In ARKIPEL 2022 - catch-22, International Competition

Keserentakan
Simultaneity

Host Akbar Yumni

Rabu, 30 Nov 2022 – 16:00

Montase sinema bisa dimaknai sebagai sebuah keserentakan dari berbagai peristiwa. Sebagaimana image, pada dasarnya tidak ada peristiwa yang independen. Dalam perkembangannya, pendekatan ini bisa semakin menyingkap lapisan-lapisan peristiwa ketika terhubung dengan peristiwa lainnya. Membayangkan sinema tentang konflik dan perang bukan lagi persoalan hitam-putih tentang kebenaran, tapi juga soal kemanusiaan dan kegembiraan yang selalu hadir serentak di tengah-tengah penderitaan dan kekejaman akan perang. 

Dalam perspektif keserentakan, setidaknya ada dua lapisan di dalam subyek Suleyman: yakni ia sebagai seorang relawan Palang Merah yang berada tengah situasi perang sendiri; dan asal muasal keluarga Suleyman yang berasal dari keturunan Suriah. Kedua lapisan pada subjek Suleyman tersebut sendiri adalah lapisan-lapisan situasi perang, dan perjalanan terhadap dirinya akan membawa kita kepada penyingkapan sisi lain pengalaman perang. Filem ini menjadi dua perjalanan dalam situasi konflik perang yang secara filemis mewujud sebagai  keserentakan. Dari sudut pandang relawan Palang Merah, kita disajikan gambar dan narasi tentang korban, penyelamatan, kematian dan seterusnya; sementara dari sudut pandang subjek keturunan Suriah, kita akan dibawa pada sisi lain para keluarga pengungsi Suriah yang saling terpisah dan tersebar di negara Eropa.  Jukstaposisi kedua perjalanan tersebut menjadi gambaran dari kompleksitas konflik perang, dan sesudahnya. Pertemuan dan keterpisahan menjadi tegangan yang terus menerus hadir sebagai juktaposisi gambar filem. Namun, di sela-sela rangkaian dan gerak gambar pada filem selalu ada kemanusiaan dan kegembiraan yang melingkupi situasi konflik dan perang. 

Warna monokromatik pada image filem This Rain Will Never Stop memberikan perspektif tersendiri terhadap situasi perang yang digambarkan. Dalam konteks keserentakan peristiwa dalam satu bingkai gambar, filem juga memuat lapisan-lapisan persepsi sinematis akan sebuah peristiwa: antara yang dokumen, dokumentris, hingga yang bisa menjadi fiksi dari olahan bentuk sinema yang dipilih. Dalam bidikan lebar (wide shot) pada image-image tentara, filem seakan larut dalam gambar yang lebih dimensional, komposisional, dan seterusnya. Demikian pula dengan rasio bingkai gambar yang cenderung memanjang (horizontal), seperti membangun refleksi dari gambar-gambar dokumentris. Namun, pendekatan warna dan bingkai sebagai sesuatu yang sinematik adalah kemanusiaan itu sendiri, ketika filem harus menggambarkan tentang situasi konflik perang, yang mencekam, kesedihan, dan seterusnya. Jukstaposisi pada filem juga menghadirkan lanskap-lanskap ruang dan bidikan lebar yang diperlambat tentang kemeriahan sebagai montase yang membenturkan rangkaian image filem tentang konflik di tengah situasi perang. Nalar jukstaposisi pada filem This Rain will Never Stop (2020) lebih cenderung menggambarkan keserentakan situasi, ketimbang sekuens peristiwa: di mana di tengah-tengah luka, kesedihan, dan penderitaan akan situasi konflik perang, akan selalu ada kegembiraan dan kemanusiaan yang melingkupinya. 

Cinematic montage can be understood as a simultaneity of various events. As with images, fundamentally there are no independent events. In its development, this approach can increasingly reveal layers of events when interconnected with other events. Imaginations of cinema about conflict and war are no longer a black-and-white issue about truth, but also a matter of humanity and joy that are always simultaneously present in the middle of suffering and the cruelty of war.

In a perspective of simultaneity, there are at least two layers in Suleyman-as-a-subject: that he is a Red Cross volunteer who is in the middle of a war himself; and the origins of Suleyman’s family of Syrian descent. The two layers in Suleyman’s subjectness are layers of war situations, and the journey towards him will lead us to the revealing of the other side of the war experience. This film becomes two journeys in a situation of war conflicts which is filmically realized as simultaneity. From the perspective of a Red Cross volunteer, we are presented with images and narratives of victims, rescue operation, death and so on; while from the point of view of the subject of Syrian descent, we will be brought to the other side of the families of Syrian refugees who are separated from each other and spread across European countries. The juxtaposition of the two trips depicts the complexity of the war conflict and its aftermath. Meetings and separations become a continuous tension present as a juxtaposition of film images. However, between sequences and moving images in the film there is always humanity and joy surrounding a situation of conflict and war.

The monochromatic colors of images in This Rain Will Never Stop (2020) provide its own perspective on the war situation depicted. In the context of the simultaneity of events in one picture frame, the film also contains layers of cinematic perception of an event: from the documents, the documentary, to what might become fiction from the chosen cinematic form. In wide shots of soldierly images, the film seems to dissolve into images that are more dimensional, compositional, and so on. Likewise with the ratio of the picture frame which tends to elongate (horizontal), as if building reflections from documentary images. However, the approach to color and frame as something cinematic is humanity in and of itself, when films have to depict situations of war conflict that are riveting, sad, and so on. The juxtapositions in the film also present spatial landscapes and slow wide shots of the festivities as a montage clashing a series of film images about conflicts in the midst of a war. The juxtapositional justification in This Rain Will Never Stop tends to illustrate the simultaneity of situations rather than the sequence of events: in which, amidst the wounds, sadness, and suffering during a war situation, there will always be joy and humanity surrounding it.

Film List

This Rain Will Never Stop

Filmmaker Alina Gorlova
International Title  This Rain Will Never Stop
Country of Production Latvia, Germany, Qatar, Ukraine
Language Russian, Kurdish, Ukrainian, German, Arabic
Subtitle  English

103 min, stereo, 2.35:1, HD, B/W, 2020

Berdasarkan kisah Suleyman dan keluarganya, seorang relawan Palang Merah di dalam perang, karya dokumenter ini menyingkapkan sisi lain pengalaman sosial masyarakat yang berada  di tengah peperangan. Figur Suleyman sendiri selain sebagai relawan Palang Merah di dalam perang, adalah subjek yang selalu berada di tengah peperangan. Sebagai keluarga pengungsi di Ukraina keturunan Suriah yang juga mengalami konflik perang, pengalamannya menjadi relawan Palang Merah adalah perjalanan dari satu perang ke perang lainnya. Filem dokumenter ini berusaha untuk tetap humanis di tengah situasi perang, di mana momen-momen kebahagiaan akan selalu menjadi jukstaposisi di tengah konflik-konflik peperangan.  

Based on the story of Suleyman and his family, a Red Cross volunteer during a war, this documentary work reveals the other side of the social experience of people who are living through a war. Suleyman himself, apart from being a volunteer for the Red Cross in a war, is a subject who is always in the midst of a war. As a family of refugees of Syrian descent in Ukraine that also experienced war conflicts, his experience as a Red Cross volunteer is a journey from one war to another. This documentary attempts to remain humane in the midst of a war, where moments of happiness will always be a juxtaposition in the midst of war conflicts.

Alina Gorlova adalah sutradara dan penyunting filem. Lahir dan besar di Ukraina, ia lulus dari Karpenko-Kary Kyiv National University of Theatre, Film & Television. Selain menjadi sutradara filem dokumenter, Alina juga berpengalaman membuat filem fiksi pendek, dan iklan sosial maupun komersial. Pada tahun 2016, ia menyelesaikan dokumenter panjang pertamanya, Kholodny Yar. Intro, yang ditayangkan di Odesa IFF (Ukraine) dan Artdocfest (Moscow, Russia). Dokumenter keduanya, No Obvious Signs, menceritakan kisah seorang tentara perempuan Ukraina yang melalui rehabilitasi post-traumatic stress disorder. Filem ini memenangkan banyak penghargaan, termasuk MDR Film Award untuk Outstanding Eastern European Movie di  DokLeipzig 2018. Alina adalah partisipan Berlinale Talent 2019.

Alina Gorlova is a director and film editor. Born and raised in Ukraine, she graduated from Karpenko-Kary Kyiv National University of Theatre, Film & Television. In addition to her focus as a documentary director, Alina is also experienced in making fiction shorts, and social and commercial ads. In 2016, she completed her first feature-length documentary, Kholodny Yar. Intro, which screened at the Odesa IFF (Ukraine) and Artdocfest (Moscow, Russia). Her second documentary, No Obvious Signs, tells the story of a female Ukrainian soldier who undergoes rehabilitation for post-traumatic stress. The film has won multiple awards, including the MDR film award for outstanding Eastern European Movie at DokLeipzig 2018. Alina was a 2019 Berlinale Talents participant.

About the Host

Akbar Yumni, sempat menjalani pendidikan di Universitas Muhammadiyah Malang dan STF (Sekolah Tinggi Filsafat) Driyarkara, Jakarta. Ia salah seorang anggota Forum Lenteng, dan salah seorang kurator  di ARKIPEL – Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival dari 2013-2018. Pada tahun 2015, ia menginisiasi dan menulis di www.jurnalfootage.net. Ia mengikuti  Curator Academy, Theatre Work-Goethe Institut, 24-28 Januari 2018 di Singapura. Meraih Hibah Seni Kelola 2021. Aktivitasnya menjadi seniman performance adalah melakukan reenactment arsip-arsip film Indonesia yang hilang di masa rezim ototarian. Beberapa karya reenactment performance-nya antara lain; “Menonton Film Turang (1957) – Bachtar Siagian” pada 2018, “Menonton Daerah Hilang (1956) – Bachtiar Siagian pada 2020, “Menonton Sedap Malam (1951) – Ratna Asmara” pada 2021.

Akbar Yumni studied at University of Muhammadiyah Malang and STF (Higher Education for Philosophy) Driyarkara, Jakarta. He is a member of Forum Lenteng and one of the curators at ARKIPEL – Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival from 2013-2018. In 2015, he initiated and contributed in www.jurnalfootage.net. He attended the Curator Academy, Theater Work-Goethe Institut, 24-28 January 2018 in Singapore. Received Hibah Seni Kelola (Kelola Art Grant) in 2021. His activity as a performance artist is reenacting Indonesian film archives that were lost during the authoritarian regime. Some of his reenactment performance works include; “Menonton Turang (1957) – Bachtar Siagian” in 2018, “Menonton Daerah Hilang (1956) – Bachtiar Siagian in 2020, “Menonton Sedap Malam (1951) – Ratna Asmara” in 2021.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Not readable? Change text. captcha txt

Start typing and press Enter to search

X