Buying Ambien Buy Zolpidem Online Europe Purchasing Ambien Online Buy Ambien Online From Usa Buy Zolpidem
 In ARKIPEL 2019 - bromocorah, Festival Updates, International Competition
Bahasa Indonesia

Segitiga, Lingkaran, Kotak: Bermain dengan Bentuk

Jakarta – Pada hari Jumat (23/8) pukul 4:30 sore di GoetheHaus, telah dilaksanakan pemutaran Kompetisi Internasional 8 ARKIPEL bromocorah yang berjudul Indeks dan Konteks Eksperimen Bentuk. Pemutaran ini didatangi oleh 14 penonton. Sebelum filem diputar, Zikri – sebagai kurator penyaji program ini – maju ke depan untuk memberi beberapa kata sambutan. Ia menjelaskan akan ada filem dari berbagai macam negara, termasuk Indonesia. Keenam filem yang ditayangkan yaitu Memoria del Escapia atau Space Memory disutradarai oleh Rodrigo Noya dari Argentina, Steine atau Stones disutradarai oleh Jörn Staeger dari Jerman, Liquid Traits of an Image Apparatus disutradarai oleh Vera Sebert dari Austria, Centar disutradarai oleh Ivan Markovic dari Serbia, Saturation disutradarai oleh Perrien Lievois dari Perancis, Sapu Angin atau Windswept disutradarai oleh Cahyo Prayogo dari Indonesia. 

Filem pertama yang ditayangkan adalah Space Memory berdurasi 10 menit. Rodrigo Noya menggunakan cahaya yang masuk melalui kisi-kisi jendela. Dia bermain dengan cahaya, waktu, suara, dan editing. Rodrigo mampu membangun imajinasi penonton dengan memanipulasi cahaya. Ia melakukan ini dengan cara memperlihatkan apa yang ada di luar, lalu “menutup” bagian lainnya. Walaupun penonton tidak bisa melihat secara langsung gambar secara keseluruhan seperti apa, tetapi dengan gambar-gambar yang ada, penonton masih bisa membayangkan potongan-potongan yang hilang, sama seperti puzzle.

Filem kedua adalah Stones. Sebelumnya, filem ini sudah ditayangkan pada malam pembukaan ARKIPEL, Selasa (20/8) yang lalu. Ufik, anggota Milisifilem, pernah menjelaskan bagaimana Stones mampu “memanusiakan batu”. Memang, pada awal filem ini, batu digambarkan sebagai sesuatu yang bebas. Mereka bisa ditemukan di alam, dibentuk secara organik oleh erosi. Tetapi pada akhirnya mereka dikurung dan bentuk mereka diubah untuk menyesuaikan kebutuhan. 

Filem berikutnya adalah Liquid Traits of an Image Apparatus. Filem ini, secara singkat, bermain dengan bentuk dan cahaya. Ketika menonton filem ini, saya teringat filem-filem eksperimental yang dibuat oleh para Dadaist seperti: Anemic Cinema karya Man Ray dan Marcel Duchamp atau Rhythmus 21 karya Hans Richter. Saking cepatnya pergerakan gambar, terkadang mata belum menyesuaikan dengan apa yang di layar namun tiba-tiba gambar berikutnya sudah muncul. 

Awal menonton filem kelima, Centar, gambar-gambar yang dipertunjukkan berupa dari sebuah bangungan. Bangunan ini kosong dan kesannya seperti sudah ditinggalkan lama, tetapi kondisi bangunan masih bagus. Ketika muncul orang pun, seakan-akan mereka masuk tanpa izin karena mereka “tidak pantas” di situ. Walaupun mereka bekerja untuk membersihkan dan merawat bangunan tersebut, tetapi gerakan mereka terlihat sangat kaku dan tidak organik, seperti robot. Ditambah lagi bentuk ruang yang geometris dan hampir tidak ada bentuk yang biomorphic. Tanaman-tanaman yang terlihat sudah ditata dengan rapi. Walaupun penonton tidak diperlihatkan eksterior luarnya, tetapi dari interior saja bisa berasumsi bahwa ini adalah sebuah gedung yang megah. 

Saturation sedikit berbeda dengan yang lain. Jika yang lain bermain dengan bentuk atau cahaya, Saturation lebih bermain dengan warna, tepatnya warna hitam-putih. Kontras antara kedua warna yang berlebihan menimbulkan visual yang menarik. Saturation juga sedikit bermain dengan bentuk, yaitu dengan sudut pengambilan gambar oleh kamera. Sudut pengambilan gambarnya cukup ekstrim, maka terjadi distorsi yang menghasilkan garis-garis yang tegas. 

Filem keenam yang diputarkan mempunyai pendekatan yang menarik dalam menangkap tatapan birds-eye. Ketimbang menggunakan drone yang sudah menjadi praktik standar, Sapu Angin menggunakan burung yang nyata.  Cahyu menggunakan spy cam yang dilekatkan pada rompi yang dipasangkan ke tubuh burung merpati dan membiarkannya terbang. Entah karena pergerakan merpati yang terlalu cepat atau kualitas kamera yang memang kurang bagus, tetapi gambar-gambar yang diambil tidak terlalu jelas. Walaupun itu, penonton masih bisa berimajinasi dan berasumsi terhadap apa yang ada di layar. 

Selesai pemutaran, Zikri maju ke depan lagi. Dia mengundang serta Cahyo sebagai sutradara Sapu Angin untuk bercerita. Cahyo menjelaskan sedikit proses dan latar belakang mengenai fielm ini. Bahwa filem ini termasuk projek berkelanjutan mengenai tanah yang perlahan-lahan mengecil. Tanah yang dimaksud Cahyo adalah yang bersifat organik; seperti sawah, yang mulai berkurang karena dijadikan sesuatu yang lebih konkret. 

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Not readable? Change text. captcha txt

Start typing and press Enter to search

X