catatan tentang filem performans takashi makino
Filem Performans oleh Takashi Makino
Pada hari kelima penyelenggaraan ARKIPEL homoludens – 6th Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival, tepatnya pada 12 Agustus 2018, terdapat hal yang agak berbeda dari rangkaian acara festival yang diselenggarakan di GoetheHaus, Goethe-Institut Indonesien, Jakarta. Kali ini, ARKIPEL menghadirkan sebuah performans dan pemutaran film dari Takashi Makino yang merupakan seorang seniman dan pembuat filem asal Jepang yang banyak berkolaborasi dengan berbagai musisi dari berbagai belahan dunia.
Pada kesempatan ini, Makino menampilkan sebuah performans yang berjudul Space Noise 2 yang ia buat di tahun 2018. Selain itu, ia juga memutar dua karya filemnya yang berjudul cinéma concret dan On Generation and Corruption. Pada karya pertamanya, selain memproyeksikan video, Makino juga memainkan bebunyian yang ia kontrol dari bangku pengunjung dengan menggunakan pad controller dan mixer. Ia menyusun momen gambar yang bergerak dan momen bunyi dengan apik di mana keduanya dapat saling terhubung dan saling mendukung. Jika penulis meminjam sebuah metode analisa bunyi dan visual yang dikembangkan oleh Marko Ciciliani di dalam tulisannya yang berjudul An Introspective Method for The Analysis Of Musical Multimedia, maka performans ini dapat dianalisa dengan dua pendekatan yaitu dengan model congruence in terms of synchrony (keselarasan dalam hal sinkronisasi) dan congruence in terms of kinetics (keselarasan dalam hal kinetika).
Congruence in terms of synchrony adalah parameter yang mengindikasikan kecocokan dalam hal sinkronisasi antara bunyi dan visual.[1] Jika kita melihat materi noise yang Makino gunakan pada aspek visual dan materi noise yang ia gunakan pada aspek bunyi, maka kita bisa mengaitkan keterhubungan antara fenomena visual dan bunyi di karyanya dengan pendekatan ini. Selain dengan pendekatan congruence in terms of synchrony, karya pertama ini juga bisa didekati dengan model congruence in terms of kinetics dimana parameter menggambarkan hubungan temporal antar media. Karena mengacu pada temporalitas, ia memiliki kesamaan dengan parameter sinkronisasi. Namun, ketimbang mendeskripsikan apakah elemen dari media berbeda atau bukan secara temporal selaras, istilah kinetika justru mengacu pada pengertian tentang keseluruhan gerak dan kecepatan.[2]
Selain itu, di karya ini, Makino menggunakan beberapa proyektor filem dan video untuk menciptakan pengalaman 3D, ia juga memberikan potongan lembaran filter Pulfrich (yang sekilas mirip mika biasa) kepada pengunjung. Sebelum memulai performans-nya, Makino menjelaskan bagaimana cara menggunakan filter tersebut, yaitu dengan membuka kedua mata dan menutup satu mata menggunakan filter tersebut. Setelah penulis mencoba melihat visual yang ia proyeksikan di layar dengan menggunakan filter, maka visual yang terproyeksikan seperti berputar-putar ke arah kiri atau kanan, sesuai dengan posisi filter pada mata tiap penonton.
Seusai mementaskan karya pertama, Makino melanjutkannya dengan memutar karya kedua yang berjudul cinéma concret. Yang menarik pada karya ini adalah dimana ia mengambil idiom-idom dari concrete music yang berkembang pada awal 1940-an di Prancis yang digawangi oleh Pierre Schaeffer. Concrete music sendiri merupakan sebuah cara pembuatan karya musik dengan menggunakan materi rekaman bunyi-bunyi konkret, seperti bunyi uap kereta api, tetesan air dan lain sebagainya, yang dimodifikasi dengan beberapa cara seperti percepatan tempo, pembalikan arah rekaman (reverse), pemotongan pita rekaman dan penyambungan kembali dengan modifikasi yang membuat bunyi-bunyi konkret tadi menjadi bebunyian yang lain yang terkesan abstrak.
Salah satu pelopor karya concrete music adalah sebuah karya dari Pierre Schaeffer yang berjudul Etude Aux Chemins De Fer, di mana ia menggunakan materi rekaman bunyi kereta api dan memodifikasinya menjadi karya musik dengan gramatika yang baru. Menurut Makino, ia banyak melakukan riset tentang concrete music karena ia tertarik dengan cara kerjanya dan ia juga merasa terdapat kesamaan pola kerjanya dengan cara kerja concrete music dimana Makino banyak merekam materi konkret berupa pemandangan alam dan mengumpulkannya menjadi satu serta memodifikasi dengan sedemikian rupa sehingga hasilnya menjadi gambar bergerak yang abstrak.
Makino juga menambahkan bahwa abstrak adalah oposisi dari konkret. Akan tetapi, Makino sendiri berpikir bahwa ia membuat sesuatu yang sangat padat dan abstrak di saat yang sama. Pada gambar yang ia buat, kita tetap bisa melihat suatu materi tertentu namun kita belum tentu dapat mengerti materi apa yang kita lihat karena telah terdistorsi. Selain konsepnya yang menarik karena berangkat dari cara kerja concrete music, bebunyian di karya ini juga sangat menarik karena memanfaatkan ruang dengan menggunakan teknik spasialisasi di mana bunyi-bunyi yang diproyeksikan melalui pengeras suara bergerak ke berbagai arah seperti menari-nari.
Karya selanjutnya berjudul On Generation and Corruption. Pada karya ini, ia meminjam judul dari sebuah risalah karya Aristoteles. Karya Makino ini adalah karya abstrak yang menemukan dorongannya dalam benturan antara cahaya dan kegelapan. Sepenuhnya terdiri dari gambar superimposed dari lanskap dan situs air kota Tokyo. Di dalam karya ini juga terdapat bebunyian “elektronis” yang dipadukan dengan bunyi dari alat perkusi yang melekat padanya. Untuk menganalisa hubungan musik dan visual pada karya ini, kita juga dapat menggunakan dua metode yang Marko Ciciliani tawarkan yang telah disebutkan di atas.
Setelah performans dan pemutaran filem selesai, sesi diskusi singkat yang dipandu oleh Yuki Aditya dibuka. Pada sesi ini, Makino mempersilahkan pengunjung untuk bertanya. Terdapat satu pengunjung yang memberikan pendapatnya tentang karya Makino. Ia berpendapat bahwa korelasi antara bunyi dan visual pada karya Makino kurang kuat, karena ketika ia memejamkan mata, ia tidak bisa membayangkan bentuk visual yang terjadi.
[1] Ciciliani, Marko. An Introspective Method for the Analysis Musical Media. Unpublished. 2016. hal. 3
[2] Ibid.
notes on film performance by takashi makino
Performance Film by Takashi Makino
The fifth day of ARKIPEL homoludens – 6th Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival, precisely on 12 August 2018, something different seems to be held at the GoetheHaus, Goethe-Institut Indonesien, Jakarta. This time, ARKIPEL presented a performance film and film screening Takashi Makino, a Japanese artist and filmmaker who collaborated with various musicians from various parts of the world.
On this occasion, Makino presented a performance entitled Space Noise 2 which he made in 2018. In addition, he also screened two of his films entitled cinéma concret and On Generation and Corruption. In his first work, aside of projecting a video, Makino also played the sounds that he controlled from the visitor’s bench by using a pad controller and mixer. He neatly arranged moments of the moving image and moments of the sound where both can connect and support each other. By borrowing the sound and visual analysis method developed by Marko Ciciliani in his article entitled An Introspective Method for the Analysis of Musical Multimedia, this performance can be analyzed by using two approaches, namely the model of congruence in terms of synchrony and congruence in terms of kinetics.
In addition, Makino in this work used several films and video projectors to create 3D experience. He also gives visitors a piece of Pulfrich filter (which at a glance looks like ordinary mica paper). Before starting his performance, Makino explained how to use the filter, i.e. by opening both eyes and covering one of them using the filter. After the author tries to see the visuals he projected on the screen using a filter, the projected visuals appear to be swirling toward the left or right, according to the position of the filter on the eyes of each audience.
After performing the first work, Makino continued by playing his second work entitled cinéma concret. What’s interesting about this work is where he took the idioms of concrete music that was developed in the early 1940’s in France, which was pioneered by Pierre Schaeffer. Concrete music itself is a way of making musical works using the recording material of concrete sounds, such as the steam sound of trains, water droplets and so on, which then modified in several ways such as acceleration of tempo, reverse recording, tape cutting and reconnecting it with modifications to turn the concrete sounds into something that sounds abstract.
One of the pioneering works of concrete music is a work by Pierre Schaeffer entitled Etude Aux Chemins De Fer, where he uses train sound recording material and modifies it into musical works with new grammar. According to Makino, he did a lot of research on concrete music because he was interested in the way it worked and he also felt that there is a similarity in his work pattern with the way concrete music works, in which Makino recorded a lot of concrete material in the form of natural scenery and collected all of it into one and modified it in such a way that the results appear to be an abstract moving images.
Makino also added that abstract is the opposition of concrete. However, Makino believes that he made something that is both concrete and abstract. In the picture he made, we can still see a certain material but we cannot necessarily understand what material it is because it has been distorted. In addition to the interesting concept that departs from the works of concrete music, the sounds in this work are also very interesting because they utilize space by using a spatial technique where the sounds projected through the loudspeakers were moved in various directions as if dancing.
The next work was titled On Generation and Corruption. In this work, he borrows a title from one of Aristotle’s essays. This work of Makino is an abstract work that finds its impetus in the clash between light and darkness. It is completely composed of superimposed images of the landscape and water sources of the city of Tokyo. In this work, there are also “electronic” sounds combined with the sound of a percussion instrument attached to it. To analyze the relationship of music and visuals on this work, we can also use the two methods of Marko Ciciliani I mentioned above.
At the end of the film performance and screening, a discussion session hosted by Yuki Aditya was opened. In this session, Makino invited visitors to ask. There was one visitor who gave his opinion about Makino’s works. He found that the correlation between sound and visuals on Makino’s works are less powerful because when he closed his eyes, he could not imagine the visual form that occurs.
[1] Marko Ciciliani, “An Introspective Method for the Analysis of Musical Media,” Unpublished (2016), p. 3
[2] Ibid.