy the lounge with food and cold drinks while chatting about the films they had just watched. The special event was solemn and intimate with film lovers getting to know each other and having conversations. While the 70s – 80s songs curated by Bodas Rancajale enlivened the atmosphere and invited people to sing, dance, and even play cards.