In ARKIPEL 2022 - catch-22, Festival Stories, Festival Updates, International Competition

Kompetisi Internasional 09: Keabadian Perdamaian dan Perang

Tidak seperti judulnya, This Rain Never Stops (2020) tidak menampilkan hujan berkepanjangan. Hujan menjadi suatu metafora untuk menegaskan konflik dan imbasnya yang tidak pernah berhenti. Filem ini diputar dalam program Kompetisi Internasional 09: Keserentakan, ARKIPEL Catch-22 – 9th Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival, pada 30 November 2022 di bioskopforlen, dikuratori oleh Akbar Yumni. Dalam pengantarnya, Akbar menekankan bahwa filem ini memperlihatkan problem kemanusian dan kegembiraan yang hadir secara bersamaan di tengah-tengah penderitaan dan perang.

Disutradarai oleh Alina Gorlova, This Rain Never Stop mengikuti perjalanan Suleyman, seorang relawan Palang Merah, dari satu perang ke perang yang lain. Perjalanan yang memperlihatkan kehidupan Suleyman, dari aktivitasnya membantu korban perang, kisah hidupnya yang merupakan pengungsi dari Syria ke Ukraina, hingga kegembiraan saat berkumpul dengan teman-teman dan bertemu dengan keluarganya. Semacam perjalanan seseorang dari perdamaian ke peperangan dan kembali lagi, dan seterusnya.

Perjalanan Suleyman dari perdamaian dan perang dibangun dengan babak-babak, dari 0 hingga 9 dan terakhir kembali ke 0. Setiap babak memperlihatkan potongan kisah, menjukstaposisikan perdamaian dan perang. Pada bagian awal atau babak 0, filem memperlihatkan perayaan organisasi, Suleyman tampil di podium dan bercerita tentang awal mula ia bekerja untuk organisasi Palang Merah. Bidikan-bidikan yang penuh perayaan: musik, orang berpakaian bagus, ruangan tertata, dst. Selanjutnya pada babak 1, filem memperlihatkan tempat perakitan mesin perang. Begitu seterusnya hingga babak 9 dan kembali pada 0. 

This Rain Never Stop menyajikan kehidupan sehari-hari dan kebahagiaan bersisian dengan perangkat perang: mesin, tentara, dll. tidak secara langsung dalam satu montase, yang apabila begitu akan menegaskan hubungan tarik-menarik antara kehidupan yang terimbas perang. Filem ini tidak hanya sekadar memposisikan perang sebagai sumber dari kekacauan kehidupan. Akan tetapi, jukstaposisi yang dihadirkan melalui pembabakan menekankan relasi kehidupan sehari-hari dan perang yang simultan dan terus berlangsung. Keberlangsungan dari mulai adanya kehidupan hingga mencapai puncaknya dan kembali lagi ke awal. Dari 0 ke 9 dan kembali ke 0. Suatu gambaran tentang keabadian perdamaian dan perang.

Suleyman harus pergi dari Syria ke Ukrania, ke Jerman mengunjungi saudaranya, dan mencari pamannya di Iraq. Suatu perjalanan yang memperlihatkan pemindahan akibat perang dan “rumah” yang terpencar. Perang memang membuat manusia-manusia di sekitarnya harus pergi dan mencari tempat baru untuk hidup. Begitu pula Suleyman, ia harus hidup di Ukraina, dan terus berkelana dalam pekerjaannya sebagai relawan Palang Merah. 

Rumah, tempat keluarga dan kenangan tersimpan, harus berpencar mengikuti keberuntungannya masing-masing. Suleyman harus ke Jerman menghadiri pernikahan abangnya, ke Irak bertemu teman kecil dan pamannya, demi mencicipi “rumah” dan kenangan masa kecilnya. Rumah tidak bisa hanya dibayangkan di tempat ia menetap (Ukraina), karena rumahnya yang terpencar, ia pula harus mencari dan melakukan perjalanan.

Semua kisah Suleyman dan perangkat perang dihadirkan dengan monokrom. Hitam dan putih yang biasanya merupakan penegasan untuk membingkai kisah-kisah perjuangan, kesengsaraan, atau kemiskinan. This Rain Never Stop turut menggunakan aparatus sinema yang sama, untuk penegasan yang sama pula. Terutama ketika membingkai perangkat perang: tank dan barisan tentara. Garis dan tekstur yang tercipta dari mesin dan barisan dipertegas daripada dibingkai dengan warna-warni.

International Competition 09: Immortality of Peace and War

Unlike the title, This Rain Never Stops (2020) does not feature prolonged rain. Instead, it becomes a metaphor to emphasize the conflict and its never-ending effects. This film was screened in the International Competition 09: Simultaneity, ARKIPEL Catch-22 – 9th Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival, on 30 November 2022 at bioskopforlen, curated by Akbar Yumni. In his introduction, Akbar emphasizes that this film shows the problems of humanity and joy that exist simultaneously amidst suffering and war.

Directed by Alina Gorlova, This Rain Never Stops follows the journey of Suleyman, a Red Cross volunteer, from one war to another. A journey that shows Suleyman’s life, from his activities to help war victims, his life story as a refugee from Syria to Ukraine, to the joy of gathering with friends and meeting his family. It’s kind of a person’s journey from peace to war and back, and so on.

Suleyman’s journey from peace and war is built with chapters, from 0 to 9 and finally back to 0. Each chapter shows a fragment of the story, juxtaposing peace and war. In the first part or act 0, the film shows the organization’s celebration, Suleyman appears on the podium and talks about the beginning of his work for the Red Cross organization. The shots are full of celebration: music, well-dressed people, organized room, etc. Then, in act 1, the film shows the war machine assembly site. And so on until act 9 and back at 0.

This Rain Never Stop presents everyday life and happiness side by side with war apparatuses: machines, soldiers, etc., not directly in one montage, which if so, would only emphasize the tug-of-war relationship between life affected by war. This film doesn’t merely position war as a source of chaos in life. However, the juxtaposition presented through the division of acts emphasizes the simultaneous and continuous relationship of daily life and war. Continuity from the beginning of existence to its peak and back again to the beginning. From 0 to 9 and back to 0. A picture of the eternity of peace and war.

Suleyman who must go from Syria to Ukraine, to Germany to visit his brother, and look for his uncle in Iraq. A journey that shows displacement due to war and scattered “homes”. War does make the humans around it have to leave and find a new place to live. Likewise, Suleyman, he must live in Ukraine, and continues to wander in his work as a Red Cross volunteer.

Home, where family and memories are kept, must scatter following each other’s luck. Suleyman must go to Germany to attend his brother’s wedding, to Iraq to meet his childhood friend and uncle, in order to taste his “home” and childhood memories. “Home” cannot be imagined only in the place where he lives (Ukraine), because his home is scattered, he also must search and travel.

All stories of Suleyman and war apparatuses are presented in monochrome. Black and white is usually an emphasis for framing stories of struggle, misery, or poverty. This Rain Never Stop also uses the same cinema apparatus, for the same emphasis. Especially when framing war equipment: tanks and army ranks. Lines and textures created by machines and lines are accentuated rather than framed with color.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Not readable? Change text. captcha txt

Start typing and press Enter to search

X