Penayangan Presentasi Khusus: BEFF dan Images Festival
Senin, 24 Agustus 2015, ARKIPEL Grand Illusion – 3rdJakarta International Documentary & Experimental Film Festival mengadakan penayangan filem di auditorium Institut Français d’Indonésie (IFI) Thamrin, Jakarta Pusat. Penayangan filem tersebut merupakan bagian dari Program Presentasi Khusus yang terbagi menjadi 2 sesi, yaitu presentasi khusus dari Bangkok Eksperimental Film Festival (BEFF) dan presentasi khusus dari Images Festival (IF), Toronto, Kanada.
Penayangan pada sesi pertama berlangsung pada pukul 14.00 WIB. Tak lupa Mary Pansanga, sebagai kurator memaparkan sedikit mengenai filem yang ia kurasi, bertajuk Allegory. Filem-filem yang dikurasi Mary merupakan berbagai hasil pengamatan terhadap “kesadaran dalam” dan “kesadaran luar” dari para sineas. Selain itu, filem-filem tersebut berusaha menyajikan pengamatan melalui imajinasi untuk menciptakan realitas lainnya, serta bagaimana menafsirkan dan menciptakan makna. Empat filem yang ditampilkan pada sesi pertama, yaitu Natee Cheewit yang artinya titik waktu dalam situasi hidup dan mati, karya Phaisit Punprutsachat. Filem yang diproduksi tahun 2014 ini merupakan filem dokumenter sinematik berdurasi 20 menit yang memperlihatkan seekor kerbau yang mencoba bertahan akibat terperosok ke dalam lubang.
Filem kedua, yaitu filem eksperimentasi puitik yang diproduksi tahun 2014. Menggambarkan tubuh yang rusak beserta ingatan lampau yang perlahan lenyap di dasar laut. Padu padan penciptaan gambar bergerak dengan video VHS ini yang menjadi ciri dari filem Chulayarnnon Siriphol yang berjudul Vanishing Horizon of the Sea. Selanjutnya, Night Watch, merupakan sebuah observasi dari sineas yang menyesali keengganan pemerintah untuk memberikan kebebasan yang memadai. Diproduksi tahun 2014, Danaya Chulphuthiphong menyoroti kondisi ‘normal’ pada malam hari selama kudeta. Terlihat dari beberapa saluran televisi yang tidak dapat diakses dan bertuliskan “national council for peace and order”.
Filem terakhir yang disajikan, yaitu Birth of the Seanema, diproduksi tahun 2004. Filem ini hanya memaparkan beberapa rekaman dengan gaya slow motion dengan effect grayscale. Sesekali muncul narasi yang menyerupai sajak, untuk memperjelas maksud dan filem ini. Filem yang berdurasi hingga satu jam ini berusaha memahami realitas dari dalam diri si seniman, juga berusaha untuk melarikan diri dari dunia lain dengan melakukan apa yang ingin dilakukan oleh si pembuatnya dengan tetap mengendalikan dirinya. Filem karya Sasithorn Ariyavicha bermain dengan konvensi bahasa, memainkan makna ganda kata, menciptakan huruf dan ungkapan. Bahasa filem tidak perlu menjadi bahasa yang digunakan pada umumnya, namun bahasa visual dan struktur filem menciptakan makna melalui persepsi dan khayalan. Filem ini menyiratkan bahwa bahasa mencerminkan rasa kemungkinan yang tak terbatas, menguji pemahaman dasar mengenai bahasa tertulis dan ketidakpastian merupakan hakikat dari filem ini.
Jumlah penonton yang tertulis di buku tamu, yaitu empat orang. Namun, dipertengahan penayangan filem beberapa penonton meninggalkan tempat, mungkin hal ini dipicu dari ruang auditorium yang terlalu dingin. Bahkan ada yang bertanya mengenai huruf/tulisan yang ada pada filem Birth of the Seanema: “apakah itu sebuah bahasa?”, dan Mary menjawab “Huruf tulisan yang ada di filem tersebut bukan sebuah bahasa tertentu dan huruf tersebut merupakan buatan dari pembuat filem Birth of the Seanema,” ujar perempuan yang lahir di Thailand tersebut. Pertanyaan tersebut sekaligus mengakhiri Penayangan filem presentasi khusus pada sesi pertama yang berakhir pada pukul 17.00 WIB.
Setelah break time selama 10 menit, pada sesi presentasi khusus selanjutnya yang dikuratori oleh Amy Fung. Images Festival membawa tema Grand Illusion ARKIPEL untuk mencakup jangkauan imajinasi yang tak terbatas serta melampaui yang konon dan klasik. Presentasi Khusus sesi dua kali ini memutar sebanyak tujuh filem, yaitu Color Neutral oleh Jennifer Reeves (USA) yang menayangkan warna-warni gelembung dalam filem 16mm. Only believe things that are easy to understand oleh Garry Kibbins (Kanada) filem berdurasi tujuh menit ini menjelaskan bagaimana lapisan antara masa lalu dan kini tumbang menjadi sensasi yang hanya dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang menakjubkan. Filem 1221 Amor oleh Julie Tremble (Kanada), temporalitas yang berbeda bergabung untuk kerangka waktu yang tak terbatas, ditekan, bertentangan dengan representasi linier. Dalam filem ini, ditampilkan bentuk mineral seperti batu, tulang, fosil. F for Fibonacci (Inggris), filem yang dibuat tahun 2014 oleh Beatrice berdurasi 16 menit. Novel seorang modernis Gaddis JR sebagai titik awal keberangkatan, halusinasi naratif terungkap dalam minecraft, Wall street, mimpi kartun, dan geometri. Filem berjudul PAN oleh Anton Ginzburg (Rusia) menayangkan bukan hanya sekadar lanskap arsitektur serta melampaui representasi sejarah, tetapi juga variasi dari mekanik yang mengungkapkan dirinya sendiri dalam satu suasana yang tidak memungkinkan. Geriatrica oleh Peter Dudar (Kanada) yang berdurasi 14 menit, filem ini menayangkan sebuah percakapan antara seorang anak dan ibu yang memiliki gangguan dimensia. Sesi kedua dalam presentasi khusus ini dihadiri tujuh penonton dan berakhir pada pukul 19:00 WIB.
Tim ARKIPEL juga berhasil mewawancarai beberapa penonton terkait dengan tayangan filem yang telah ditayangkan di auditorium IFI tersebut. Ketiganya ialah murid bahasa di IFI yang mengisi waktu luang sebelum kelas dimulai dengan menonton presentasi khusus yang diadakan oleh ARKIPEL Grand Illusion. Mereka adalah Dani, Gadis dan Felix. Ketika ditanya mengenai filem dokumenter dan eksperimental, Dani dan Gadis mengakui ini pengalaman pertama mereka menonton filem dengan tema tersebut dan mereka sangat antusias dengan menjawab secara berbarengan. “Seru, kok!” jawab mereka kompak. Ketika ditanya lebih lanjut mengenai filem yang disukai, “Winter hof!” ujar mereka. Kemudian, disusul dengan celetukan Gadis, “Sama Gebriatrica, karena cuman itu yang paling ngena…” tuturnya.
Berbeda dengan Felix yang sebelumnya pernah menonton filem eksperimental beberapa tahun lalu di sebuah acara.
“Mungkin, untuk orang awam, confusing, ya…, karena hanya berbentuk kumpulan image. Apa, sih hubungannya terkait dengan image yang ada? Memang, filem eksperimental ga ada narasi, ya, jadi kayak memandang lukisan, menurut saya,” ujar pria yang berencana untuk melanjutkan S2 ke Perancis itu. “Winter hof, filem yang isinya menyoroti semacam gedung apartemen dari pagi sampai malam. Dengan kelap-kelip cahaya jendela, dan satu lagi filem karya Peter, cukup berkesan keren,” lanjutnya.
Bagi yang masih penasaran dan ingin menonton filem Presentasi Khusus yang dikuratori oleh Amy Fung, Anda bisa datang pada penayangan kali kedua pada Rabu, 26 Agustus, 2015, di IFI untuk Presentasi Khusus Images Festival oleh Amy Fung, pukul 19.00 WIB.
–
Monday, 24 August 2015, ARKIPEL Grand Illusion – 3rd Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival held a movie screening at Institut Français d’Indonésie (IFI) auditorum, Thamrin, Central Jakarta. This movie screening is a part of Special Presentation Program which is divided into two session, specal presentation from Bangkok Experimental Film Festival (BEFF) and special presentation from Images Festival (IF), Toronto, Canada.
The first screening session took place at 2 am where Mary Pansanga as the curator gives a brief explanation on Allegory, a film she currated. Films currated by Mary are a product of various observation on the cinematography’s “inner counciousness” and “outter conciousness”. Besides that, the films are trying to project an observation through imagination in order to create another reality, and also on how to interpret and create meaning. In the first session consisting of four movies, opens up with Natee Cheewit means the point in time during a life or death situation created by Phaisit Punprutsachat. This 20 minutes cinematic documentary film produced in 2014 is trying to show a buffalo who falls into a pit and struggling to survive .
The second film, a poetic experimental fim produced in 2014 potrays ruined body aong with old memories slowly starting to dissapear into the bottom of the sea. The combination of moving images and VHS video becomes a unique feature in Chulayarnnon Siriphol film titled Vanishing Horizon of the Sea. Continued by the next movie, Night Watch, is an observation of the artist who regreted the goverment’s unwillingness give a sufficient freedon. Produced in 2014, Danaya Chulphuthiphong focuses on ‘normal’ condition at night time during the kudeta. Seen in several television channle which can’t be accessed and written “national council for peace and order” all over it.
In the end, the last movie that is shown is Birth of the Seanema, produced in 2004. Basically this film only show several footage in slow motion and grayscale effect. The film that lasts untill one hour tries to comprehend the reality inside the artist, and also to ecape hisself from another world by doing what he wanted to but still in control of himseld. Created by Sasithorn Ariyavicha, this film playd with language convesion, doubled meaning wordd, creating letters and phrases. It is not neccesary that the languange of film become a a common langauge, however visual language and film strucate creates meaning thorugh perception and imagination. This film implies that language reflects the feeling of infinite probability, testing their basic understading on written languange and the uncertainty is the nature of this film.
Eventhough there are only four audience registered , in the middle of the show some of them leave their place. This situation might be caused by the low room temperature. Some audience even asked about the letters/phrases written in the film Birth of the Seanema: “Is it a languange?”, and Mary answered “The letters written in the film is not a paticular language and the letters is a product of creation by the creator of Birth of Seanema”. This question ends the first session of Special Presentation Program at 5 pm.
After 10 minutes of breaktime, at the next session of special presentation program curratted by Amy Fung, Images Festival brought up the Grand Illusion theme at ARKIPEL in order to inculde the infinite imagination range also beyond the classic and superstitions. The second session of Special Presentation Program played seven films. The first film is Color Neutral by Jennifer Reeves (USA), showing colored bubbles in 16mm film. Only Believe Things That Are Easy To Understand by Garry Kibbins (Canada) that lasts for seven minutes explains on how the layers between presetn and past collapse into a paticular sensation that only can be concluded into somthing amazing. The movie 1221 Amor by Julie Tremble (canada), different temporalities merge to create a compressed, indefinite time frame that runs counter to our traditional linear representation of time. In this film, it shows different mineral states, such as rock, bone, and fossil. F for Fibonacci (England) is a 16 minute film made in 2014 by Beatrice. Taking William Gaddis’ modernist novel, JR (1975), as a departure point, the unfolding halluscinatory narrative moves across minecraft, Wall Street, cartoon dreams, geometry. The film titled PAN by Anton Ginzburg (Russia) shows beyond historical and architectural representations, the variations of the mechanical gaze reveal themselves in an unlikely setting. Geriatrica by Peter Dudar (Canada) that lasts for 14 mintes shows a conversation between son and mother who suffers dimensia. The second session attended by 7 audience ends at 7 pm.
ARKIPEL team has succesfully interviewed several audiences related with the film showing at IFI Auditorium. All of them are IFI students who are filling their vacant time before their classes starts by watching the Special Presentation Program held by ARKIPEL Grand Illusion. Their names are Dani, Gadis, and Feliz. When they were asked about the documentary and experimental film, Dani and Gadis admit that this is their first time to watch a movie with this theme and with anthusiasm they answered at the same time “Its Exciting!”. When they were asked about what movie they like the most, they answered “Winter Hof!”. Then, followed by Gadis remar, “Also Gebriatrica, because it is the only movie that really touched me…” she said.
“Maybe, for common people, it is confusing.. because there are only set of images. What is the relation with the images? Well, it is true that experimental movies got no narration, so in my opinion, is similar to look at a paiting” said a man who is planning to get his masters degree in France. “ Winter Hof, a movie that focuses on an apartment building from day to night. With the light sparkling in the windown, there is another film by Peter, is also cool,” he continued.
For those who are still curious and want to watch the Special Presentation Program currated by Amy Fung, you can come to the second screening on Wednesday, 26 August 2015 at IFI for Special Presentation Images Festival by Amy Fung, on 7 PM.