Mencatat Ulang dengan Puitik Dokumen-dokumen Rekaman dan yang Terarsipkan
Poetic Rewriting of Archived Documents and Recordings

Host Hafiz Rancajale

Sabtu, 26 Nov 2022 – 13:00

Sinema sering secara tak terduga menjadi bagian penting dari penanda-penanda zaman. Situasi sosio-politik yang mengikutinya terekam secara baik di dalam artefak-artefak gambar bergerak yang tersimpan di berbagai tempat. Artefak-artefak itu selalu menjadi bahan yang sangat menarik untuk diinterpretasi ulang dalam konteks kesekarangan. Bisa jadi rekaman itu hanya sebuah rekaman suatu masa. Namun, pada konteks kesekarangan ia bisa jadi pintu masuk dalam menjelajahi bagaimana persoalan-persoalan sosio-politik selalu tak terpisahkan dalam rekaman-rekaman itu. Kemampuan seorang sutradara dalam membingkai persoalan sejarah sosio-politik itulah yang menjadikan filem-filem yang berbasis arsip ini menjadi penting untuk dilihat.

Dua filem yang dihadirkan dalam sesi kompetisi internasional ini adalah filem yang berangkat dari arsip-arsip temuan dan rekaman dokumentasi sebuah gerakan demonstrasi mahasiswa. Menyelami arsip dan dokumentasi untuk dipresentasikan dalam bingkai filem, diperlukan kepekaan khusus untuk dapat menjadi relevan bagi penonton, karena materi ini kerap bersifat amat spesifik dan diperuntukkan bagi keperluan-keperluan spesifik pula.

Dalam kasus program ini, ada dua perbedaan mendasar dari arsip-arsip filem ini: arsip pertama adalah sebuah karya filem yang dilarang karena situasi politik, di mana artefak filem ini tersimpan dan tak diketahui oleh publik hampir 40 tahun lamanya; arsip kedua berangkat dengan kesadaran untuk mendokumentasikan sebuah peristiwa yang dianggap penting oleh si perekam, untuk keperluan suatu pergerakan, ‘kamera’ dan rekaman sebagai corong untuk menjadi penghubung dengan publik yang lebih luas. Dengan dua karakter yang berbeda ini, tentu saja sebuah filem yang menjadikan arsip sebagai materi dasar audio visualnya, dapat diinterpretasikan secara subjektif dengan kemungkinan yang akan ditangkap oleh penonton, yang bisa jadi terpaut jarak waktu yang sangat jauh dengan peristiwa rekaman dalam arsip.

Yang menarik dari dua filem dalam program ini adalah bagaimana kritisisme pada relasi sosio-politik yang mengikuti arsip dan dokumentasi ini yang hampir sama; dimensi nasionalisme sempit dalam konteks sosio-kultural dua kawasan yaitu, India dan Spanyol. Pada kenyataannya, film sebagai sebuah dokumentasi audio visual bisa jadi sangat berbeda saat seorang sutradara mampu menyelami persoalan yang paling dasar dari dimensi sosial-politik saat dokumentasi itu dibuat.

Dengan teknik yang sangat jenial, filem A Night of Knowing Nothing (2021), karya sutradara India, Payal Kapadia, mengantar kita dengan bait-bait teks yang lirih tentang persoalan kelas sosial yang tak mampu melewati batas-batas yang sudah terbangun secara kultural di India. Narator membacakan surat-surat personal antara dua aktivis mahasiswa Film and Television Institute of India yang terpisahkan karena perbedaan kasta di antara keduanya. Hal yang paling utama yang ingin disampaikan si perekam dalam rekaman dokumentasi adalah penolakan aktivis mahasiswa dengan masuknya para petinggi kampus dari kelompok ‘kanan’ (nasionalis Hindu), yang terafiliasi dengan pemerintahan Narendra Modi, dari partai nasionalis Hindu India, Partai Bharatiya Janata. Pada filem hitam-putih ini, sutradara tidak terjebak dalam romantisme gerakan perlawanan itu sendiri, namun mampu memberikan ruang yang jauh lebih dalam tentang pilihan-pilihan paradoks yang terjadi dalam gerakan mahasiswa, yang disampaikan secara puitik. Kemasan dengan pembacaan catatan surat dan catatan harian sang karakter ‘L’, memberikan sentuhan puitik tiap rangkaian cerita yang dihubungkan dengan demonstrasi mahasiswa.

Sebaliknya, pada filem Outtakes/Descartes (2021), karya Alejandro Alvarado Jodar dan Concha Barquero, kehadiran arsip-arsip apa adanya yang menjadikannya puitis. Filem ini berangkat dari sebuah proyek riset filem dokumenter Rocío di Spanish Cinematheque tahun 2016, tempat tersimpannya ratusan gulungan 16mm yang kemudian disusun ulang. Rekaman-rekaman itu dengan sengaja ingin menghidupkan kembali gambar-gambar yang terlupakan dari filem yang sempat dilarang 40 tahun lalu. Jika merujuk pada situasi filem Rocío dirilis dan dilarang, Spanyol baru dua tahun mulai demokrasi konstitusional setelah lebih dari 40 tahun dibawah rezim nasionalis Franco. Pemilihan umum pada tahun 1978 merupakan pemilihan demokratis pertama sejak tahun 1936, dimana pengaruh ideologi francois masih sangat kuat dalam pemerintahan Spanyol pada tahun 1980an.

Cinema has often unexpectedly become a significant part of the markers of eras. The socio-political situation that followed was well-recorded in moving image artifacts stored in various places. Such artifacts have always been a very interesting material to be re-interpreted in the contemporary context. It could be that the record is just a document of a time. However, in the contemporary context it can be an entry point to explore how socio-political issues are always inseparable from these recordings. It is the ability of a director to frame historical socio-political issues that makes these archive-based films important to watch.

Two films presented in this International Competition program are films departing from the archives of findings and recorded documentation of student demonstration movements. Diving into archives and documentation to be presented in the frame of a film, a particular sensibility is required for the films to be relevant to the audience, because these materials are often very specific and only used for specific purposes.

In the case of this program, there are two fundamental differences from these film archives: first, the archive of a film that was banned due to political situations, where the artifacts of this film were kept and were not known to the public for almost 40 years; and second, archives that set out to depart with the awareness to document an event considered important by the recorder, for the sake of a movement, ‘camera’ and recording as a conduit in connecting to the wider public. With these two different characters, a film that utilizes archives as its basic audio-visual material of course can be interpreted subjectively with the possibility of what the audience will take on, whose distance from the event of the recording (the archive in question) can be very far in time.

What’s interesting about the two films in this program is how the criticism on the socio-political relations concerning this archive and documentation is almost similar; a narrow dimension of nationalism in the socio-cultural context of two regions namely India and Spain. In reality, film as an audio-visual documentation can be very different when a director is able to explore the most fundamental issues from the socio-political dimension when the documentation is being assembled.

With a genial technique, A Night of Knowing Nothing (2021) by Indian director Payal Kapadia introduces us through gentle verses to the problem of social class being unable to cross the boundaries that have been culturally built up in India. The narrator reads personal letters between student activists from the Film and Television Institute of India, separated due to the caste difference between the two. The main thing that the recording person wants to convey in the recorded documentation is the student activists’ rejection of the inclusion of campus leaders from the right-wing group (Hindu nationalists) affiliated with Narendra Modi’s government from India’s Hindu nationalist party, the Bharatiya Janata Party. In this black-and-white film, the director is not trapped in the romanticism of the resistance movement itself, but able to provide a much deeper space regarding the paradoxical choices that occur within the student movement, conveyed poetically. The approach through the reading of letters and diaries which belong to the character ‘L’ adds a poetic touch to each stories connected to the student demonstration.

On the other hand, in Outtakes/Descartes (2021) by Alejandro Alvarado Jodar and Concha Barquero, the presence of archives as they are makes them poetic. This film departs from a research project on the documentary film Rocío at the Spanish Cinematheque in 2016, where hundreds of 16mm rolls were stored, then rearranged. These recordings deliberately want to revive, in the form of forgotten images from a film that was once banned 40 years ago. Referring to the situation where Rocío was released and banned, Spain had just started a constitutional democracy for two years after more than 40 years under the nationalist regime of Franco. The general election in 1978 was the first democratic election since 1936, where the influence of the Francois ideology was still very strong in the Spanish government in the 1980s.