In ARKIPEL 2019 - bromocorah, Festival Updates, Forum Festival
Bahasa Indonesia

Eksperimentasi Seni dan Performativitas

Hari kedua tanggal 20 Agustus 2019 Forum Festival dalam rangkaian acara ARKIPEL bromocorah, panel 4 dengan tajuk “Eksperimentasi Seni dan Performativitas” dilaksanakan pada pukul 09.30 AM – 11.05 AM. Akbar Yumni selaku moderator membuka perbincangan panel dengan sedikit deskripsi tentang masing-masing narasumber yang akan memaparkan presentasi di panel ini.  

Tonny Trimarsanto memulai presentasinya dengan cerita masa kecil dirinya di Klaten yang merupakan sebuah kabupaten di Jawa Tengah yang mempunyai bioskop dalam jumlah tak sedikit. Bersama ayahnya, pada tahun 1970-an, ia sering menonton filem dengan genre komedi. Selain itu, sejak remaja Tonny gemar mengonsumsi filem-filem India. Untuk membuat sebuah karya seni, Tonny menekankan beberapa aspek penting, antara lain: akses terhadap sinema yang ia terima sejak dini, trauma (stigma/label) personal, serta modal sosial dan pengetahuan. Ketika meramu aspek-aspek tersebut, Tonny menyertakan pula kurasi pilihan-pilihan peristiwa yang penting untuk direspon menjadi sebuah karya. Pertimbangan pilihan itu terjadi saat berhadapan dengan kendala akses serta kedalamannya. Ia memfokuskan karyanya pada filem dokumenter karena ia menganggap spontanitas yang ada di dalam filem dokumenter memberikan efek kejutan yang tidak bisa diduga atau diterka. 

Pembicara kedua – Irwan Ahmett – menceritakan proses karya seninya mengenai daerah perbatasan sebagai konstelasi geopolitik. Ia memperlihatkan gambar peta Selat Malaka pada tahun 1984 dan 2018 lalu membandingkan berbagai perbedaannya menggunakan tawaran yang spekulatif. Jika menurut negara, daerah perbatasan memiliki kecenderungan terjadi tindakan ilegal, Irwan justru berpikir lain. Ia sendiri menawarkan konsep bromocorah yang digunakan untuk ‘mengakali’ sistem lewat contoh kasus di Utara Jakarta; bahwa narasi agama digunakan untuk mempertahankan wilayah padahal pada kenyataannya itu adalah narasi ekonomi. Lalu ia membahas tentang kebrutalan formal melalui faktor-faktor seperti kegagalan sistem ekonomi, bencana ekologi, anti-intelektualisme, dan spekulasi. Moderator menyimpulkan kemudian bahwa bromocorah pada presentasi Irwan Ahmett berada di seputar batas-batas ideologi. 

Lalu pembicara ketiga – Jasmine Nadua Trice – berfokus pada eksperimentasi dalam bentuk kesejarahan, khususnya kaitannya dengan aspek estetika dan representasi. Ia menggunakan tiga buah filem pendek yaitu Jai karya Anocha Suwichakornpong, Shotgun Tuding karya Shireen Seno dan Eleven Men karya Nguyen Trinh Thi. Menurut Jasmine, ketiga filem tersebut menghadirkan taktik-taktik untuk mengganggu representasi sejarah yang mapan.

Pada panel ini, Hafiz mengajukan pertanyaan tentang ukuran eksperimentasi seni yang dapat membingkai isu-isu dalam karya masing-masing panelis, baik dalam konteks seni, filem maupun studi terhadap filem. Jasmine menjawab bahwa cara pembuatan filem menggunakan arsip seperti yang terjadi pada filem Eleven Men yang menghadirkan sosok ikonik adalah contoh bagaimana representasi sejarah diganggu. Tonny merespon pertanyaan ini dengan mengatakan bahwa ketidakberjarakannya dengan kamera dan isu yang diangkat menjadi salah satu aspek penting dalam proses berkaryanya. Sedangkan Irwan menjawab bahwa ia berusaha tidak terjebak pada konvensi seni arus utama sehingga ia pun mengingini tantangan atas seni sebagai medium ekspresi.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Not readable? Change text. captcha txt

Start typing and press Enter to search

X