Sebagai sebuah medan sosial seni (art world) pada sinema yang memadai, festival (sebagai sebuah institusi) tidak akan sanggup sendirian mendorong produksi bahasa sinema yang baik. Medan tersebut juga harus memuat akademi, lembaga kritik, kurator, dan infrastruktur sosial lainnya, yang saling menopang secara organik melingkupi sebuah praktik estetika dan pemaknaan yang baik. Satu di antara fungsi-fungsi festival filem di dalam medan sosial seni adalah bagaimana menayangkan filem-filem terpilih berdasarkan diskursus perkembangan bahasa sinema dunia terkini. Fungsi edukatif tersebut berarti menjembatani jarak antara penonton dan karya, di tengah-tengah keragaman bahasa visual dalam perkembangan sinema, melalui sebuah sistem kurasi yang dimiliki festival.
Namun, dalam konteks Indonesia, terkait dengan masalah perkembangan dari ‘globalitas’ bahasa sinema dunia, satu hal yang cukup memprihatinkan adalah lingkungan produksi filem nasional yang belum memiliki kepekaan terhadap keberagaman bahasa visual dari filem, khususnya terkait jangkauan dan perluasan bahasa visual dalam menggambarkan realitas kekinian yang melingkupi lingkungan sosial para pembuat filem. Hal ini dilatari oleh masih kurangnya fungsi akademi sebagai bagian dari medan sosial seni yang dapat memengaruhi dan mendorong praktik estetik para pelaku atau pegiat filem di dalam konstelasi keragaman bahasa sinema global yang masih terus berkembang.
Karenanya, fungsi edukatif pada festival juga harus diperluas: dari membangun diskursus bagi penonton hingga mendorong para pembuat filem untuk memproduksi karyanya melalui kesadaran atas kemungkinan-kemungkinan dan kebaruan-kebaruan bahasa visual dalam menyikapi kompleksitas kehidupan yang melingkupi mereka. Dalam hal ini, meluaskan fungsi festival sebagai akademi adalah suatu kebutuhan. Fungsi yang diperluas tersebut, dalam konteks medan sosialnya, tentu bukan dalam pengertian yang sama dengan peran akademi formal. Fungsi festival sebagai akademi lebih berupa edukasi alternatif dalam mendorong proses produksi filem dengan suasana yang partisipatif dan demokratis, lewat fasilitas dan praktik lokakarya (workshop) dan diskusi kuratorial.
ARKIPEL memaknai akademi sebagai sebuah platform eksperimen (tindakan yang bersistem dan berencana dalam mencari dan mencoba berbagai kemungkinan), termasuk di dalamnya ialah langkah alternatif dalam mengembangkan praktik pendidikan partisipatoris untuk membangun kesadaran terhadap bahasa sinema eksperimental yang tengah diusungnya. Sinema, tentu saja, mengandung pengetahuan dalam merepresentasikan dan bahkan menghadirkan realitas. Sinema eksperimental selalu mengandaikan semangat (intensi), gagasan (bahasa), dan praktik (produksi) yang menerabas batas, sebagai usaha untuk menjangkau pemaknaan atas realitas yang semakin kompleks. Pandangan dan kepercayaan inilah yang akan selalu memicu kemunculan bahasa-bahasa baru, memperluas cakupan wacana, dan membuka peluang-peluang tanggapan yang lebih mendalam terhadap realitas yang ingin dijangkau sinema. Dalam hal ini, akademi sinema termasuk di dalamnya adalah mempertanyakan apa itu ‘realitas’ di dalam sinema itu sendiri, medium yang memungkinkannya, serta cara-cara menyajikan gagasan-gagasan itu ke masyarakat, baik lewat karya filem itu sendiri (produksi) maupun lewat pengorganisiran suatu penayangan karya filem (kuratorial).
Tahun 2017 adalah awal bagi ARKIPEL untuk mewujudkan usaha perluasan fungsi festival sebagai institusi pendidikan sinema: Akademi ARKIPEL. Sebagai bagian dari upaya mewujudkan cita-cita itu, ARKIPEL menyelenggarakan lokakarya bagi para partisipan terpilih yang akan bertemu dengan para pemateri (pegiat dan pembuat filem) yang berkualitas di bidangnya masing-masing. ARKIPEL membuka pendaftaran bagi para penikmat dan pegiat filem yang ingin meluaskan pandangannya mengenai kuratorial filem dan produksi filem.
cara pendaftaran gimana ya pak ??
wah sedih sekali, baru mau daftar dan mengumpulkan contoh tulisan, tapi jam 11.21 sudah tidak bisa diakses formnya. padahal sebelumnya disebutkan bahwa jam 23.59 baru ditutup.
Kalau mau daftar sebagai partisipan, syaratnya apa saja?